Popularitas media sosial tak perlu lagi dipertanyakan. Media sosial kini semacam telah menjadi anugerah dari Tuhan yang seolah-olah dijadikan sebagai wujud cerminan kesetaraan dan kebebasan.
Hal ini dapat dilihat dari sejauh mana media sosial mencakup pelbagai elemen masyarakat. Dalam tentang kesetaraan, mau ibu-ibu atau bapak-bapak, calon ibu atau calon bapak, anak TK dan pasca TK, boleh untuk memiliki akun media sosial, bahkan bisa jadi bayi yang baru lahirpun sah-sah saja untuk menjadi pengguna media sosial asalkan tangan-tangan mungilnya aktif menjelajahi setiap sudut layar usap.
Media sosial juga tidak pernah mengadakan pertikaian jenis kelamin untuk membuat akun pada media sosial. Mereka semua setara. Sedangkan dalam tentang kebebasan, media sosial menyediakan ruang bagi seseorang untuk mengekspresikan kebebasan berekspresinya. Tentulah kebebasan dengan berprinsip tanggung jawab.
Media sosial atau Medsos seperti yang kita tahu; whatsApp, facebook, instagram, twitter dll, sebagaimana telah menjadi ruang untuk berekspresi, yaitu berupa kolom-kolom kosong yang sedia untuk menampung baris-baris kata dan siap untuk dilabuhkan disetiap akun dermaga. Dari baris-baris kata dalam kolom-kolom tersebut biasanya menunjukkan tentang bagaimana, siapa dan apa yang sedang menjadi trend dalam pikiran dan perasaan, sehingga menjadikan seolah-olah media sosial berfungsi sebagaimana fungsinya.
Dari banyaknya akun media sosial, baik whatsApp, facebook, instagram, twitter dll, peng-upload-tan foto dan kata-kata bijak atau hasil dialektika antara keduannya hampir dalam setiap waktu yang tergantung pada kuantitas kuota internet dan intensitas eksistensialis masing-masing.
Sering kita jumpai dipelbagai akun media sosial, peng-upload-tan quote atau barisan kata lebih mendominasi kegiatan dalam bermedia sosial. Pasalnya quote sendiri merupakan kalimat yang menarik dan sesuai dengan apa yang dipahami dan dirasakan, tentu tergantung pada pemilihan quotenya.
Quote diambil dan dikutip dari kalimat-kalimat pelbagai tokoh yang kalimatnya menarik dan sesuai . Sesuai dalam hal pikiran dan perasaan yang saling mengungkapan bagaimana pikiran dan perasaan itu sesuai dengan quote yang di-upload.
Sedikit perlu kita ketahui, seringkali kesesuaian antara pikiran dan perasaan jarang dipertemukan, di mana ketidaksesuaian itu terjadi dikarenakan tendensi kepada salah satu pihak baik pikiran ataupun perasaan. Kecenderungan mana yang lebih mendominasi ikut menentukan kemenangan atas pertarungan, sementara dominasi atau kecenderungan tersebut bukan perkara benar atau salah, baik atau buruk, tetapi lebih kepada faktor kekuatan yang berkuasa yang mendominasinya.
Sedangkan quote tersebut menarik karena dapat menjadi modal penyemangat dalam menjalani hari-hari esok. Dalam hal kemenarikan quote inilah menarik untuk dikaji dengan tidak terlalu mendalam.
Quote yang menjadi modal semanggat hidup untuk hari esok biasanya seringkali dikutip dari Tan Malaka, Tjokroaminoto, Soekarno, Gus Dur, Cak Nun, Pramoedya Ananta Toer, bahkan Ustad Felix Shiaw dan lain-lain.
Melihat bagaimana quote dapat hadir sebagai modal penyemanggat hidup, sementara semanggat hidup itu seringkali mampet dikarenakan tersumbat oleh kotoran-kotoran, maka semestinya untuk mencari atau menciptakan kutipan-kutipan yang baru untuk menghasilkan pembaharuan modal semanggat hidup diperlukan kebiasaan membaca.
Membaca bukan hanya sekedar dalam literatur-literatur yang tertulis dengan tinta semata, tetapi lebih utuh yaitu membaca realitas kehidupan dari pelbagai fenomena-fenomena yang tertulis dengan tinta alam.
Bukan hal baru lagi ketika membaca dikatakan sebagai pembuka jendela dunia, maka dalam semanggat kehidupan yang mampet tersebut bisa turut andil dalam menggogok kotoran yang menyebabkan kemampetan semanggat kehidupan. Mungkin dapat dikatakan bahwa quote-quote yang di-upload di media sosial bukan hanya berasal dari kutipan-kutipan dalam buku, tetapi juga dari kutipan-kutipan dari alam yang telah dibaca dan direnungkan.
Kembali ke media sosial, quote dipilih berdasarkan kepada kesesuaian dan kemenarikan quote tersebut dengan pikiran dan perasaan, di mana quote tersebut dalam media sosial dapat berfungsi sebagaimana fungsinya yaitu sebagai mediator untuk penyampaian kepada akun-akun yang lain. Penyampaian bahwa quote tersebut berisi tentang pembawaan perasaan dan pembawaan pikiran.
Ya, istilah ‘bawa perasaan’ dengan ‘bawa pikiran’ yang seringkali disamakan, padahal kedua istilah tersebut terdapat perbedaan yang cukup signifikan. Bawa perasaan atau baper merupakan suatu kejadian di mana kepekaan rasa menjadi pedoman utama. Sedangkan bawa pikiran atau Bapir lebih kepada pergolakan logika yang mengendap di kepala.
Anehnya kebanyakan istilah tersebut seringkali dioplos, dimana saat kenyataan menunjukan rangsangan kepada kepekaan rasa yang hanya hadir dengan intensitas rendah kemudian seringkali hal tersebut ditujukan kepada pergolakan logika yang seharusnya merupakan pedoman dari bapir itu sendiri. Ya istilah baper hanya berlaku untuk wilayah spontanitas, sedangkan bapir lebih berlaku untuk wilayah berkelanjutan yang sifatnya lebih mendalam.
Melihat bagaimana urgensi quote untuk dijadikan sebagai modal semanggat hidup, maka peng-upload-tan quote dalam akun media sosial merupakan salah satu cara untuk tetap hidup. Dan untuk menjadikan quote sebagai cara untuk tetap hidup diperlukan yang namanya pembiasaan dalam setiap pembacaan serta penghayatan terhadap quote yang menjadi pilihan. Dan tentunya yang tak kalah penting juga yaitu kuota internet yang cukup untuk meng-upload quote tersebut dalam media sosial.
Terakhir, saya ingin memakai quote yang sesuai dengan apa yang sedang saya pahami dan rasakan pada saat tulisan ini ditulis.
“jika kau lapar, maka makanlah”
-Monkey D Luffy (Calon Raja Bajak Laut)
Baca tulisan Andre Hanura lainnya: Tulisan-tulisan Andre Hanura
0 Comments