Abraham Geiger dan Kritiknya Terhadap Al-Qur’an

Abraham Geiger merupakan salah satu tokoh orientalis yang menjelaskan mengenai teori pengaruh Yahudi terhadap Al-Qur'an.3 min


1
1 point
Sumber Gambar: Editor

Kanjian mengenai keislaman saat ini tidak hanya dilakukan oleh para cendekiawan muslim saja. Para sarjana Barat, khususnya yang non muslim kini telah banyak yang meneliti ataupun mengkaji mengenai keislaman, khususnya tentang Al-Qur’an. Kajian mengenai keislaman yang dilakukan oleh sarjana Barat sudah mulai muncul pada abad ke-19.

Kajian yang dilakukan oleh para sarjana Barat itu mencakup kajian linguistik, historis, dan juga budaya. Kajian mengenai dunia Islam yang dilakukan oleh sarjana barat ini sering kita sebut dengan istilah Orientalisme. Perkembangan studi keislaman yang dilakukan oleh para orientalis ini semakin berkembang dan memunculkan beberapa nama yang memiliki peranan dalam perkembangan orientalisme.

Beberapa nama yang mencolok pada masa awal adanya studi orientalisme ini di antara adalah Abraham Geiger, Theodore Noldeke, Gustav Flugel, Albert Socin, dan masih banyak yang lainnya. Dari beberapa tokoh di atas, tulisan ini mencoba mengulik mengenai Abraham Geiger dan pandangannya tentang teori pengaruh Yahudi terhadap Al-Qur’an.

Baca Juga: Menyusuri Jejak Langkah Al-Qur’an di Barat

Sebelum masuk ke pembahasan yang lebih dalam, kita akan akan berkenalan terlebih dahulu dengan sosok Abraham Geiger. Abraham Geiger adalah seorang Yahudi kelahiran 24 Mei 1810, di Frankfurt am Main, Jerman. Geiger muda adalah sosok yang aktif dalam kegiatan keyahudian. Hal tersebut terlihat ketika dia masih berusia 17 tahun, Geiger telah mengambil bagian dalam menulis Mishnah, perbedaan hukum Talmud dan Bible, dan mengambil bagian dalam penulisan kamus bahasa Ibrani-Misnaic.

Geiger memulai pendidikan kesarjanaannya pada bulan April tahun 1829 di University of Heidelberg. Perjalanan akademisnya di University of Heidelberg hanya berlangsung selama satu semester dan Geiger memutuskan untuk melanjutkan kulaihnya di University of Bonn. Selama di University of Bonn ini Geiger bergabung dengan kelompok pemuda Yahudi yang disiapkan untuk menjadi seorang pemuka agama Yahudi, atau biasa disebut dengan istilah Rabbi, hingga pada tahun 1832 Geiger diangkat menjadi seorang Rabbi di kota Wiesbaden.

Salah satu karya yang paling terkenal dari seorang Geiger adalah “Was hat Mohammed aus dem Judenthume aufgenommen?” (Apa yang telah diambil/dipinjam oleh Muhammad dari ajaran Yahudi?). Geiger dalam tulisan tersbut ingin menyampaikan bahwasannya Muhammad mengambil beberapa kosa kata dari Yahudi untuk menuliskan Al-Qur’an. Karya ini merupakan bukti keseriusan Geiger dalam kajian mengenai dunia Timur. Tulisan ini juga telah mengantarkan Geiger meraih gelar Ph.D di Universityof Marburg. Geiger tidak berhenti melakukan penelitian dan menulis banyak sekali karya tulis yang kebanyakan berisi tentang pengaruh ajaran Yahudi terhadap islam.

Abraham Geiger ingin menunjukkan kepada dunia bahwa Al-Qur’an bukanlah sesuatu yang luar biasa, karena menurutnya di dalam Al-Qur’an terdapat kombinasi berbagai tradisi, baik itu Yahudi, Nasrani, Maupun Jahiliyah. Geiger juga mengatakan bahwasannya Al-Qur’an bukan merupakan wahyu dari Tuhan, melainkan hanya refleksi Muhammad tentang tradisi dan kondisi masyarakat Arab pada masa itu.

Dari hasil penelitian di atas kemudian tercetus teori pengaruh Yahudi terhadap Al-Qur’an. Teori ini memiliki argumentasi dasar bahwasannya Al-Qur’an mengambil beberapa hal, baik itu berupa kosa kata, ide-ide, dan tradisi dari ajaran Yahudi. oleh karenanya, Geiger cukup gencar untuk memperkenalkan teori ini kepada dunia.

berikut beberapa temuan penting Geiger sebagai berikut :

1. Duplikasi dan Kosa Kata Asing dalam Al-Qur’an

Geiger mengatakan bahwasannya ada 14 kosa kata Al-Qur’an yang diambil ataupun diadopsi dari  bahasa Ibrani. Kata-kata tersebut adalah Tabut, Taurot, Jannatu Adn, Jahannam, Ahbar, Darasa, Robani, Sabt, Taghut, Furqon, Ma’un, Mathani, Malakut, dan Sakinah. 

2. Ide-Ide Keagamaan dan Keimanan

Pembahasan mengenai doktrin keagamaan dan keimanan dibagi oleh Geiger kedalam tiga pokok permasalahan. Pertama adalah mengenai doktrin keagamaan. Kedua tentang moral dan aturan hukum. Ketiga tentang konsep-konsep kehidupan.

3. Kisah-Kisah Al-Qur’an dari Tradisi Yahudi

Geiger menyebutkan ada empat kisah yang ada dalam Al-Qur’an yang dia anggap berasal dari ajaran Yahudi. Pertama, kisah tentang kepemimpinan kaum laki-laki. Geiger dalam hal ini menyebutkan bahwasannya kisah yang dimaksud adalah kisah nabi-nabi yang diutus oleh Allah yang keseluruhan adalah laki-laki. Kedua, kisah Nabi Musa. Geiger menganggap bahwasannya kisah Nabi Musa yang diceritakan dalam Al-Qur’an, mengambil dari ajaran Yahudi. Ketiga, kisah tentang tiga orang raja yang memiliki kekuasaan tidak terbatas, yaitu Raja Thalut, Nabi Daud, dan Nabi Sulaiman. Keempat, kisah tentang orang-orang suci yang diutus setelah Nabi Sulaiman.

Baca Juga: Bolehkah Berguru Kepada Orientalis?

Berdasarkan temuan di atas, dapat ditemukan beberapa kelemahan yang dapat dipertanyakan kembali kekuatan dari argumentasi yang telah diajukan. Perlu kita garis bawahi bahwasannya masyarakat Arab pada saat Al-Qur’an diturunkan merupakan kota perdagangan yang kosmopolit dengan masyarakat yang homogen. Yahudi bukanlah satu-satunya hal yang memberikan pengaruh kepada Al-Qur’an.

Namun juga terdapat pengaruh dari adat istiadat bangsa Arab pada masa itu, cerita-cerita yang berkembang pada masa itu serta kondisi politik yang terjadi di Arab pada masa itu menjadi hal yang berpengaruh dalam penurunan Al-Qur’an sebagaimana dipelajari dalam ulumul qur’an. Kita tidak bisa memungkiri bahwasannya gagasan fundamental Islam dipinjam dari ajaran Yahudi dan Kristen. Hal tersebut tidak lantas bisa dijadikan dasar untuk melabeli Al-Qur’an mengambil ajaran-ajaran dari Yahudi dan menganggap Al-Qur’an tidak orisinil. Karena pada dasarnya Al-Qur’an diturunkan untuk menyempurnakan ajaran-ajaran sebelumnya.

Dengan demikian hal-hal yang dituduhkan oleh Geiger terhadap Islam dan Al-Qur’an tidak dapat dibenarkan. Ad-Dahlawi mengatakan bahwasannya nabi Muhammad diutus oleh Allah sebagai rasul dengan membawa ajaran hanif yang berasal dari Ismail. Kemudian Nabi Muhammad menyempurnakan ajaran tersebut dan menghilangkan bagian-bagian yang semestinya dihilangkan dan menyulut kembali api ajarannya. Jadi Islam tidaklah meminjam atau membuat duplikasi dari ajaran sebelumnya. Itulah yang dinyatakan Allah dalam Al-Qur’an sebagai “agama (millah) ayah kalian Ibrahim”. Karena itu fondasi ajaran tersebut haruslah dapat diterima.

Editor: Ahmad Mufarrih
_ _ _ _ _ _ _ _ _
Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! Selain apresiasi kepada penulis, komentar dan reaksi Anda juga menjadi semangat bagi Tim Redaksi 🙂

Silakan bagi (share) ke media sosial Anda, jika Anda setuju artikel ini bermanfaat!

Jika Anda ingin menerbitkan tulisan di Artikula.id, silakan kirim naskah Anda dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannya di sini! 

Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!

 


Like it? Share with your friends!

1
1 point

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
0
Sedih
Cakep Cakep
0
Cakep
Kesal Kesal
0
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
0
Tidak Suka
Suka Suka
10
Suka
Ngakak Ngakak
1
Ngakak
Wooow Wooow
1
Wooow
Keren Keren
2
Keren
Terkejut Terkejut
2
Terkejut
Iqbal Fajri

Master

Saya adalah mahasiswa di salah satu perguruan islam negri di Yogyakarta. Selain menulis saya juga hobi fotografi. Sebab menurut saya antara fotografi dan menulis tidak dapat dipisahkan. Keduanya juga memiliki kesamaan yaitu tentang bercerita. Jika dengan menulis kita akan bercerita lewat teks maka dalam fotografi, kita akan bercerita melalui gambar.

One Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals