Fastabiqul Khairat: Refleksi atas Nilai-Nilai Kebaikan

Asal kata fastabiq adalah sabaqa, yang berarti mendahulukan, dengan kata lain ketika melakukan apapun maka yang didahulukan adalah kebaikan2 min


2

Aktivitas barbar adalah suatu fenomena yang memprioritaskan persaingan, perlombaan dan kemenangan, dengan kata lain ada menang ada kalah. Pendek kata siapa yang kuat dia yang menang. Jika teori evolusi mengatakan bahwa siapa yang mampu menyesuaikan dalam kehidupan, maka dia yang mampu bertahan hidup. 

Dan sayangnya, tanpa sadar setiap kehidupan dewasa ini secara tidak langsung menjadi lokus barbarian itu sendiri. Perlombaan apa yang tidak ada penontonnya? tidak ada sorai sorak penumbuh semangat katanya, tapi pembunuhan karakter di satu sisi. Pertandingan bola tidak lagi menjadi ajang ngopi bareng, melainkan seperti menyaksikan dua singa berebut daging, kemudian yang berdarah-darah dan menang dia dianggap pahlawan, dan yang kalah dianggap singa kehilangan taring.

Budaya pop macam apa yang tidak ada pemerolan suara pendukung. Acara ngaji saja menjadi ritus perlombaan yang religius, bahkan menjadi satu jalan menuju kebanggaan yang mulus, katanya. Surga menjadi biang lala penyemangatnya. bukan pesertanya, tetapi penjual dan pembelinya. Karena dianggap laku di pasaran modal, maka dikemas dan dipajang di etalase-etalase pasar perlombaan.

Bukankah lomba dianjurkan dalam kitab suci? Oh..maksud anda Fastabiqul Khairot? Asal kata fastabiq adalah sabaqa, yang berarti mendahulukan, dengan kata lain ketika melakukan apapun maka yang didahulukan adalah kebaikan. Oalah salah kaprahe kog keterlaluan.

Memang makna dari kata “barbar” sangatlah beragam, tergantung dari mana kita melihatnya, pendekatannya pun berbeda-beda, konteks sejarah, konteks etimologi bahasa, atau kontek kaum di luar Yunani. Kalaupun garis besarnya adalah orang barbarian adalah mereka yang berada di luar Yunani maka Plato (474 SM) Menolak dikotomi tersebut, dengan alasan hal ini menjadi logika absurd.

Kalau saja barbar berarti secara garis besar adalah mereka yang memiliki moral biadab, tidak terpuji, dan bisa saja melakukan pembunuhan-pembunuhan, terutama pembunuhan mental dan karakter. Maka bagaimana dengan keadaan interaksi kehidupan saat ini? dalam siklusnya, perkembangan politik, pendidikan dan syariat agama.

Misalnya, kita bisa mengambil contoh sepak bola, antara pemain, pelatih, team official, bahkan penonton, nyatanya kurang percaya kepada wasit. Contoh sederhananya adalah stadion yang dipagar, memang pembatas, tetapi sudah barang tentu menjadi kewaspadaan atas terjadinya kericuhan dan lain sebagainya. apalagi simbol yang berupa gambar, seperti markah jalan, rambu-rambu lalu lintas, wong pagar stadion, tembok pembatas dan trotoar saja tidak digunakan semestinya. Jalur bus way misalnya, kalau di jalan umum.

Lantas bagaimana menyikapinya? Jika solusinya adalah belajar, maka pemahaman dan perenungan adalah proses penguatannya. Jika solusinya adalah memunculkan kesadaran, maka fanatisme barbarian adalah wujud shock terapi agar muncul kesadaran itu sendiri. Sebagai manusia yang berbudaya, agaknya memang belajar dan menjadi lebih arif atas pengetahuannya adalah wujud dari sikap sadar untuk mengurangi kesalah kaprahan.

Karena hari ini tidak hanya yang berpendidikan, tetapi mereka yang menyandang gelar syariat keagamaan pun menampilkan fanatisme barbarian, dengan segala teorinya mereka menyoal kebenaran menurutnya, dengan dalil-dalil mereka menyoal atas kafir dan musuh Tuhan, dan baginya sudah dipesan tiket surga serta kaplingan dan apartement berkelas di sana.


Like it? Share with your friends!

2
Ahmad Dahri

Ahmad Dahri atau Lek Dah adalah santri di Pesantren Luhur Bait al hikmah kepanjen, juga nyantri di Pesantren Luhur Baitul Karim Gondanglegi, ia juga mahasiswa di STF Al Farabi Kepanjen Malang. Buku terbarunya adalah “Hitamkah Putih Itu?”

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals