Membincang ASN Sebagai Agen Kontra Narasi Radikalisme

tentang penggalakkan kontra narasi radikalisme, merupakan kewajiban dan tanggung jawab semua WNI, demi terwujudnya masyarakat Indonesia yang aman dan damai3 min


6
lampost.co

Ratusan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Kanwil Kementerian Agama Jawa Tengah Tahun Anggaran 2018 memadati Aula Lantai III kantor setempat di Jalan Sisingamangaraja No. 5, Semarang (18/06). Pasalnya hari tersebut dilaksanakan kegiatan Pembekalan dan Penyerahan SK CPNS Tahap III di lingkungan Kanwil Kementerian Agama Jawa Tengah oleh Kakanwil Kemenag Jawa Tengah, Drs. H. Farhani, S.H., M.M.

Suatu kebanggan tersendiri penulis bisa menjadi bagian dalam kegiatan tersebut. Menarik bagi penulis untuk menyampaikan beberapa poin penting dalam sesi pembekalan. Farhani menyampaikan tentang hak dan kewajiban, serta tanggung jawab sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Agama. Beliau juga memaparkan setidaknya CPNS harus memiliki empat pondasi dan dasar untuk nantinya menjadi ASN yang baik, benar, dan profesional.

Pertama, kompetensi yang baik. Para CPNS yang seluruhnya merupakan guru di madrasah negeri dalam naungan Kemenag, terdiri dari jenjang Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA) perlu memiliki kompetensi seorang guru yang profesional. Yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.

Kompetensi pedagogik berkaitan dengan kemampuan dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik. Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal pendidik yang mencerminkan kepribadian, mencakup unsur fisik maupun psikis. Kompetensi sosial berkaitan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

Adapun kompetensi profesional erat kaitannya dengan kemampuan pendidik dalam penguasaan metode pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik dalam menguasai materi yang diajarkan sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan. Semua kompetensi tersebut harus dimiliki dan terpersonalisasi dalam diri dan jiwa seorang pendidik.

Kedua, memiliki wawasan dan paham kebangsaan yang kuat. Konteks ini mensyaratkan seorang CPNS harus sudah final berkaitan dengan ideologi dan paham kebangsaan yang harus terpatri dengan kokoh dan kuat dalam hati serta teraktualisasi dalam setiap tindakan. Hal ini erat kaitannya dengan pemahaman dan pelaksanaan empat pilar kebangsaan Indonesia yang dikenal dengan PBNU, yaitu Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945.

Ketiga, terbebas dari paham dan sikap kebangsaan yang menyimpang. CPNS harus sudah selesai dengan ajaran dan paham radikalisme, intoleransi, atau bahkan terorisme. Sudah selesai di sini maksudnya adalah selesai dalam mempelajari dan mengkaji ajaran dan paham tersebut, sehingga ditarik suatu kesimpulan tidak layak dan tidak perlu dipropagandakan karena dapat merusak keamanan, ketertiban, dan kondusifitas masyarakat.

Pada poin inilah yang menjadi ketertarikan penulis, posisi CPNS yang selanjutnya akan menjadi PNS dan menjadi bagian ASN memiliki fungsi strategis sebagai bagian dari pelaku kontra narasi radikalisme dan paham menyimpang lainnya. Jadi ASN tidak hanya selesai dengan dirinya sendiri saja, namun mampu berandil membangun kontra narasi radikalisme mengimbangi tindakan pemerintah selama ini yang dianggap terlalu represif melalui aparat penegak hukumnya.

Kontra narasi radikalisme atau juga dikenal dengan istilah countering violent extremism (CVE) merupakan pendekatan untuk menangkal narasi kekerasan yang disebarluaskan kelompok-kelompok ekstremis (teroris). Fadli Rais dalam nu.or.id memaparkan ada tiga konsep kontra narasi yang bisa dibangun yaitu, pertama, konsep kontra narasi menggunakan framing ancaman terhadap kedamaian atau kerukunan lebih soft ketimbang menggerakkan banyak orang untuk melakukan perlawanan terhadap terorisme.

Kedua, mengedepankan dialog antarpihak. Narasi yang dibangun oleh pihak yang mendukung gerakan terorisme mengutamakan arus utama berupa parsialitas sebuah informasi. Ketiga, investasi gerakan kontra narasi di lapisan akar rumput. Bangsa kita yang memiliki segudang cara untuk melakukan adaptasi terhadap perkembangan tanpa menghilangkan nilai budaya setempat.

Adapun menurut Muhammad Abdullah Darraz, Direktur Eksekutif Maarif Institute, sebagaimana dikutip nasional.kompas.com menyatakan salah satu langkah konkret kontra narasi radikalisme adalah melalui pendidikan di berbagai tingkatan. Darraz meyakini pendidikan menjadi kunci untuk mencegah radikalisme. Misalnya, lembaga pendidikan harus membangun daya kritis generasi muda dalam mencerna informasi di dunia maya. Sebab, paham radikalisme juga disusupi lewat dunia siber, seperti ajakan melakukan hijrah ke Irak dan Suriah yang mengatasnamakan agama.

Maka dari itu, para ASN utamanya guru di lingkungan pendidikan menemukan fungsi strategisnya dalam menyerukan kontra narasi radikalisme. Melalui pembelajaran dan pendidikan di sekolah/madrasah, guru dapat menyisipkan kontra narasi tersebut, bahwa tindakan kekerasan apa pun alasannya tidak dibenarkan oleh agama dan mencederai nilai-nilai universal kemanusiaan.

Guru juga perlu mengintenskan pendidikan karakter yang berkelanjutan, yang mengenalkan dan mengimplementasikan tentang nilai-nilai kemanusiaan, kebebasan, toleransi, kerja sama, kesetaraan, solidaritas, dan lainnya baik dalam kerangka politik, ekonomi, juga budaya. Tentu tujuan utamanya mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang demokratis dan berkeadilan, dalam arti memerdekakan masyarakat dari kondisi-kondisi kekerasan. Pada intinya menjadikan ASN mampu menjadi agen yang mampu menjadi peredam dan penyejuk konflik di lingkungan masing-masing.

Keempat, memiliki integritas tinggi. Kata integritas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menunjuk pada arti sesuatu yang memiliki nilai tersendiri karena mutunya, yang karena mutu tersebut menempatkan ia menjadi sesuatu yang memiliki arti dan bernilai. Darinya muncul pesona keanggunan sekaligus kewibawaan dan terpancar sosok yang memiliki integritas. Nabi Muhammad saw. adalah sosok pribadi yang memiliki kepribadian yang paripurna dan integritas tinggi. Satunya kata dan perbuatan, memegang teguh nilai-nilai kebenaran adalah di antara indikasi beliau seorang yang memiliki integritas. Dalam konteks Kementerian Agama integritas secara sederhana dapat dimaknai keselarasan antara hati, pikiran, perkataan, dan perbuatan yang baik dan benar.

Demikian, empat pondasi dasar yang hendaknya dimiliki oleh seorang ASN. Namun, menurut hemat penulis, empat pondasi tersebut dapat diterapkan oleh siapa pun dan di mana pun, tanpa memandang pekerjaan, jenis kelamin, usia, dan lainnya. Apalagi berkenaan tentang penggalakkan kontra narasi radikalisme, merupakan kewajiban dan tanggung jawab semua warga negara Indonesia, demi terwujudnya masyarakat Indonesia yang aman, tenteram, dan damai.


Like it? Share with your friends!

6
Abdul Ghofur

Abdul Ghofur, S.Pd.I., M.Pd., Guru pada MAN 1 Pati, Jawa Tengah; penelusur jalan kehidupan, masih proses pencarian makna & hakikat hidup yang sejati.

One Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals