Urgensi Mengenalkan Islam Wasathiyah ke Negara Eropa

Gagasan tentang sikap moderasi bukan hanya penting menjadi alternatif untuk mengembangkan peradaban dunia, namun juga penting untuk membangun perdamaian dunia.3 min


3
3 points
Sumber gamber: NU.or.id

Adalah penting mengenalkan Islam wasathiyah (Islam moderat) di negara-negara Eropa, mengingat sebagian besar mereka mengenal Islam hanya melalui media massa, yang kebetulan banyak memberitakan tentang fenomena radikalisasi agama melalui aksi-aksi terorisme.

Akibatnya, muncul gejala Islamophobia dan sikap negative thinking tentang Islam dan orang Islam itu sendiri. Padahal, karakter dasar Islam sesungguhnya adalah agama wasathiyah (Q.S al-Baqarah [2]: 143), yakni agama yang mengajarkan sikap adil, seimbang, toleran, saling menghargai, dan tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.

Islam adalah agama yang mengajarkan pentingnya hidup damai, rukun, dan harmoni. Itu sebabnya, peranan akademisi dan juga para dai menjadi sangat penting dalam rangka menyampaikan pesan-pesan perdamaian tentang Islam ke negara-negara Eropa, yang dewasa ini dibungkus dalam terminologi Islam wasathiyah.

Gagasan tentang sikap moderasi bukan hanya penting menjadi alternatif untuk mengembangkan peradaban dunia, namun juga penting untuk membangun perdamaian dunia. Peradaban dunia tidak akan tegak dan jaya tanpa perdamaian dunia.

Dalam diskusi-diskusi di level international yang penulis ikuti, muncul sebuah kesimpulan bahwa sikap moderasi bukan hanya penting dipraktikkan di kalangan muslim, tetapi juga di kalangan nonmuslim. Sebab sikap moderat adalah sikapyang ideal dalam membangun perdamaian masyarakat multikultural di era global dewasa ini.

Sebenarnya sudah lama penulis merencanakan untuk bisa pergi keliling Eropa dalam rangka rihlah ilmiah-akademiyah. Hal ini mengingat pentingnya mengembangkan pengalaman akademik dalam rangka internasionalisasi Prodi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir (IAT) FUPI UIN Sunan Kalijaga yang kira-kira tiga tahun terakhir selalu digaungkan oleh Rektor UIN Sunan Kalijaga Prof. Drs. K.H. Yudian Wahyudi.

Alhamdulillah, pada tanggal 16-27 Juni  2019, keinginan tersebut  dikabulkan Allah Swt. Akhirnya, setelah mendapatkan paspor dan visa, penulis memutuskan untuk berangkat ke Eropa,  bersama empat teman dari Prodi IAT dan ILHA, yaitu Dr. M. Alfatih Suryadilaga, Dr. Ahmad Baedowi, Dr. Afdawaiza, dan Dr. Saifudin Zuhri.

Kegiatan tersebut terlaksana berkat adanya International Conference di Belanda yang mengambil tema “Seeking the Middle Path (al-Wasathiyah): In Articulations of Moderate Islam”, 18-20 Juni 2019 di Netherland, diselenggarakan di Radboud University di Nijmegen Belanda bekerjasama dengan PCI NU Belanda.

Riset penulis yang berjudul “The Contribution of K.H. Sholeh Darat’s in Affirming Moderate Islam (Islam Wasathiya) in the Archilpelago”, dinyatakan diterima oleh panitia. Akhirnya, penulis diundang sebagai invited speaker dalam panel diskusi yang dipimpin oleh convener Prof. Dr. Nico Kaptein and Dr. Roel Meijer.

Sungguh pengalaman yang sangat challenging sekaligus agak deg-degan, menyampaikan hasil riset dengan bahasa Inggris  di hadapan para bule dan peserta Internasional Conference yang datang dari berbagai negara. Pasalnya, penulis sadar memang bukan alumni luar negeri sebagaimana beberapa kawan lain. Namun, berkat pertolongan Allah Swt. dan support kawan-kawan, everything have run well dan presentasi penulis relatif lancar. Berikut ini saya kutipkan abstrak dari paper penulis.

***

Moderate Islam is one of the  currentissues discussed in responding to the phenomenon of religious radicalization. Kiai Sholeh Darat is an important node in the network of ulama Nusantara who has carried out the process of transmitting and transforming Islamic knowledge in Indonesia. The contribution of his thoughts is very significant in affirming wasathiyyah Islam. This can be traced from several of his works, such as the Sabīl al-`Abid fi Jauhar al-Tauhid, Majmû’ah al-Shari’ah al-Kâfiah lil `Awamm, Asrar al-Shalâh, Matan Hikam Translation, and Faid al- Rahman. Unfortunately, the concept of wasathiyah Islam has not been revealed by many researchers. In relation to the phenomenon of religious radicalization which is increasingly overwhelming, it becomes important to reaffirm the concept of wasathiyyah Islam, as part of efforts to counter religious radicalization, especially in Indonesia (Nusantara).

Using the historical-philosophical approach and the theory of sociology of knowledge, this research argues that Kiai Sholeh Darat has made a significant contribution in sowing the ideas of wasathiyah Islam in Indonesia. All of his works have reflected  the notions of moderate Islam, and up to now his works still has been studied by the KOPISODA  community (The Lover Community of Sholeh Darat). The concept of  Moderate Islam can be seen in several important points, namely 1)Theological concepts reflecting moderate notions, not easy to judge kafir (to be unbeleiver) to the other, 2) the relationship between revelation and reason, 3) the relationship between Islam and culture, 4) the relationship between syari’ah  and haqîqah and 5) the relationship between the exoteric  meaning of  Qur’anic verses and the exoteric ones in the context of Qur’an interpretation.

These five points are important to be re-actualized in order to reaffirm the idea of wasathiyyah Islam in the Archipelago, because models of radical Islamic (read: extreme) thinking in Indonesia today besides not having strong epistemological guidance from the turâts of Nusantara Islamic thought, are also not in line with the characters of Islam which always choses the principle of moderation (wasathiyah), balanced (tawâzun) and tolerant (tasâmuh).

***

Setelah selesai mengikuti dan presentasi konferensi di Nijmegen tanggal 18-20 Juni 2019 dan International Den Haag, penulis mendapatkan undangan lagi untuk mengikuti konferensi international lagi tentang Interfaith Dialogue di Den Haag tanggal 20 Juni 2019, sebagai peserta aktif.

Setelah selesai konferensi,  penulis diberi kesempatan untuk City Tour di beberapa negara Eropa untuk melihat situs-situs peradaban kuno dan beberapa kanal destinasi wisata di Eropa, seperti Dam Square, Valendam di  Amsterdam Belanda,  menara Eiffel, Museum de Louvre di Paris Perancis dan Grand Mosque yang dikelola orang-orang Maroko  di Paris. Sementara di Belgia penulis dapat berkunjung  Mannaken Pis di Brussel dan beberapa tempat lainnya.

Dari pengalaman penulis sedikit bisa keliling ke beberapa negara Eropa tersebut, dapat dikatakan bahwa sistem transportasi di negara Eropa sangat baik, karena memberi kenyamanan  bagi para penumpang, kecuali mungkin di Perancis yang agak khawatir karena ada copet.

Sedangkan di Belanda, hemat penulis,  kondisi lingkungan alamnya bersih dan airnya jernih, sehingga bisa langsung diminum melalui kran-kran yang tersedia. Masyarakat di sana juga toleran, cukup ramah  dan sangat menghargai waktu. Tidak berlebihan jika dulu Muhammad Abduh pernah berkata, “Saya menemukan Islam di Eropa, tapi tidak melihat Muslim di sana”.

Akhirnya, dengan mengenalkan model keislaman yang wasathiyyah, masyarakat Eropa yang notabene mayoritas nonmuslim, setidaknya dapat mengoreksi kembali persepsi mereka tentang Islam yang selama ini dinilai suka melakukan aksi kekerasan dan terorisme. Mereka diharapkan menyadari bahwa aksi tersebut tidaklah representsi mayoritas umat Islam, melainkan mungkin hanya beberapa oknum yang mengatasnamakan Islam.

Wallahu alam bi al-shawab.


Like it? Share with your friends!

3
3 points

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
0
Sedih
Cakep Cakep
0
Cakep
Kesal Kesal
0
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
0
Tidak Suka
Suka Suka
6
Suka
Ngakak Ngakak
0
Ngakak
Wooow Wooow
1
Wooow
Keren Keren
2
Keren
Terkejut Terkejut
0
Terkejut
Prof. Dr. H. Abdul Mustaqim, M.Ag.
Prof. Dr. H. Abdul Mustaqim, M.Ag. adalah Guru Besar Ilmu Al-Quran dan Tafsir UIN Sunan Kalijaga dan Pengasuh Pesantren Mahasiswa LSQ (Lingkar Studi al-Qur’an) ar-Rohmah Yogyakarta.

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals