Benteng Eksistensialisme Sartre

Teori yang dikembangkan oleh Sartre kontra-produktif pada akhirnya. Ia membuat kemunduran, sangat mundur.5 min


Sumber: idntimes.com

Jean-Paul Sartre muncul sebagai filsuf yang memproklamirkan aliran eksistensialisme−ada juga yang beranggapan bahwa eksistensialisme ini sebuah gerakan, di mana, ajaran-ajaran yang dikembangkan melawan filsafat tradisional.

Dalam perjalanan teorinya, kritikan-kritikan pedas dibicarakan oleh Sartre dalam ceramahnya saat penyampaian materi kuliah di Club Maintenant-yang tercatat dalam buku “Eksistensialisme dan Humanisme”. Lahirnya kritikan ini dimulai dari pemahaman yang berbeda-beda sesuai dengan keyakinan masing-masing ditambah dari pemikiran Sartre sendiri. Sehingga memunculkan stigma kehancuran bila teori Sartre ini diamalkan oleh seluruh umat manusia.

Bagaimana tidak, jika semua dipandang oleh subjektifitas. Maka, manusia akan membuat onar dan kerusakan yang tidak bisa dielakkan lagi. Dunia yang umurnya tidak lagi panjang melihat bencana yang terus datang malah akan dipercepat kemusnahannya dengan tingkah manusia yang tidak dapat dikontrol lagi, sebab tidak ada lagi yang namanya objektif.

Walaupun ada tanggung jawab yang diutarakan Sartre. Tetapi tanggung jawab itu hanya untuk pribadi masing-masing. Tidak mencakup kepada semuanya karena konsekuensi dari subjektifitas yang dianutnya.

Baca Juga: Hakikat Kebahagiaan dalam Filosofi Teras

Mari kita perdalam lagi bagaimana kritikan itu diberikan dan siapa yang memberikan kritikan itu pada Sartre yang dibahas saat materi kuliah di Club Maintenant.

Kritikan

Secara alami, serangan kritikan terhadap pemikiran datang, begitupun pemikiran Sartre. Dimulai dari teorinya yang mengemukakan manusia dikutuk untuk merdeka memilih kemungkinan yang akan terjadi dan harus mempertanggungjawabkannya. Ini menurut kaum komunis akan menjurus kepada keputusasaan, jikalau pilihan yang diambil tidak efektif.

Ketika pilihannya tidak efektif, ia akan mulai diganggu oleh pemikiran itu dan tidak lagi memilih. Bahkan bisa saja pada akhirnya ia akan bunuh diri sebab putus asa terhadap pilihan yang diambilnya itu. Dan dampak secara global akan membuat kekacauan yang tak terkira.

Tak hanya itu, manusia menurut Sartre menggunakan titik tekan subjektifitas dalam pemilihannya. Pilihan yang diambil murni dari dirinya dan akan menjadi tanggung jawabnya sendiri. Masa-masa tanggung jawab itu harus dipikirkan kembali untuk menentukan pilihan, jatuh lagi tanggung jawab yang lain. Ini akan memberatkan.

Kemudian, persoalan lain adalah pemikiran Sartre yang tertuang dalam buah karya dramanya yang berjudul “Huis Clos”, sangat ketara akan sebuah neraka yang tidak imajinatif. Orang lain adalah nerakanya, di mana di sana sangat jelas antar individu saling menyalahkan dan menutupi semua kesalahan masing-masing. Dan tentu itu bagaikan neraka yang jelas sekali bagi manusia.

Setelah itu, manusia akan terisolasi dengan tidak mau berhubungan dengan  manusia lainnya. Atau jika tidak begitu, paling minim akan menjadi penyendiri dan tak mau lagi untuk sering berkontak fisik dengan yang lain. Ini akan menghilangkan fitrah manusia yang menjadi makhluk sosial.

Padahal menurut komunis, solidaritas manusia itu ada dan ini yang terlupakan oleh Sartre, bahwa tidak semua akan saling menyalahkan. Sartre melupakan manusia yang masih peduli terhadap sesama tanpa menyalahkan. Lupa akan kehidupan manusia yang fitrahnya bersosial.

Di samping itu, perasaan tidak bisa didapatkan dengan hanya berpikir. Karena perasaan timbul secara tiba-tiba dan memang murni dari hati nurani. Jika masih harus dimunculkan dengan berpikir, manusia berarti dituntut untuk menumbuhkan perasaan itu secara efektif dan efisien dengan rentan waktu yang singkat.

Terakhir, teori Sartre yang dikritik adalah nilai. Menurut Sartre nilai ini masih saja akan bersifat subjektif dan tidak akan pernah menjadi objektif. Karena, lagi-lagi mengambil dari kutukan merdeka itu, manusia bebas memilih mana yang dianggapnya bernilai baik mana yang bernilai buruk.

Namun, Kristiani memulai dengan pembahasan bahwa Sartre telah ingkar terhadap masalah yang serius-nilai. Karena, jika yang ada hanya kehendak bebas manusia, maka yang akan terjadi manusia akan bertindak semaunya dan orang lain tidak bisa menyatakan bahwa itu adalah sebuah kesalahan. Akibatnya, semua manusia akan semaunya dalam mengambil sebuah tindakan, walaupun dalam nilai yang objektif itu adalah sebuah kesalahan.

Teori yang dikembangkan oleh Sartre kontra-produktif pada akhirnya. Ia membuat kemunduran, sangat mundur. Membuat manusia takut untuk memilih, membuat manusia takut bersosial dengan menyebut neraka adalah orang lain yang bisa menimbulkan perpecahan.

Akan tetapi, semua penjelasan kritikan ini, menurut Sartre tidaklah secara utuh memahami kesubjektifan eksistensialisme dan eksistensialisme itu sendiri. Sehingga, muncul stigma dan praduga yang tidak mengenakkan bagi seluruh umat manusia terhadap teori yang diangkat.

Jawaban

Sartre memang mengamini eksistensialisme berangkat dari subjektifitas individu. Akan tetapi, kesubjektifitasan ini sudah dipertimbangkan dengan pemikiran filosofis yang ketat. Eksistensialisme ini tidak menginginkan sebuah kumpulan teori yang tidak memiliki fondasi kenyataan yang kuat. Sehingga pencapaian kebenaran terbukti tanpa harapan yang mengambang.

Perlu digaris bawahi, bahwa subjektifitas yang diutarakan oleh eksistensialisme memiliki dua pemahaman. Sedangkan lawannya hanya memahami salah satu kata Sartre, yaitu kebebasan subjek-subjek individual, dan di sisi lain bahwa manusia tidak melampaui subjektivitas. Artinya, apabila kita memilih untuk diri kita sendiri, itu secara otomatis memilih untuk semua manusia. Karena, dampak yang dihasilkan oleh pilihan kita untuk menciptakan diri sendiri. Pilihan kita tidak terlepas dari kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.

Kemungkinan ini bukan kemungkinan yang tidak berkaitan erat dengan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Karena sebenarnya, manusia memegang sepenuhnya kendali terhadap dirinya sendiri dan terlepas dari segala yang ada. Sehingga, kebebasan untuk memilih di antara kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi itu adalah sebuah kutukan yang harus dijalankan dengan konsekuensi tanggung jawab terhadap pemilihan kemungkinan.

Maka dari itu, keputusan memilih yang diambil oleh manusia tidak akan menjerumus terhadap keputusasaan. Karena mau bagaimanapun juga konsekuensi tanggung jawab harus dihadapi dengan memilih kembali kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi dengan lebih baik lagi.

Pemilihan kemungkinan tidak hanya melihat dari kacamata diri sendiri. Pilihan yang dilakukan oleh manusia juga harus memperhatikan manusia lainnya. tak dapat dipungkiri, dampak yang dihasilkan oleh pilihan-pilihan manusia juga akan menyangkut orang lain baik skala besar maupun kecil.

Sartre menegaskan bahwa setiap pilihan manusia itu mengandung unsur diri dan manusia secara global. Ketika kita meyakini akan eksistensi mendahului esensi serta kebebasan diri, secara otomatis kita juga mengamini hal yang sama ada pada orang lain. Tidak tepat jika eksistensialisme dipandang mengesampingkan solidaritas manusia.

Memang, jika dibayangkan makna kebebasan ini akan menghancurkan. Akan tetapi, kebebasan manusia masih memiliki batasan-batasan yang harus dimengerti, seperti kebebasan manusia lainnya. Maka, kebebasan ini dihadapkan kepada pemilihan kemungkinan yang akan terjadi.

Baca Juga: Sebuah Mantra untuk Kebebasan

Ketika kebebasan pemilihan dihadapkan dengan hal yang tiba-tiba dan sangat dibutuhkan secara cepat. Pemilihan yang dilakukan oleh manusia tidak secara tiba-tiba memutuskan dengan merubah pikiran secara instan seperti yang diajarkan Gide. Dalam pandangan eksistensialis, manusia telah menemukan dirinya dalam keadaan terorganisir di mana ia sendiri terlibat; pilihannya menyangkut, melibatkan keseluruhan umat manusia dan tidak dapat mengelak dari sebuah pilihan. Dan pilihan yang ditetapkan oleh manusia adalah penegasan nilai yang terbaik bagi dirinya. Walaupun, secara selayang pandang manusia lain, itu bukan pilihan dengan nilai yang terbaik.

Orang lain hanya mampu menilai pilihan yang kita jalankan. Implementasi terhadap pilihan itu, akan menjadi takaran secara subyektif orang lain untuk menilai kita. Bukan kemudian tidak bisa kita dibenarkan ataupun disalahkan. Eksistensialisme tetap memegang teguh terhadap kebebasan yang disebutkan di atas.

Bukan karena alasan kebebasan ini kita tidak bisa menilai. Setiap manusia masih bisa menilai dengan kesubjektifannya, karena lagi-lagi setiap manusia yang menilai segala tingkah laku manusia lain juga dihadapkan dengan beberapa kemungkinan yang harus diambil salah satu sebagai pilihan.

Menurut Sartre, pilihan ini secara sadar dilakukan oleh manusia. Di mana manusia memiliki dua kesadaran. Yang pertama adalah kesadaran pra-reflektif, kesadaran ini muncul saat manusia melakukan segala sesuatu tanpa refleksi. Karena subjek-manusia-mengarahkan kesadarannya kepada objek. Semisal, ketika kita membaca buku, pada saat membaca buku kesadaran kita tertuju kepada isi buku yang sedang kita baca, bukan kepada perbuatan kita saat membaca.

Kedua, kesadaran reflektif. Kesadaran ini muncul saat manusia merefleksikan kesadaran pra-reflektif  dengan perbuatan-perbuatan subjek. Contoh, kita tidak lagi mengarahkan kesadaran terhadap buku, melainkan kepada perbuatan-perbuatan ketika kita membaca buku.

Akhirnya, Sartre memang mematahkan segala kritikan di atas dengan terperinci. Semangat untuk hidup tanpa menggantungkan harapan terhadap hal-hal yang “terlepas” dari kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Akan tetapi, memang tak dapat dipungkiri teorinya menimbulkan ketakutan dengan kutukan kebebasan yang ia utarakan, sehingga pilihan yang diambil dihantui dengan kegagalan walaupun menurut diri itu sudah menjadi paling terbaik.

Sumber Refrensi:

Sartre, J.P., 1948, Existentialism and Humanism, Penerj, Philip
Mairet. London: Methuen.

Editor: Ainu Rizqi
_ _ _ _ _ _ _ _ _
Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! Selain apresiasi kepada penulis, komentar dan reaksi Anda juga menjadi semangat bagi Tim Redaksi 🙂

Silakan bagi (share) ke media sosial Anda, jika Anda setuju artikel ini bermanfaat!

Jika Anda ingin menerbitkan tulisan di Artikula.id, silakan kirim naskah Anda dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannya di sini! 

Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!


Like it? Share with your friends!

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
0
Sedih
Cakep Cakep
0
Cakep
Kesal Kesal
0
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
0
Tidak Suka
Suka Suka
1
Suka
Ngakak Ngakak
0
Ngakak
Wooow Wooow
0
Wooow
Keren Keren
0
Keren
Terkejut Terkejut
0
Terkejut

One Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals