Sekarang lagi marak diet JSR. Katanya, Jurus Sehat Rasulullah. Sampai di situ saja saya bingung karena tidak pernah dengar ada hadits berbunyi begitu. Eh, ternyata ada yang lebih heboh, yakni katanya diet JSR itu sarapan tapi makanannya diganti hanya tempe mentah isi kurma. Orang-orang yang ikutan mengatakan berbagai testimoninya di media sosial tentang JSR tersebut.
Percaya atau tidak ya? Dalam hal ini kiranya ada dua hal yang harus kita kedepankan bila ingin mengikutinya. Pertama, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mengatakan jurus sehat ala beliau adalah bla bla bla, (secara di dalam hadits tidak ada spesifikasi perkataan demikian karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan dokter, tabib, ahli herbal atau ahli kesehatan).
Kedua, tidak semua herbal merupakan thibbun nabawi (pengobatan yang digunakan pada masa Nabi Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam).
Mengapa saya buat tulisan ini? Karena dari “ceramah” seorang dokter penulis buku JSR terkait, saya lihat dan dengarkan beliau memang menekankan kebiasaan-kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, thibbun nabawi dan berbagai herbal dalam konteks Jurus Sehat Rasulullah.
Sebelumnya, mari kita telaah karena ada keterangan “Rasulullah” dalam judulnya. Seandainya Jurus sehat ala si fulan, maka tidak perlu sampai kita telaah pasti itu ciptaannya si fulan atau berdasarkan pengalamannya si fulan. Nah, sedangkan ini disebutkan ala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Manusia diberikan akal oleh Allah SWT untuk berpikir dan mencari tahu tentang apa yang terbaik untuknya. Mungkin saja para dokter atau ahli herbal menemukan ada jenis makanan tertentu dapat menyehatkan tubuh. Tapi jika ada yang mengaitkan dengan Rasulullah, ini harus diperiksa dulu.
Apakah benar demikian perkataan Rasulullah? Karena perkataan Rasulullah tercantum dalam hadits dan perbuatannya dapat menjadi sunnah jika itu memang diwahyukan Allah Ta’ala untuk umat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Periksalah ada atau tidak dalam hadits dan sunnahnya. Jika ada, tentu kita boleh terapkan dan sebarkan. Malah bisa berpahala. Namun, apabila diet makanan itu hanyalah hasil studi dokter atau ahli herbal, hendaknya jangan dikatakan ala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena pada zaman Rasulullah tidak ada yang demikian. Dan pernyataan tersebut dapat jatuh pada kebohongan alias dusta yang mengatasnamakan Rasulullah.
Berikut dalil yang dibawakan oleh Imam Adz Dzahabi. Dari Al Mughirah, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ كَذِبًا عَلَىَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ ، مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah sama dengan berdusta pada selainku. Barangsiapa yang berdusta atas namaku secara sengaja, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di neraka.” (HR. Bukhari no. 1291 dan Muslim no. 4).
Dari ‘Ali, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ رَوَى عَنِّى حَدِيثًا وَهُوَ يَرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبَيْنِ
“Siapa yang meriwayatkan dariku suatu hadits yang ia menduga bahwa itu dusta, maka dia adalah salah seorang dari dua pendusta (karena meriwayatkannya).” (HR. Muslim dalam muqoddimah kitab shahihnya pada Bab “Wajibnya meriwayatkan dari orang yang tsiqoh -terpercaya-, juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah no. 39. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Allahu a’lam bishshowwab.
One Comment