Sahabat pegiat studi kebencanaan dan kemanusiaan, bersahabat dengan merapi adalah upaya bagaimana mengenal dan memahaminya. Merapi adalah sumber ilmu pengetahuan yang terus berkembang. Sebuah karya pengetahuan yang menceritakan tentang bagaimana suatu peradaban berproses melalui interaksi antara masyarakat dengan alam di mana mereka hidup. Proses tersebut melibatkan manusia, hewan, tumbuhan, dan siklus gunung api yang sewaktu-waktu dapat mempengaruhi eksistensi dan keberlangsungan hidup setiap makhluq yang tinggal dan menjalani dinamika di lereng-lerengnya.
Merapi dan gunung-gunung berapi aktif lainnya adalah ancaman bencana absolute yang membuat pemerintah, warga, dan para pihak yang berada di sekitarnya harus menjadi lebih tangguh. Bentuk-bentuk ketangguhan dapat dilihat pada bentukbentuk pranata sosial maupun pranata fisik yang mengarah pada kemampuan para pihak untuk beradaptasi dan bertransformasi.
Bagai sebuah makhluq yang bernyawa, Gunung Merapi dapat dikenal, dimengerti, dan kemudian difahami agar semua unsur yang ada di dalamnya dapat menjalin komunukasi yang selaras. Hal itulah yang kemudian dijadikan falsafah hidup masyarakat Merapi bahwa merapi tak pernah ingkar janji.
Mereka memiliki kearifan lokal yang menjadi pengetahuan hasil dari proses memahami merapi setelah ratusan tahun hidup bersahabat bersama dengannya.
Di tengah proses memahami ini, prediksi dan penafsiran manusia tentang Gunung Merapi tidak lantas menjamin terjaganya hubungan baik antar elemen yang ada di dalamnya. Dalam sejarahnya, beberapa kali keganasan Gunung ini tidak dapat diredam dan dibendung sehingga memunculkan korban luka, korban jiwa, dan korban materi sebagaimana yang terjadi pada letusan tahun 2010.
Berangkat dari kenyataan sejarah tersebut, memberikan tantangan kepada saya untuk menelaah lebih jauh apakah dengan kondisi tersebut lantas membuat masyarakat harus meninggalkan Gunung Merapi. Meninggalkan tempat yang menjadi saksi bagaimana mereka lahir dan dibesarkan. Meninggalkan tempat yang menyimpan banyak memori kehidupan.
Padahal mereka meyakini bahwa mereka telah tangguh dan dapat Hidup Selaras Bersama Ancaman Merapi. Selain itu Merapi tidak hanya menyimpan keindahan tersendiri, namun juga menyimpan kekayaan sumber daya alam yang menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat di sekitarnya.
Dari sinilah, penulis meyakini bahwa kebijakan pemerintah untuk merelokasi masyarakat merapi paska erupsi 2010 sama halnya dengan mencerabut akar kehidupan mereka. Meski niat baik pemerintah ditopang oleh penelitian dan basik ilmu pengetahuan, namun masyarakat Merapi tetap yakin bahwa merekalah yang lebih tahu bagaimana cara memahami Merapi.
Buku ini merupakan pengembangan dari karya tesis penulis ketika menempuh pendidikan S2 di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) pada bidang Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK). Study ini berawal saya menjadi Dirketur eksekutif WALHI Yogyakarta periode 2008-2012 memberanikan diri bersama jaringan melakukan advokasi dan pendampingan kepada masyarakat Glagaharjo yang tidak mau di relokasi paska erupsi 2010 lalu.
Advokasi ini diangab berani karena banyak kalangan termasuk organisasi swadaya masyarakat yang menarik diri memberikan bantuan advokasi dan pendampingan kepada masyarakat Glagaharjo karena tekanan dari pemerintah dan juga lembaga donor.
Buku ini cukup representatif untuk mengenal bagaimana dialektika alam pengetahuan masyarakat Merapi beradu ide dan gagasan dengan kebijakan pemerintah. Buku yang penting dalam kajian mitigasi bencana, sosial dan budaya, haluan kebijakan dan hak asasi manusia, serta pengkayaan kajian sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Buku ini, dalam tinjauan penelitian dan kajian studi mitigasi bencana dan sosial kemanusiaan telah menyajikan tawaran acuan untuk memberikan pengaruh terhadap kemajuan ilmu pengetahuan, kemajuan mitigasi kebencanaan, kemajuan soal dan kebudayaan, dan kemajuan-kemajuan bagi para petualang ilmu pengetahuan dari dua perspektif tentang estetika pengetahuan masyarakat Merapi dalam membaca alamnya sehingga mampu menjaga hubungan berkesinambungan.
Penulis dan Editor
Suparlan, S.Sos.I.,MA.,C.EIA
Muhammad Barir, S.Th.I., M.Ag.
One Comment