Pancasila sebagai dasar negara merupakan hasil konsensus nasional (dar al-‘ahdi) para pendiri bangsa. Umat muslim di Indonesia, yang jumlahnya terbanyak dibandingkan negara mana pun di dunia, tidak perlu mempersoalkan lagi status Pancasila sebagai ideologi bangsa yang final karena pada dasarnya sudah sangat sesuai dengan nilai-nilai keislaman, khususnya jika dilihat dari perspektif maqasid asy-syari’ah (tujuan syariah).
Hal ini dapat dilihat dari kesesuaian antara nilai yang terkandung dalam kelima sila Pancasila dengan tujuan-tujuan hukum Islam yang disebut dengan al-maqasid al-khamsah (tujuan yang lima) atau maqasid asy-syari’ah (tujuan syariah).
Sebagaimana telah diketahui bersama, Pancasila mengandung lima unsur dan aspek yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, hikmat dan kebijaksanaan serta keadilan.
Baca juga: Pancasila dalam Perspektif Tafsir Maqashidi oleh Prof. Dr. Abdul Mustaqim, M.Ag |
Unsur-unsur tersebut menggambarkan tujuan-tujuan hukum Islam yang meliputi, memelihara agama (hifdz ad-din), memelihara jiwa (hifdz an-nafs), memelihara akal (hifdz al’aql), memelihara kehormatan (hifdz al-‘ird), dan memelihara harta (hifdz al-mal).
Sekarang mari kita perhatikan kesesuaian nilai-nilai Pancasila dengan maqasid asy-syari’ah yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
Pertama, Pancasila sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” merupakan penjabaran dari bentuk pemeliharaan terhadap agama (hifdz ad-din).
Disadari atau tidak, beragama merupakan salah satu kebutuhan utama manusia yang harus dipenuhi, karena agamalah yang dapat menyentuh nurani manusia. Dalam hal ini, dalam Al-Qur’an Allah memerintahkan manusia untuk tetap berusaha menegakan agama sebagaimana tertuang dalam surah Asy-Syura ayat 13:
شَرَعَ لَكُمْ مِّنَ الدِّيْنِ مَا وَصّٰى بِهٖ نُوْحًا وَّالَّذِيْٓ اَوْحَيْنَآ اِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهٖٓ اِبْرٰهِيْمَ وَمُوْسٰى وَعِيْسٰٓى اَنْ اَقِيْمُوا الدِّيْنَ وَلَا تَتَفَرَّقُوْا فِيْهِۗ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِيْنَ مَا تَدْعُوْهُمْ اِلَيْهِۗ اَللّٰهُ يَجْتَبِيْٓ اِلَيْهِ مَنْ يَّشَاۤءُ وَيَهْدِيْٓ اِلَيْهِ مَنْ يُّنِيْبُۗ
Artinya: “Dia (Allah) telah mensyariatkan kepadamu agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu tegakkanlah agama (keimanan dan ketakwaan) dan janganlah kamu berpecah belah di dalamnya. Sangat berat bagi orang-orang musyrik (untuk mengikuti) agama yang kamu serukan kepada mereka. Allah memilih orang yang Dia kehendaki kepada agama tauhid dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya bagi orang yang kembali (kepada-Nya)”.
Sila pertama ini termanifestasi dari adanya peran negara dalam menjamin kebebasan beragama bagi setiap pemeluknya dan menjunjung tinggi toleransi antarumat beragama.
Baca juga: Agamaku Pancasila |
Kesesuaian sila ipertama ini dengan nilai-nilai keislaman juga terdapat dalam Al-Qur’an surah Al-Ikhlas ayat 1:
قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ
Artinya: “Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang Maha Esa”.
Kedua, Pancasila sila kedua “Kemanusiaan yang adil dan beradab” merupakan bentuk penjabaran dari pemeliharaan terhadap jiwa (hifdz an-nafs).
Syari’at Islam sangat mementingkan pemeliharaan terhadap jiwa. Yusuf al-Qaradawi dalam Madkhal li Dirasat al-Syari’at al-Islamiah menjelaskan bahwa para ulama menyepakati salah satu tujuan syari’at diturunkan Allah adalah untuk memelihara jiwa manusia. Mereka memberikan contoh aturan-aturan syari’at yang diturunkan Allah berkenaan dengan pemeliharaan jiwa, yaitu dilarangnya membunuh tanpa alasan yang dibenarkan oleh syari’at.
Sila kedua ini mengandung nilai bahwa manusia diharuskan untuk bersikap adil terhadap diri sendiri maupun oranglain sehingga menjadi manusia yang beradab dan tidak melakukan kejahatan yang dapat mengganggu pemeliharaan terhadap jiwa (hifdz an-nafs).
Kesesuaian sila ini dengan nilai-nilai keislaman juga terdapat dalam Al-Qur’an surah an-Nisa ayat 135 berikut:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاۤءَ لِلّٰهِ وَلَوْ عَلٰٓى اَنْفُسِكُمْ اَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَ ۚ اِنْ يَّكُنْ غَنِيًّا اَوْ فَقِيْرًا فَاللّٰهُ اَوْلٰى بِهِمَاۗ فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوٰٓى اَنْ تَعْدِلُوْا ۚ وَاِنْ تَلْوٗٓا اَوْ تُعْرِضُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرًا
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan (kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Mahateliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan”.
Ketiga, Pancasila sila ketiga “Persatuan Indonesia” merupakan bentuk penjabaran dari pemeliharaan terhadap akal (hifdz al’aql).
Abdul Wahhab Khallaf dalam ‘Ilm Ushul al-Fiqh menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan memelihara akal adalah menjaga agar akal tidak rusak, yang mengakibatkan si mukallaf (seseorang yang dikenai kewajiban atau perintah dan menjauhi larangan agama) tidak bermanfaat dalam masyarakat, bahkan menjadi sumber malapetaka/persoalan.
Baca juga: Negara Islam Bertentangan dengan Syariat Islam |
Orang yang rusak akalnya akan terbuka lebar peluang untuk berbuat kejahatan dan merusak semua strata kemaslahatan yang ada, baik yang bersifat dharuri (primer), hajji (sekunder), tahsini (pelengkap) maupun mukammilat (pelengkap).
Dalam hal ini kesesuaian antara sila “Persatuan Indonesia” dengan pemeliharaan terhadap akal adalah dalam rangka terpeliharanya akal setiap warga negara Indonesia dari kerusakan, maka negara menjamin kebebasan berfikir, belajar, dan sebagainya yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Jika seluruh warga negara Indonesia mendapatkan pendidikan yang layak dan rakyat menjadi cerdas maka seluruh warga negara Indonesia dapat bersatu untuk bersama-sama memajukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tercinta.
Dalam hal ini, dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa Allah telah menciptakan manusia dengan bentuk yang sebaik-baiknya sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah dalam Al-Qur’an surah at-Tin ayat 4 berikut:
لَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ فِيْٓ اَحْسَنِ تَقْوِيْمٍۖ
Artinya: “Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.
Keempat, Pancasila sila keempat “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan” merupakan bentuk penjabaran dari pemeliharaan terhadap kehormatan (hifdz al-‘ird).
Memelihara kehormatan di sini dapat diartikan sebagai hak politik yang dimiliki oleh seorang individu untuk mendapatkan haknya sebagai warga negara. Keterkaitan antara Pancasila sila keempat dengan pemeliharaan terhadap kehormatan (hifdz al-‘ird) adalah adanya persamaan hak setiap warga negara untuk memilih dan dipilih.
Baca juga: Merawat Sila Keempat Pancasila |
Nilai ini termanifestasi dalam kegiatan musyawarah yang dilakukan oleh masyarakat dalam memutuskan suatu permasalahan atau melalui pemilihan umum warga negara dapat menggunakan hak pilihnya untuk memilih pemimpin yang bijaksana dan wakil-wakilnya di parlemen.
Kelima, Pancasila sila kelima “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” merupakan bentuk penjabaran dari pemeliharaan terhadap harta (hifdz al-mal).
Di era globalisasi ini, ekonomi menjadi salah satu aspek utama yang harus dilindungi. Namun ada yang lebih penting dari itu, yaitu agar dalam mendapatkan harta tersebut menggunakan cara yang baik, serta berpedoman pada Al-Qur’an dan Hadis. Sebagaimana Allah telah berfirman dalam Al-Qur’an surah an-Nisa ayat 29-32 berikut:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا وَمَنْ يَّفْعَلْ ذٰلِكَ عُدْوَانًا وَّظُلْمًا فَسَوْفَ نُصْلِيْهِ نَارًا ۗوَكَانَ ذٰلِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيْرًا اِنْ تَجْتَنِبُوْا كَبَاۤىِٕرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّاٰتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُّدْخَلًا كَرِيْمًا وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللّٰهُ بِهٖ بَعْضَكُمْ عَلٰى بَعْضٍ ۗ لِلرِّجَالِ نَصِيْبٌ مِّمَّا اكْتَسَبُوْا ۗ وَلِلنِّسَاۤءِ نَصِيْبٌ مِّمَّا اكْتَسَبْنَ ۗوَسْـَٔلُوا اللّٰهَ مِنْ فَضْلِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمًا
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan cara melanggar hukum dan zalim, akan Kami masukkan dia ke dalam neraka. Yang demikian itu mudah bagi Allah. Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu dan akan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga). Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.
Sila “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” mengandung nilai bahwa pemimpin yang telah dipilih berdasarkan musyawarah oleh rakyat harus dapat memberikan rasa keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia baik dalam bidang ekonomi, hukum, sosial, budaya dan sebagainya sehingga rakyat dapat hidup sejahtera.
Baca juga: Pancasila Modal Dasar Ketahanan Bangsa |
Meskipun tidak ditulis secara tersurat dalam kata-kata setiap bunyi sila Pancasila, para founding fathers Indonesia telah menetapkan Pancasila sebagai dasar negara yang kental dengan nilai-nilai Islam dan tentu hal tersebut bukanlah sebuah kebetulan belaka, namun merupakan buah pikiran yang sangat mulia.
Pada akhirnya Pancasila sebagai ideologi bangsa ini tentu merupakan kunci yang dapat menyatukan seluruh elemen suku, bangsa, bahasa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke menjadi sebuah negara yang bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia. []
_ _ _ _ _ _ _ _ _
Bagaimana pendapat Anda tentang artikel ini? Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya!
Anda juga bisa mengirimkan naskah Anda tentang topik ini dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannya di sini!
Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!
0 Comments