Pernahkah Anda beripikir mengapa Tuhan menyertakan ancaman di balik perintah dan larangannya?, bukankah janji pahala dan kenikmatan Surga sudah cukup untuk membuat manusia termotivasi melakukan kebaikan dan kebajikan?, ataukah ancaman itu hanya sekedar bentuk dari murka Tuhan bagi yang melanggar perintah dan yang mengerjakan larangan-Nya?
Sebelum penulis menjelaskan lebih jauh tentang rahasia di balik ancaman Tuhan terhadap hamba-Nya, terlebih dahulu penulis ingin mengilustrasikan sebuah analogi sederhana betapa pentingnya doktrin ancaman dapat mempengaruhi manusia untuk lebih maksimal dalam mamacu adrenalin guna mencapai kenikmatan yang didamba-dambakan.
Misalkan saja Anda sedang berdiri di atas puncak bukit yang tingginya, kira-kira seribu meter di atas permukaan laut, sedangkan diseberang bukit tempat Anda berdiri, terdapat bukit yang tingginya hampir sama, dan di antara kedua bukit tersebut terdapat jurang terjal, selain itu terdapat sehelai tali yang menghubungkan kedua bukit tersebut untuk memungkinkan Anda menyeberanginya.
Lalu tiba-tiba terdengar suara dari langit yang menyatakan “hai manusia, di seberang bukit sana terdapat setumpuk harta karun yang bernilai seratus juta rupiah, jika engkau berminat untuk mendapatkannya, maka satu-satunya cara hanya dengan menyeberangi bukit tersebut, menggunakan sehelai tali itu, namun tidak ada jaminan engkau akan selamat menyeberanginya”.
Pertanyaannya adalah beranikah Anda menyeberangi bukit tersebut dengan hanya termotivasi sejumlah uang seratus juta rupiah dengan cara berpijak di atas sehelai tali yang tentu saja risiko bila Anda jatuh ke dalam jurang tersebut, maka sudah dipastikan nyawa Anda melayang?.
Mungkin semua orang berpikir seribu kali dan ragu untuk menyeberangi bukit tersebut demi uang seratus juta, sebab nilainya belum setimpal dengan risiko yang akan kita dapatkan bila terjatuh ke dalam jurang tersebut.
Namun apakah hal yang sama terjadi bila jumlah uang yang dijanjikan di bukit seberang sana ditambah menjadi lima ratus juta rupiah?, mungkin sebagian di antara kita ada yang nekat untuk melakukan hal itu.
Karena kebutuhan ekonomi yang sangat mendesak, sehingga tidak menghiraukan risiko lagi, namun sebagian besar masih tetap berpikir keras untuk itu, sebab nilainya pun masih belum setimpal dengan risikonya.
Baiklah, bila kemudian uang itu dilipat gandakan lagi menjadi dua milyar rupiah, maka apakah Anda sudah berani menyeberanginya?, mungkin sebagian besar di antara kita melakukan itu.
Karena teriming-iming oleh jumlah nominal yang besar dan tentu saja risiko yang di hadapi masih relatif antara selamat atau terjatuh, namun bagi Anda yang tetap memilih untuk tidak melakukan itu, mungkin karena Anda menganggap keselamatan lebih berharga dari pada harta yang dijanjikan.
Namun apa yang terjadi bila seandainya diseberang bukit tersebut jumlah harta tidak ditentukan, melainkan di belakang Anda terdapat seekor singa kelaparan yang siap mengoyak tubuh Anda dan melumatnya. Saya yakin dan percaya 100% dari kita semua lebih memilih untuk menyeberangi bukit tersebut yang kemungkinan masih bisa selamat, ketimbang dimangsa oleh binatang buas.
Dari analogi tersebut dapat dipahami bahwa tidak selamanya iming-iming kenikmatan dapat memotivasi kita untuk bergerak dan keluar dari keterpurukan hidup, namun kadang risiko yang hadir di dalam diri kita dapat mamacu adrenalin untuk melakukan sesuatu yang mungkin kita anggap tidak mampu untuk kita lakukan.
Mungkin Anda pun pernah mengalami keadaan di mana saat Anda tidak mampu menyelesaikan tugas yang tidak dibatasi oleh deadline (waktu), namun hal itu akan berbeda bila Anda dihadapkan pada sebuah tugas di mana tugas tersebut memiliki risiko besar dalam hidup Anda.
Bahkan dapat menjadi ancaman yang membahayakan bila Anda tidak menyelesaikannya tepat waktu, maka kondisi itu akan memaksa Anda untuk menyelesaikannya sesegera mungkin. Mengapa hal itu terjadi?, tentu saja karena motivasi yang berbeda yang tertanam di dalam mindset Anda.
Oleh karena itu dibutuhkan motivasi yang kuat untuk memunculkan kekuatan tersebut, bukan hanya dengan iming-iming kenikmatan, melainkan ancaman yang dapat meningkatkan adrenalin sehingga mampu menggali kekuatan alamiah yang ada di dalam diri manusia yang selama ini tidak disadari, mungkin inilah yang kerap kali disebut dengan istilah “the power of kepepet”.
Bila kita menyimak dengan baik konsep Agama dalam menyampaikan doktrin ajarannya, maka kita menemukan bagaimana Tuhan memadukan antara janji dan ancaman ketika menyampaikan sebuah perintah atau larangan, sebab Tuhan tahu janji kenikmatan tidaklah cukup untuk membuat manusia menyadari pentingnya manfaat dari kebaikan yang diperintahkan oleh Tuhan.
Bahkan boleh dikatakan mayoritas di antara orang-orang yang bertaubat (kembali ke jalan yang benar) karena dihantui oleh ancaman yang menakutkan baginya, bukan hanya sekedar iming-iming kenikmatan Surga belaka.
Justru berbanding terbalik dengan mereka yang hanya diimingi oleh kenikmatan, lebih cenderung tidak terlalu maksimal dalam menjalankan perintah Agama, sebab mereka merasa setidaknya telah memiliki pahala yang dapat ia nikmati, padahal sebenarnya pahala saja tidak cukup, melainkan perlu untuk mempertimbangkan seberapa banyak dosa yang ia telah lakukan sehingga pahalanya dapat berguguran.
Di dalam Al-Qur’an sering kita jumpai narasi yang mengungkapkan tentang perbuatan keburukan yang dapat menghalangi kebaikan, misalkan keburukan riya’ yang dapat menghapus pahala ibadah, perbuatan ghibah ataun fitnah yang dapat menghilangkan kebaikan sebagaimana api melahap kayu bakar, kesemuanya itu menggambarkan betapa pentingnya sebuah ancaman sebagai motivasi untuk mencapai kesuksesan agar tertanam di dalam mindsetnya rasa ketakutan agar lebih termotivasi.
Bila saja Anda mampu menghadirkan motivasi ancaman di setiap aktivitas Anda, maka saya yakin segala sesuatunya akan mampu Anda selesaikan dengan perencenaan yang matang dan sangat berhati-hati.
Sebab risiko ancaman senantiasa menghantui Anda, termasuk di antaranya memilih pemimpin, tidak lagi karena pertimbangan janji-janji semu dan kenikmatan sementara berupa money politic yang ditawarkan oleh oknum politikus, melainkan karena Anda menganggap akan ada ancaman besar yang dapat mebahayakan hidup Anda kedepannya bila salah melabuhkan pilihan politik yang tidak tepat.
0 Comments