Negara Islam Bertentangan dengan Syariat Islam

Anti terhadap Islam berarti menolak agama Islam, sementara anti terhadap Negara Islam berarti menolak pelembagaan syariat Islam3 min


1
1 point
gambar: beritahati

Terlebih dulu saya ingin menegaskan bahwa saya tidak anti terhadap syariat Islam, hanya kurang sepakat dengan Negara Islam (melembagakan syariat Islam). Hal ini perlu ditegaskan agar tidak disalahpahami. Anti terhadap Islam berarti menolak agama Islam, sementara anti terhadap Negara Islam berarti menolak melembagakan syariat Islam.

Sunni mengenal konsep khilafah, sementara Syiah mengenal konsep Imamah. Konsep khilafah dan imamah bukan hanya berbeda dari segi nama tetapi epistemnya pun berbeda. Sunni berpegang pada al-Qur’an dan Sunnah, Syiah berpegang pada al-Qur’an dan ahlul bait berdasarkan Sunnah. Syiah mengenal dua belas Imam setelah Nabi, sementara dua imam tersebut tidak dianggap sebagai pelanjut risalah tetapi orang yang sangat dihormati oleh Sunni.

Sunni-Syiah keduanya mengklaim sebagai pengamal syariat Islam, lalu yang mana syariat Islam apakah konsep khilafah atau imamah? Perbedaan dasar bangunan hukum-istinbath akan melahirkan hukum yang berbeda pula. Sunni-Syiah sumber hukumnya berbeda, maka wajar saja bila istinbath hukumnya berbeda-beda.

Di kalangan Sunni sendiri berbeda-beda, begitu juga dengan Syiah. Hal seperti ini sesuatu yang wajar dan tak perlu terlalu dipersoalkan.

Haidar Bagir dalam bukunya “Islam Tuhan dan Islam Manusia”, menyebutkan sering kali apa yang kita anggap syariat Islam tetapi pada hakikatnya hanyalah pemahaman manusia terhadap Islam. Misalnya, apakah sistem khilafah itu konsep baku ajaran Islam atau hanya klaim bahwa itu konsep baku terhadap ajaran Islam?

Menurut Nadirsyah Hosein, khilafah tidak memiliki konsep baku dalam al-Qur’an maupun Hadis. Ia lahir dari segelintir ulama melalui proses ijtihad yang rentan dengan kritik. Bukankah ISIS mengklaim diri sebagai penegak syariat Islam dengan sistem khilafahnya justru bertentangan dengan syariat Islam itu sendiri? Bahkan yang paling menyedihkan ISIS ternyata adalah boneka Amerika, klaim ISIS mendirikan negara khilafah hanya modus untuk menipu umat Islam di dunia agar mendapatkan simpati dan dukungan.

Ada beberapa hal yang menjadi alasan penolakan terhadap Negara Islam, antara lain:

Pertama, Islam itu ajaran yang didasarkan pada ketulusan, cinta sehingga kita melakukannya dengan penuh kerelaan tanpa ada intimidasi, paksaan darimana pun, sementara negara didasarkan pada hukum yang ‘memaksa.’ Undang-undang yang dilahirkan oleh negara dianggap diketahui oleh semua orang, walaupun undang-undang itu belum pernah disosialisasikan sebelumnya, misalnya.

Awwaluddin Ma’rifatullah (dasar awal agama adalah ma’rifah/pengenalan terhadap Allah). Orang yang melakukan perintah syariat dengan sangat terpaksa dalam al-Qur’an dicela oleh Allah Swt. Dalam al-Qur’an ditegaskan bahwa tidak ada paksaan dalam agama. ‘Laa ikraha fid din. Melembagakan syariat Islam dalam sebuah negara itu berarti memaksakan hukum-hukum syariat Islam dan ini sebenarnya bertentangan dengan Islam itu sendiri. Negara Islam tertolak secara otomatis dalam Islam menurut Abdullah Ahmad an-Na’im.

Kedua, Islam ajaran ilahi yang sakral, suci. Ia melampaui bahasa, pemahaman manusia, maka melembagakan syariat Islam dalam bentuk negara akan menurunkan kesucian ajaran ilahi, dari hukum Tuhan ke hukum manusia. Islam melampaui konteks sosial sementara negara Islam disesuaikan dengan konteks sosialnya.

Jika asumsi ini benar berarti melembagakan syariat Islam di setiap negara akan berbeda karena ia menyesuaikan dirinya dengan konteks sosial yang ada.  Tentu saja penerapan syariat Islam di Timur Tengah akan berbeda dengan Eropa sebab konteksnya berbeda. Bila memaksakan penerapan syariat Islam di Timur Tengah dengan memberlakukannya di Eropa yang konteks sosialnya berbeda, maka tentu saja akan melahirkan masalah (kekacauan).

Namun demikian, Islam tidak boleh dipisahkan dengan negara, justru yang sangat ideal, negara harus mengakomodir setiap aspirasi dari berbagai agama yang ada tanpa melakukan diskriminasi apa pun.

Ketiga, syariat Islam bukan murni ilahiah seratus persen. Apa yang disebut sebagai syariat Islam adalah hasil perumusan ulama yang berkuasa pada zamannya. Karena itu syariat Islam akan berbeda-beda, bergantung pada mazhab yang dianut penguasa pada zamannya.

Syariat Islam di Iran jauh berbeda dengan syariah Islam di Arab Saudi. Brunei melaksanakan syariat Islam berdasarkan mazhab Syafi’i, Pakistan berdasarkan Hanafi, Arab Saudi menurut Hambali (sebenarnya bukan Hambali, tapi Wahabi), Taliban Afghanistan murni Wahabi, Iran menurut Ja’fari. Kira-kira kalau mau mendirikan syariat Islam di Negara Kesatuan Rebuplik Indonesia, syariat Islam yang mau dipakai menurut mazhab siapa? Apakah Maliki, Hanafi, Syafi’i, Hambali atau Wahabi?

Bila sekiranya ingin menegakkan dan melembagakan syariat Islam dalam bentuk Negara Islam, misalnya, dan tidak melahirkan kontroversi antara muslim dan non-muslim, maka mulailah menegakkan syariat Islam dengan memberi perlindungan terhadap orang yang dizalimi, tegakkan hukum dengan seadil-adilnya, pengusaha memberi tunjangan yang selayaknya kepada para pegawainya, mengasihi anak yatim piatu, memperhatikan anak yang putus sekolah, memberi pekerjaan kepada anak-anak jalanan, saling menjaga dan menghargai pada perbedaan mazhab, ormas, dan perbedaan agama.

Jika dimulai dari sini, yang dimaksud sebagai syariat Islam yang kemudian dilembagakan dalam bentuk Negara Islam maka tidak akan melahirkan penolakan dan pada hakikatnya itulah substansi ajaran Islam.

Oleh karena itu, saya sepakat dengan kesatuan agama dan negara tetapi bukan dalam bentuk Negara Islam. Islam Yes, Negara Islam No. Kata Nadirsyah Hosen Islam Yes, Khilafah No, saya tambahkan Pancasila Yes, Negara Islam No.

Wallahu A’lam bi al-Shawab

_ _ _ _ _ _ _ _ _
Catatan: Tulisan ini murni opini penulis, redaksi tidak bertanggung jawab terhadap konten dan gagasan. Saran dan kritik silakan hubungi [email protected]

Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! Selain apresiasi kepada penulis, komentar dan reaksi Anda juga menjadi semangat bagi Tim Redaksi 🙂

Silakan bagi (share) ke media sosial Anda, jika Anda setuju artikel ini bermanfaat!

Jika Anda ingin menerbitkan tulisan di Artikula.id, silakan kirim naskah Anda dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannya di sini! 

Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!


Like it? Share with your friends!

1
1 point

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
0
Sedih
Cakep Cakep
0
Cakep
Kesal Kesal
0
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
0
Tidak Suka
Suka Suka
1
Suka
Ngakak Ngakak
0
Ngakak
Wooow Wooow
0
Wooow
Keren Keren
2
Keren
Terkejut Terkejut
2
Terkejut
MT Alibe

Master

Dosen Tetap di Institut Agama Islam Negeri Manado. Meraih Gelar Doktor di Tahun 2019 dari Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar bidang Hadis. Pengurus Wilayah Tingkat Provinsi Bahtsul Masail (LBM) NU Sulawesi Utara sejak 2019-2024. Selain sebagai akademisi, aktif juga pada diskusi-diskusi ilmiah. Dan saat ini sedang menikmati menulis artikel di media sosial, selain di artikula.id juga menjadi kontributor di https://pecihitam.org/author/mtahir/

One Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals