Menurut catatan sejarah, proses penyebaran Islam di Indonesia pada mulanya berpusat di kota-kota pelabuhan; para pemeluk pertamanya mencakup para pedagang, disusul orang-orang kota lainnya, dari lapisan atas hingga bawah.
Dengan jatuhnnya pusat-pusat perdagangan kaum muslimin ke tangan bangsa Eropa pada abad ke-16, oleh Portugis kemudian digantikan Belanda, secara perlahan dakwah Islam beralih ke pedalaman. Proses ini mendorong berkembangnya Islam di pedesaan, yang kemudian menghasilkan institusi pendidikan dikenal dengan pesantren.
Pesantren menjadi sebuah lembaga pendidikan keagamaan. Jika melihat sejarah ,sejak awal abad ke-16 telah terdapat banyak pesantren mashur, menjadi pusat pendidikan Islam, yang mengajarkan berbagai kitab klasik, dalam bidang fiqh, teologi, dan tasawuf.
Meski demikian, tidak berarti pesantren dalam perkembangannya terus dalam keadaan statis. Usahanya mengadakan semacam “pemurnian” guna melepaskan ajarannya dari berbagai unsurluarIslam terus dilakukan, dan mulai memperlihatkan hasilnya sejak menerima kyai-kyai bergelar haji pada awal abad ke-18.
Secara kelembagaan pesantren kurun ini memang belum mengalami perubahan.
Tetapi dari segi kandungan isinya, terjadi perubahan mendasar, seperti terlihat dari diajarkan didalamnya ilmu-ilmu keislaman klasik, mencakup fiqh, tafsîr, târîkh, tauhîd, dan sebagainya.
Hal ini terjadi terutama, sejak kepulangan para pemuda kita setelah menetap beberapa lama di Mekkah untuk menimba ilmu, dan selanjutnya mendirikan pesantren, sepulang mereka di kampung halaman masing-masing kira-kira se-abad kemudian.
Namun, sejak berakhirnya Perang Jawa 1825-1830, kualitaspesantren terus mengalami kemunduran. Penyebabnya antara lain adanya berbagai pembatasan dari pemerintah Belanda terhadap pesantren.
Sebab, selama perang, diketahui banyak pesantren yang beralih fungsi menjadi kubu pertahanan bagi para pemberontak di bawah pimpinan Diponegoro. Perkembangan pesantren dari waktu ke waktu mengalami grafik yang kurang setabil.
Ketika melihat sejarah diatas, pesantren telah mampu merubah karakter manusia menjadi berani dan beretika. Namun tidak sampai disini, Memasuki abad ke-20 Jawa menyaksikan perubahan besar yaitu munculnya pembaruan pendidikan Islam dengan memperkenalkan madrasah model baru yang diselenggarakan kalangan reformis, secara perorangan maupun organisasi.
Secara istilah, madrasah yang dikembangkan kaum reformis bisa disebut lembaga pendidikan Islam baru di tanah air, tetapi dari segi substansi tidaklah demikian, karena sesungguhnya madrasah tersebut dapat dikatakan hanyalah kopi dari sekolah-sekolah pemerintah Belanda.
Sekolah-sekolah Belanda ini terbukti tidak mampu mewadahi tuntutan dan kebutuhan pendidikan rakyat, terutama kaum muslimin, yang terus meningkat.
Perpaduan antara gaya pendidikan Benlada dengan pendidikan Islam menjadi kekuatan tersendiri bagi umat Islam di Indonesia. Kiai Hasyim Asy’ari adalah salah satu tokoh pelopor dalam refolusi pendidikan Islam Nusantara.
Kiai Hasyim adalah sosok kiai pendidik sekaligus manajer yang handal. Sebagai pendidik hampir seluruh waktunya untuk membina santri dan masyarakat.
Dalam pesantren contohnya, kiai. Hasyim mengajarkan kepada santri-santrinya untuk bisa hidup mandiri.
Kehidupan yang dibekalo dengan ilmu agama dan dunia, menjadikan santri-santrinya menjadi ulama sekaligus wirausahawan. Pendidikan moral tidak lepas dari penanaman diri seorang santri. Dari penjelasan diatas menunjukan bahwa Kiai Hasyim Asy’ari adaah tokoh refolusioner dalam pendidikan.
Khususnya dalam pesantren, ia mencoba mendidik santrinya tidak hanya berbekal dengan agama melaikan juga dengan skil dan ilmu kehidupan. Dengan demikian setiap santri menjadi santri yang tangguh dan siap untuk menghadapi problem dalam masyarakat dan meneruskan dakwah Nabi Muhammad saw.
0 Comments