Dulu mungkin saat masih kanak-kanak ataupun dewasa bahkan hingga tuapun sering sekali ditanamkan pada diri doktrin-doktrin bahwa kita harus cinta kepada Allah. Selain doktrin cinta pada Allah ada lagi doktrin lain, yaitu cinta kepada kekasih Allah yakni Nabi Muhammad saw. Apa realisasi dari cinta tersebut? Cinta pada Allah sudah tentu jelas bisa dikatakan itu merupakan akibat dari kita memilih untuk beragama, dengan cinta pada Allah maka bisa dikatakan bahwa insan tersebut telah mendapat buah dari manisnya iman.
Cinta pada Allah dan Rasul berarti kita taat pada semua hal, menjauhi segala larangan dan mentaati segala perintah yang telah diajarkan.
Pada suatu riwayat diceritakan bahwa suatu hari Bilal bin Rabbah, muadzin Rasul tak lagi sanggup mengumandangkan adzannya sebab ia telah menyaksikan bagaimana proses sakaratul maut Rasul, saking cintanya pada Rasul saat mengumandangkan adzan ia teringat dan terngiang-ngiang akan bagaimana sosok Rasul. Adzan yang mulanya bersuara lantang berubah menjadi sendu dan begitu pilu, diiringi dengan tetesan air mata sebab Bilal tak kuasa melihat kenyataan bahwa sosok yang dicintanya telah wafat.
Setelah Rasul wafat, diketahui Bilal tidak lagi mengumandangkan adzan karena ia pergi mengembara untuk mengikuti jejak orang yang dicintanya, Rasulullah. Sebegitu cintanya Bilal kepada Nabi Muhammad saw.
Banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengekspresikan suatu rasa yang bernama cinta. Simpel saja seperti kita mencintai orang tua kita, dan ya jika kita cinta maka secara tidak langsung akan berperilaku seperti orang yang kita cintai tersebut, dan masih banyak hal-hal yang lain. Sama saja dengan sebagian dari orang-orang alim yang mengekspresikan cinta pada Nabi dengan membuat sajak-sajak sholawat, sebut saja Shalawat Diba’iyah dan Shalawat Nariyah. Hal ini dilakukan sebagai bentuk dari luapan rasa yang begitu dalam kepada Nabi.
Shalawat ini dikarang sedemikian rupa sebagai cerminan rasa cinta yang menggebu dalam dada dan untuk dikumandangkan tiap waktu.
Esensinya dari kita bershalawat untuk Nabi adalah untuk mengharapkan limpahan rahmat dari Allah yang tercurahkan lewat Nabi. Banyak yang berpikir untuk apa Nabi yang sudah dijamin oleh Allah kita shalawati, untuk apa kita bershalawat padahal Nabi tidak membutuhkan hal tersebut. Sungguh hal ini keliru, menurut praktis penulis dengan melimpahnya rahmat Rasul, kita berharap mendapat sedikit saja limpahan rahmat tersebut untuk diri kita dan berharap dari limpahan rahmat tersebut semua urusan dan hal yang dilakukan menjadi berkah.
Sebagai manusia yang penuh dosa, sesungguhnya kita masuk orang-orang yang merugi apabila mengatakan bahwa shalawat itu tidak perlu dan tidak dibutuhkan. Allah dan para malaikatpun juga bershalawat untuk Nabi. Allah sendiri yang menciptakan Nabi dan Allahpun juga memerintahkan untuk bersholawat dan Dia sendiri juga bershalawat untuk Nabi, malaikat yang juga utusan Allah juga ikut diperintahkan bershalawat jadi bisa disimpulkan bahwa bershalawat untuk Nabi sungguhlah amalan yang begitu baik dan begitu dahsyat, sebab kembali lagi Allahpun juga melaksanakannya.
Baca juga: Bagaimanakah Allah Bershalawat?
Sebagian orang berkata bahwa sholawat itu tidak ada landasan hukumnya, namun hal tersebut salah sebab Allah telah menjelaskan perintah untuk sholawat ini dalam Al-Qur’an maka shalawat ini bukanlah suatu perkara yang diada-adakan atau yang lebih dikenal dengan bid’ah. Dalam Al-Qur’an dijelaskan dalam Surah Al-Ahzab ayat 56:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّيَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”
Jadi apakah sebagian dari kalian menganggap shalawat itu hal yang tidak perlu? Mungkin yang dimaksudkan shalawat yang tidak perlu adalah shalawat-shalawat yang dikarang oleh para ulama-ulama besar seperti shalawat Nariyah, shalawat Fatih, shalawat Tijaniyyah, dll.
Namun hal itu juga merupakan suatu kesalahan jika hanya memaknai shalawat-shalawat karya imam aliran thariqah tersebut dengan sebelah mata dan pengartian secara bahasa saja. Sebab dalam pengarangan bait shalawat tersebut benar-benar dikarang dengan sepenuh hati hanya untuk Baginda Rasul. Maka harusnya dalam pemaknaan bait pujian shalawat tersebut juga butuh untuk menghadirkan hati dan pemaknaan dalam pengartian yang luas.
Kembali lagi bahwa pasalnya shalawat ini ialah perkara yang memang diperintahkan oleh Allah dan bahkan Nabi sendiri, seperti dalam hadis Abu Daud berikut:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَمَةَ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ عَنْ ابْنِ لَهِيعَةَ وَحَيْوَةَ وَسَعِيدِ بْنِ أَبِي أَيُّوبَ عَنْ كَعْبِ بْنِ عَلْقَمَةَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا سَمِعْتُمْ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لِي الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِي الْجَنَّةِ لَا تَنْبَغِي إِلَّا لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ تَعَالَى وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ فَمَنْ سَأَلَ اللَّهَ لِي الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ عَلَيْهِ الشَّفَاعَةُ
“Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Salamah] telah menceritakan kepada kami [Ibnu Wuhaib] dari [Ibnu Lahi’ah] dan [Haiwah] dan [Sa’id bin Abi Ayyub] dari [Ka’b bin Alqamah] dari [Abdurrahman bin Jubair] dari [Abdullah bin Amru bin Al-‘Ash], bahwasanya dia pernah mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Apabila kalian mendengar muadzin mengumandangkan adzan, maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkannya kemudian bacalah shalawat untukku, karena sesungguhnya orang yang membaca shalawat sekali untukku, maka Allah akan menganugerahkan sepuluh shalawat (rahmat) kepadanya, lalu mohonlah kepada Allah Azza wa Jalla Washilah (kedudukan yang tinggi) untukku. Karena washilah itu suatu kedudukan yang tinggi dalam surga, yang tidak pantas kecuali bagi seseorang di antara hamba hamba Allah Ta’ala, dan saya berharap semoga sayalah yang akan menempatinya. Barangsiapa yang memohonkan wasilah kepada Allah untukku, niscaya dia akan mendapat syafaat.”
Dalam hadis ini dijelaskan juga mengapa shalawat tadi penting dan apakah bisa dengan shalawat menjadi mempermudah urusan? Dikatakan bahwa dalam membaca shalawat Nabi akan naik dalam wasilah yang tinggi, dan bagi siapa saja yang berdoa pada Allah atas washilah Nabi tersebut maka dari ia akan mendapat curahan syafaat langsung dari Nabi. Dari syafaat rasul inilah urusan kita yang mulanya susah insyaallah akan dipermudah dan hati yang mulanya gundah gulana bersedih akan berubah menjadi bahagia dan tentram.
Dalam hadis lain dikatakan bahwa orang-orang yang sering bershalawat pada Nabi maka esok kelak di akhirat akan dikumpulkan dengan Nabi.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ بُنْدَارٌ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خَالِدٍ ابْنُ عَثْمَةَ حَدَّثَنِي مُوسَى بْنُ يَعْقُوبَ الزَّمْعِيُّ حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ كَيْسَانَ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ شَدَّادٍ أَخْبَرَهُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَوْلَى النَّاسِ بِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَكْثَرُهُمْ عَلَيَّ صَلَاةً قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ وَرُوِي عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا وَكَتَبَ لَهُ بِهَا عَشْرَ حَسَنَاتٍ
“Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Basysyar yaitu Bundar] telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Khalid Ibnu Atsmah] telah menceritakan kepadaku [Musa bin Ya’qub Az Zam’i] telah menceritakan kepadaku [Abdullah bin Kaisan] bahwa [Abdullah bin Syaddad] telah mengabarkan kepadanya dari [Abdullah bin Mas’ud] bahwa Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Orang yang paling dekat denganku pada hari Qiyamat adalah yang paling banyak bershalawat kepadaku.” Abu Isa berkata, ini adalah hadits hasan gharib, telah diriwayatkan dari Nabi Shallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda: “Barangsiapa yang bershalawat satu kali kepadaku, maka Allah akan memberikan shalawat sepuluh kali kepadanya dan dicatat baginya sepuluh kebaikan.” (HR Tirmidzi)
Sebagai seorang remaja dan seorang pemuda pastilah akan mencari-mencari sosok idola yang secara sadar atau tidak akan dijadikan panutan dalam hidupnya. Sedangkan dalam Islam sendiri sebenarnya boleh-boleh saja mengidolakan seseorang bahkan jika kita ingin tiru-tiru sifatnya, namun tentunya hanya sifat yang baik saja yang ditiru, itupun kita juga harus tetap berpegang prinsip sesuai dengan ajaran syari’ah.
Mengidolakan seseorang yang keterlaluan atau berlebihan itulah yang dilarang dalam Islam, misalnya sangat ingin jadi seperti idolanya sampai-sampai operasi plastik. Sungguh miris jika sampai terjadi, karena hal itu sama saja dengan mengubah ciptaan Allah, dan hal tersebut sama saja dengan kita tidak mensyukuri atas nikmat dan karunia yang Allah berikan pada diri kita.
Contoh yang paling baik dan yang paling sempurna untuk dijadikan idola adalah Rasulullah. Tak ada yang lain yang lebih sempurna untuk dijadikan sebagi panutan selain Nabi. Allah dalam Al-Qur’an surah Al-Ahzab ayat 21 berkata:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
Banyak sekali berkah yang dirasakan sebab mengidolakan dan meneladani sifat dari Rasul. Jika mengidolakan berarti kita mengerjakan apa-apa yang sekiranya dicintai dan disenangi oleh idola kita. Karena cinta pada Rasul, maka bershalawatlah, sebab shalawat merupakan salah satu bukti bahwa kita cinta pada rasul, dengan shalawat tersebut maka engkau akan makin dekat dengan Rasul serta Allah dan limpahan atas karunia syafaat shalawat akan terasa nikmat olehmu.
Banyak orang yang berganti-ganti shalawat, sebab tiap-tiap dari shalawat tersebut akan membawa dampak tersendiri atau seperti mempunyai kekuatan tersendiri untuk memperlancar urusan atau hal-hal lain. Maka kiranya tidak usah kita heran jika ada orang yang besok bersholawat A kemudian esok hari bersholawat B dan lusa bershalawat C, ya karena tiap shalawat membawa khasiat yang berbeda-beda.
Jika dari kalian diberi amalan shalawat oleh ustadz atau guru atau orang alim lain maka amalkanlah shalawat tersebut dengan baik sesuai dengan anjuran dari orang yang memberi amalan tadi, maka pada suatu waktu engkau akan merasakan apa khasiat dari shalawat tersebut.
Apa yang diharap selain syafaat saat melantunkan shalawat-shalawat, mengingat bahwa diri ini penuh dengan dosa, sedang Rasul pada akhir hayatnya masih memikirkan bagaimana umatnya esok. Lantas apa yang engkau lakukan di dunia untuk membalas kecintaan Rasul tersebut? Masihkah dari kalian menjadi umat yang katanya Umat Rasulullah saw namun tidak ada perhatian pada Rasul?
Satu yang perlu diingat bahwa tak ada sosok yang lebih sempurna untuk dijadikan idola dan teladan selain Rasul dan sudah harusnya dari idola tersebut membawa diri kita menjadi sosok yang lebih baik lagi dan bisa membawa kita untuk mencapai ridha Allah, mendekati idola dengan hal-hal yang disukai maka bisa halnya dengan mendekati Rasul lewat shalawat atau hal-hal lain yang mana hal tersebut masih sejalan dengan apa yang disyariatkan oleh agama serta tidak melanggar ketentuan yang ada. Makin banyak bershalawat maka makin dekat kita dengan Rasul dan juga kepada Allah.
0 Comments