Terkadang memang meyakinkan diri terhadap apa yang tidak (belum) bisa dilihat akan sedikit menyita waktu. Itupun kalau memang mau berpikir dan merenungkannya.
Tidak sedikit yang lebih memilih bersikap realistis ketimbang mencoba merenungkan pola-pola teosofi, dengan kata lain memikirkan sesuatu yang bersifat transenden. Atau memang apatis dan skeptis adalah sifat dasar dari manusia? Terlebih pada ruang transendental.
Dalam hal ini memang keimanan yang menjadi titik fokusnya. Di satu sisi dikatakan bahwa keimanan bersifat personal, pengalaman spiritual, dan bukan untuk hidangan publik. Jika demikian maka tidakkah menjadi satu pondasi untuk memahami dan mempelajari rasa yang dianggap pengalaman spiritual pribadi.
Kata Tuhan dalam Hadis qudsinya, man lam yadkurillah ta’ala faqad bari’a min al iman. Penekanannya adalah mengingat, memikirkan, merenungkan, memahaminya. Karena semakin sering melakukan perenungan atas-Nya maka akan bertemu dengan fase-fase pemahaman atas sifat-sifatnya.
Sikap dasar manusia yang kerap kali muncul adalah sambat, mengeluh, dan meminta. Kalau konteksnya Tuhan maka berdoa. Sekalipun shalat dipahami sebagai doa.
Dengan demikian maka berdoa adalah wujud komunikasi makhluk kepada Tuhan. Dasarnya ada (itu kalau masih tanya dalil) “memintalah kepada-Ku maka akan Aku kabulkan permintaan kalian semua!” ini bahasa perintah, yang pada akhirnya terbentuk satu formula aturan-aturan dalam melakukan perintah tersebut.
Nabi pernah berkata “Berdoalah di sepertiga malam, karena saat itu para malaikat turun ke bumi menghantarkan rahmatNya.” dengan kata lain waktu berdoapun menjadi bagian dari tatakrama dalam berdoa.
Sehingga ada keterangan dalam kitab Nashaihul Ibad yang disyarahi dari karya Imam Abu Ja’Far al Asqalani al Mishri oleh Syaih Abu Abdul Mu’ti Muhammad Nawaai al Tanara al Jawi al Bantani atau Imam Nawawi Al Bantani (1815H) yang menjelaskan bahwa ketika berdoa diawali dengan sholawat, rasa syuku, istighfar kemudian isi dari doa kita dan di akhiri pula dengan mengharap syafaat Rasulullah, maka akan segera diijabahi oleh Tuhan.
Dalam hal ini konteknya adalah tata cara berdoa, pendek kata, jika dalam kontek komunikasi sosial saja masih terjaga tata kramanya, maka seharusnya begitu juga dalam perihal berdoa atau meminta kepada Tuhan.
Aturan-aturan dalam berdoa adalah kunci dari kualitas hubungan kita kepada Tuhan. Bukan seberapa fasih bacaan tetapi seberapa mantap iman dalam dada, bukan perihal seberapa bagus pakaian saat berdoa tetapi keyakinan dalam beribadah kepada Tuhan.
Dengan begitu bukan perihal seberapa lama doa atau permintaan itu dikabulkan, tetapi seberapa baik adab dalam berdoa, caranya? Meminta dengan sadar bahwa manusia hanyalah makhluk fana, terus? Menyandarkan sepenuhnya jiwa kepada Tuhan maha segala.
Terus? Tidak pernah lupa mensyukuri setiap nikmatnya, sekecil apapun. Terus? Kalau anda masih tanya saja, maka tidak ada rasa Husnudzan atau berpikir baik sama sekali kepada Tuhan, dan jika kepada-Nya saja anda selalu berpikir buruk, apalagi kepada kita sesama manusia.
Ahmad Dahri, 2019
Baca juga: Sudah Sopankah Doa Anda? (Bagian 2)
One Comment