Indonesia merupakan negara multikultural terbesar di dunia yang dapat dilihat dari kondisi sosiokultural maupun geografis yang begitu kompleks. Negara ini terdiri atas beragam suku, budaya dan agama. Untuk mendayagunakan pluralitas ini agar bernilai positif maka di butuhkan perekat, yang kemudian founding fathers bangsa telah merumuskan Pancasila.
Patut disukuri bersama, founding fathers negara ini telah sejak awal menaruh perhatiannya pada pluralitas yang kita miliki sehingga tugas kedepannya adalah bagaimana “merawat” Pancasila. Pancasila sebagai ideologi negara telah berkonsekuensi final. Secara yuridis-konstitusional Pancasila berkedudukan sebagai pandangan hidup bangsa, dasar negara dan ideologi nasional.
Pancasila merupakan kristalisasi nilai-nilai yang diakui kebenarannya dimana didalamnya terkandung nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis. Pancasila sendiri memiliki dua dimensi nilai yaitu nilai-nilai ideal dan aktual.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada tiap silanya meliputi; sila pertama, kewajiban percaya dan taqwa kepada tuhan, saling menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama, saling menghormati kebebasan dalam menjalankan ibadah serta tidak memaksakan satu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
Sila kedua, keharusan mengakui persamaan derajat, hak dan kewajiban, saling mencintai sesama manusia, mengembangkan sikap tenggang rasa, tidak berlaku semena-mena, serta menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Sila ketiga, keharusaan menempatkan persatuan dan kesatuan serta kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan lain, rela berkorban untuk kepentingan bangsa, cinta tanah air, serta memajukan pergaulan.
Sila keempat, keharusan mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat, mengutamakan musyawarah mufakat serta bertekat dan bertanggungjawab melaksanakan keputusan bersama. Sila kelima, keharusan bertindak luhur yang mencerminkan kegotong-royongan, bersikap adil, menghormati hak-hak orang lain, tidak bertindak merugikan kepentingan umum serta berupaya bersama mewujudkan kesejahteraan yang berkeadilan sosial.
Filsafat ilmu sebagai dasar science of knowledge mengembangkan Pancasila dengan tiga cara. Pertama, secara ontologi Pancasila merupakan sistem nilai yang mendasari bentuk negara dimana di dalamnya terkandung makna-makna kebijaksanaan reflektif yang menyiratkan idealisasi pada hal yang dianggap baik, benar, indah dan bermanfaat bagi manusia.
Kedua, secara epistemologis Pancasila merupakan harmonisasi paham Islam, Barat dan berbagai jenis pengetahuan lainnya sehingga kebenaran Pancasila adalah kebenaran konsensus. Ketiga, secara aksiologi Pancasila memiliki nilai-nilai luhur meliputi nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan dan kerakyatan serta keadilan sosial.
Jelas bahwa Pancasila merupakan ideologi yang sangat ideal bagi kepulauan nusantara yang begitu plural ini. Dengan bermodalkan Pancasila, sudah selayaknya bangsa ini menjadi bangsa besar yang disegani. Menggunakan Pancasila, mestinya kita mampu mendayagunakan potensi kekayaan multi etnis, multi kultur, dan multi agama untuk bahu-membahu membangun bangsa, saling melengkapi mengisi kekosongan dengan terus berkarya untuk kemajuan negara.
Bangsa ini dianugerahi tuhan kemajemukan sehingga sudah semestinya menjadi suatu kebanggaan dan kekuatan yang besar, sebab pada prinsipnya segala sesuatu yang dianugarahkan tuhan merupakan fitrah apabila mampu dimaknai secara benar. Sebaliknya, anugerah ini juga dapat berdampak pada kehancuran dan penderitaan apabila tidak disyukuri, dalam arti kata kita sibuk untuk saling membandingkan, melemahkan dan menjatuhkan kelompok lain yang berbeda.
Untuk menghindari hal ini, Pancasila harus dijadikan pedoman bersama dalam berbuat dan bertindak sehingga segala apa yang di lakukan dalam batasan wajar dan tidak menyinggung ataupun menyakiti pihak lain. Apabila hal ini dipahami dan diimplementasikan sudah pasti tidak akan ada konflik antar agama, suku dan daerah di Indonesia.
Berpegang teguh pada Pancasila bukan berarti menuhankan, karena dengan menuhankan Pancasila justru perpecahanlah yang akan terjadi. Pancasila diawali dengan “ketuhanan yang maha esa”, sangat jelas bahwa ini dimaknai dengan kewajiban warga Indonesia untuk bertuhan dan menjalankan kepercayaanya sehingga dengan demikian kita juga telah merawat Pancasila karena pada konsepnya setiap agama mengajarkan kebaikan, toleransi dan kerja keras dalam kehidupan.
Munculnya kelompok “pancasilais” di negeri ini yang kemudian mengklaim diri paling Pancasila serta menghakimi kelompok lain dengan tudingan anti-Pancasila akibat perbedaan pandangan khusunya dalam menjalankan kepercayaan sungguh merupakan patologi yang mengancam keutuhan bangsa.
Menjalankan ajaran agama bukanalah sesuatu yang bertentangan dengan Pancasila. Hal itulah yang harus dipahami setiap warga Indonesia. Undang-undang Dasar juga sudah sangat jelas menyatakan kebebasan individu untuk menjalakan kepercayaan sesuai dengan keyakinan sehingga sudah seharusnya tidak ada lagi perdebatan dan benturan terkait hal ini.
Pendidikan pancasila tampaknya harus intensif dilakukan pemerintah dimana saat ini Pancasila diinterpretasikan berbeda-beda oleh tiap-tiap individu maupun kelompok masyarakat sehingga hal ini merupakan bentuk ancaman yang sangat nyata kedepan.
Tanpa Pancasila sudah dipastikan pluralitas yang kita miliki tidak bernilai positif dan akan menjadi sebuah konflik yang begitu kompleks dengan terkotak-kotaknya masyarakat berdasarkan kesamaan identitas sosialnya sehingga bukan tidak mungkin berujung pada perpecahan bangsa dan menyisakan Indonesia sebatas nama.
0 Comments