Inklusivitas Al-Quran, Masihkah Dipertanyakan?

Jika begitu, masih adakah keinginan untuk berjihad dengan cara perang? Mindset inilah yang perlu diubah. Berhijrah dari jihad perang menuju jihad kemanusiaan.3 min


1
1 point

Bermula dari pertanyaan seorang teman kepada saya, begini pertanyaannya. “Mengapa dalam membahas plularisme yang dijelaskan pasti ayat-ayat yang mencerminkan adanya keberagaman?  Padahal banyak sekali ayat-ayat al-Quran yang sangat eksklusif. Misal, ayat yang memerintahkan orang Muslim untuk membunuh orang-orang yang berada di luar agamanya. Lantas, bagaimana dengan mereka yang selalu menggunakan ayat-ayat qital untuk melandaskan gerakannya? Apakah masih salah?”

Dalam menjawab hal ini memang tidak mudah. Karena jika kita menjawab tanpa ada alasan yang kuat maka hal ini akan menyebabkan seseorang terjebak pada gerakan-gerakan radikal yang selalu mencaplok ayat al-Quran sebagai landasannya.

Maka dari itu, saya mencoba menjawab dengan menjelaskan apa yang dimaksud dengan qital dalam al-Quran, apakah harus dimaknai dengan pembunuhan ataukah yang lainnya.

Sebagai contoh salah satu ayat yang seringkali digunakan sebagai legitimasi teologis untuk melakukan jihad ofensif. Dalam Surah al-Hajj ayat 39, banyak ditafsirkan oleh mufasir klasik dengan “berperang melawan kaum musyrik”Hal ini dapat ditemukan dalam beberapa tafsir klasik seperti tafsir Ibnu Jarir at-Tabari dan semasanya.

Jika reinterpretasi tidak diupayakan, maka setiap orang akan menganggap bahwa al-Quran membenarkan perilaku intoleran terhadap umat beda agama.

Memahami al-Quran memang tidak serta merta hanya berhenti pada terjemahnya saja. Hal inilah yang menyebabkan kesalahpahaman atas ayat-ayat yang dianggap sebagai ayat eksklusif.

Seperti yang dikatakan oleh Prof. Azyumardi Azra dalam seminar sekolah kemanusiaan dan kebudayaan Ahmad Syafii Maarif bahwa saat ini Indonesia terbagi dalam tiga tingkatan Islam. Ketiga tingkatan itu adalah Islam Literal, Islam Liberal dan Islam Moderat. Bagaimana membedakannya?

Islam literal adalah Islam yang hanya memahami sumber hukum baik al-Quran ataupun hadis hanya berhenti pada terjemahannya saja tanpa memahami aspek lainnya.

Kemudian Islam liberal adalah Islam yang menggunakan akalnya tanpa mempertimbangkan al-Quran ataupun hadisnya. Lalu bagaimana dengan Islam moderat? Model keislaman inilah yang menengahi antara kedua model sebelumnya. Islam yang memperlihatkan kedamaian dengan mendialogkan antara al-Quran dan realita saat ini.

Seperti yang dijelaskan oleh Prof. Amin Abdullah bahwa dalam membaca ayat al-Quran harus memahami tiga komponen yaitu text, author dan reader. Ayat di atas harus dipahami dengan memperhatikan konteks tekstual dan historisnya. Dalam istilah Gadamer yaitu pemahaman truth content dan intention. 

Berdasarkan konteks tersebut maka dapat dikatakan bahwa pesan Surah al-Hajj ayat 39 bukanlah ayat yang menjelaskan atau mengandung perintah untuk pergi berperang, namun malah sebaliknya yaitu tindakan penindasan dan menegakkan kebebasan beragama dan perdamaian.

Perang hanyalah salah satu instrumen untuk mewujudkan nilai moral. Artinya perang bukan satu-satunya jalan dalam menegakkan agama Allah. Perang haruslah dihindari selama masih ada solusi yang masih mungkin untuk dilakukan.

Perang dalam Islam lebih bersifat defensif sebagai upaya untuk mempertahankan diri bila ada ancaman dan serangan. Dari sini dapat disimpulkan bahwa sebagian mereka yang memahami ayat qital sebagai ayat perintah perang adalah keliru. Pembacaan yang tidak komprehensif inilah yang memunculkan berbagai stigma buruk terhadap Islam.

Al-Quran sebagai kitab petunjuk seluruh umat Islam tidak mungkin memerintah umatnya untuk menyimpang dalam problem kemanusiaan. Jika masih ada yang menyebut bahwa Islam disebarkan dengan pedang maka untuk menjaga keutuhan Islam harus dengan perang, sungguh tidaklah tepat.

Dalam hal ini, sejarah telah membuktikan bahwa penyebaran Islam ke seluruh dunia melalui jalan damai, seperti tersebarnya Islam di Indonesia. Inilah yang melatarbelakangi Gustav le Bon, sejarawan asal Perancis mengkritik tesis para koleganya yang menyatakan bahwa Islam tersebar dengan jalan perang. Asumsi inilah yang kemudian dijadikan landasan untuk melancarkan gerakan para jihadis untuk memperjuangkan Islam, katanya.

Upaya untuk memahami Islam yang ramah dan moderat sebenarnya sudah digalakkan sejak tahun 80-an. Gus Dur dan Cak Nur merupakan cendekiawan yang representatif memperkenalkan Islam dengan wajah Indonesia. Kebhinekaan, toleransi dan nir-kekerasan adalah konsepsi yang dielaborasi dengan doktrin dasar yang fundamental. Maka dari itu mempopulerkan gagasan Islam moderat adalah suatu keniscayaan. Sampai di sini, masihkan mempertanyakan inklusivitas al-Quran?

Saya menekankan bahwa penggunaan ayat qital sebagai sebuah legitimasi teologis dalam melakukan penyerangan terhadap negara adalah suatu kesalahan yang fatal. Islam bukan agama perang apalagi agama yang meresahkan agama lain. Islam dilahirkan sebagai agama rahmah yang seluruh pesannya lewat kitab al-Quran mengajak pada perdamaian dan kemanusiaan. Hal ini senada dengan nilai-nilai pancasila yang harus tertanam pada setiap warga negara Indonesia.

Dari sila pertama sampai sila kelima, jika dipahami dengan benar maka akan melahirkan nilai-nilai kemanusiaan yang begitu kuat. Tidak hanya untuk Islam saja, namun untuk seluruh agama yang berkembang di Indonesia. Dengan berpegang pada al-Quran dan memahaminya secara komprehensif, maka tidak akan ada lagi penyerangan-penyerangan yang mengatasnamakan Islam apalagi dengan melandaskannya pada al-Quran.

Jika begitu, masih adakah keinginan untuk berjihad dengan cara perang? Mindset inilah yang perlu diubah. Berhijrah dari jihad perang menuju jihad kemanusiaan.

 _ _ _ _ _ _ _ _ _                                                             
Catatan: Tulisan ini murni opini penulis, redaksi tidak bertanggung jawab terhadap konten dan gagasan. Saran dan kritik silakan hubungi [email protected]

Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! Selain apresiasi kepada penulis, komentar dan reaksi Anda juga menjadi semangat bagi Tim Redaksi 🙂

Silakan bagi (share) ke media sosial Anda, jika Anda setuju artikel ini bermanfaat!

Jika Anda ingin menerbitkan tulisan di Artikula.id, silakan kirim naskah Anda dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannya di sini! 

Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!


Like it? Share with your friends!

1
1 point

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
0
Sedih
Cakep Cakep
0
Cakep
Kesal Kesal
0
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
0
Tidak Suka
Suka Suka
2
Suka
Ngakak Ngakak
0
Ngakak
Wooow Wooow
2
Wooow
Keren Keren
2
Keren
Terkejut Terkejut
0
Terkejut
Siti Robikah

Master

Alumni Sekolah Kemanusiaan dan Kebudayaan Ahmad Syafii Maarif III, Mahasiswa, Penggiat Gender.

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals