Sikap Kufur dan Potensi Konflik

Dalam ruang sosial yang multikultur, sikap terbuka sangat dibutuhkan. Sebaliknya sikap kufur atau sikap tertutup menjadi perlu untuk dihindari. 3 min


pribadiqurani.blogspot.com

Kufur dalam bahasa Arab merupakan bentuk mashdar dari kata kafara-kufran wa kufuran wa kufranan yang berarti menutupi atau menyelubungi. Pelakunya dalam isim fa’il (subjek) disebut dengan kafir (Munawwir, 1997: 1217).

Persoalan kafir ini pernah ramai dalam sejarah Islam. Muncul pertanyaan besar: Masihkah dipandang mukmin atau telah menjadi kafir karena melakukan dosa besar? Dari sinilah lahir tiga aliran teologi.

Pertama, aliran Khawarij yang memandang semua orang yang berdosa besar adalah kafir, dalam arti keluar dari Islam atau murtad, sehingga wajib dibunuh.

Kedua, aliran Murji’ah yang menegaskan bahwa orang yang berbuat dosa besar masih tetap mukmin. Adapun terkait dosa besarnya, terserah Allah untuk mengampuni atau tidak mengampuninya.

Ketiga, aliran Mu’tazilah yang beranggapan bahwa orang yang berdosa besar tidak menjadi kafir, tetapi juga tidak mukmin. Orang tersebut berada pada manzilah baina manzilatain (posisi di antara dua posisi), yaitu posisi antara mukmin dan kafir. (Nasution, 1986: 9)

Sesuai dengan asal katanya yang berarti menutupi, maka kata kafir menjadi sebutan bagi orang yang belum memeluk Islam karena masih menutupi dirinya dari ajaran Islam.

Sementara kufur dalam pengertian tersebut berarti perbuatan atau sikap menutupi diri dari ajaran Islam. Gambaran orang kafir misalnya terdapat dalam ayat berikut:

“Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman. Allah telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat.” (QS. al-Baqarah [2]: 6-7)

Secara tekstual ayat tersebut nampaknya berbicara tentang perbuatan kufur dalam ranah teologis, karena dikaitkan dengan kata iman. Akan tetapi Hamka membuat perenungan mendalam mengenai ayat tersebut. Hal itu diungkapkan Hamka dalam Tafsir Al-Azhar sebagai berikut:

“Atau dengan tidak kita sadari, kita mengakui diri orang Islam, Al-Qur’an kita baca dan kita lagukan dengan tajwid yang baik, tetapi isinya tidak kita fahamkan dengan seksama.

Lalu datang orang menyerukan kebenaran, supaya kita benar-benar kembali kepada ajaran Rasul. Hati kecil mengakui kebenaran itu, tetapi ditolak dengan keras karena diri tersinggung, karena dengki, karena merasa ‘dilintasi’; apakah kita akan beroleh bahaya besar pula? Yaitu dicap hati  kita oleh Tuhan dan diselubungi mata kita, sehingga kebenaran tidak nampak lagi?” (Hamka, 1983: 124)

Dari ungkapan di atas, secara lebih luas sikap kufur mungkin saja dilakukan oleh orang yang mengaku diri sebagai orang Islam. Merasa tersinggung, dengki, atau merasa ditandingi dalam urusan duniawi, lalu menolak bahkan menghina pendapat orang lain secara membabi buta.

Sikap kufur seperti itu sangat berpotensi memunculkan konflik atau “bahaya besar” dalam kehidupan sosial. Islam melalui konsep musyawarah mengajarkan adanya dialog untuk memutuskan suatu perkara.

Tidak serta merta merasa diri paling benar dan yang lain otomatis salah tanpa adanya diskusi dan penelitian mendalam. Jangan sampai sebuah kebenaran dengan bukti-bukti yang jelas ditolak mentah-mentah karena khawatir merasa tersaingi dalam kedudukan sosial. Itu termasuk sikap kufur yang perlu dihindari dalam konteks perbedaan pendapat sesama umat Islam.

Sikap terbuka bukan berarti membiarkan segala pendapat dengan bebas tanpa batas. Adanya musyawarah hendaknya menjadi wadah untuk meluruskan pendapat yang jelas-jelas keliru dengan jalan yang santun. Itulah sikap pertengahan yang tidak ekstrim menerima atau ekstrim menolak segala pendapat.

Dalam Tafsir At-Tanwir dinyatakan bahwa orang kafir dalam pengertian lebih luas tidak harus berkenaan dengan agama atau keyakinan. Siapa saja yang memiliki sikap tertutup serta tidak peduli dengan pihak lain yang berbeda pandangan.

Dalam pengertian ini, orang atau kelompok yang merasa bahwa pihaknya yang paling benar dan yang lain salah termasuk kategori kufur. Sikap tertutup (kufr) hanya mencari menang sendiri, sehingga mudah menimbulkan konflik.

Dengan demikian, sikap tertutup hanya akan melahirkan permusuhan serta komunikasi yang tidak sehat. Orang Islam yang tidak peduli terhadap kebenaran yang dibawa oleh sesama Muslim serta memaksakan bahwa pihaknya sendiri yang benar dapat termasuk dalam label kufur (MTT PP Muhammadiyah, 2016: 115-116).

Dengan demikian, sikap terbuka dapat meminimalisir terjadinya konflik antar kelompok. Sikap tertutup setiap kelompok umat Islam hanya akan menyuburkan permusuhan. Tentu tidak diinginkan perdebatan hingga kafir-mengkafirkan seperti tiga aliran yang disebutkan di awal terulang kembali hari ini. Hal itu diupayakan dengan menghindari sikap tertutup.

Dalam ruang sosial yang multikultur, sikap terbuka sangat dibutuhkan. Sebaliknya sikap kufur atau sikap tertutup menjadi perlu untuk dihindari. Kehidupan bersama tidak dapat berjalan dengan baik apabila masing-masing pihak menutup diri dari pihak lain.

Era modern adalah era keterbukaan dan kerjasama. Jika sikap tertutup berpotensi memunculkan konflik, maka sikap terbuka yang membuka ruang kerjasama akan menciptakan kehidupan yang damai dan maju. Hal ini misalnya diaplikasikan dalam relasi antar agama.

Sikap kufur akan menciptakan komunikasi yang tidak sehat. Adanya sikap terbuka akan menghilangkan rasa saling curiga dan saling memusuhi. Artinya, perbedaan keyakinan tidak menghambat adanya kerjasama dalam kehidupan sosial. Itulah sikap terbuka yang dapat menciptakan keharmonisan, berbeda dengan sikap kufur yang berpotensi memicu konflik.

 

REFERENSI:

Hamka. Tafsir Al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983.

Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. Tafsir At-Tanwir. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2016.

Munawwir, Ahmad Warson. Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia Terlengkap. Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.

Nasution, Harun. Teologi Islam. Jakarta: UI-Press, 1986.

 


Like it? Share with your friends!

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
0
Sedih
Cakep Cakep
0
Cakep
Kesal Kesal
0
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
0
Tidak Suka
Suka Suka
0
Suka
Ngakak Ngakak
0
Ngakak
Wooow Wooow
0
Wooow
Keren Keren
0
Keren
Terkejut Terkejut
0
Terkejut
Hendriyan Rayhan
Alumni Ma'had Khairul Bariyyah Kota Bekasi. Jualan buku di Instagram @han.bukukitab

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals