Citra Santri Dalam Pandangan Masyarakat

Santri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti orang yang mendalami agama Islam, orang yang beribadat dengan sungguh-sungguh, atau orang yang saleh.3 min


Santri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti orang yang mendalami Agama Islam, orang yang beribadat dengan sungguh-sungguh, atau orang yang saleh. Secara umum, santri adalah mereka yang tinggal di pesantren dan mendalami ilmu-ilmu Agama Islam.

Ada berbagai pandangan tentang definisi dari kata santri, seperti ada yang berpendapat bahwa makna santri itu diambil dari bahasa inggris “sun (matahari) dan three (tiga)”, maksudnya yaitu keharusan seorang santri untuk memiliki jiwa yang bersinar dan memberikan kemanfaatan dalam kehidupan dengan tiga aspek inti, yaitu Iman, Islam dan Ihsan.

Pendapat lain, dari Prof. Dr. Zamakhsyari Dhofier yang mengutip dari Prof. Johns mengatakan bahwa santri berasal dari kata india “shastri” yang memiliki  arti “orang yang memiliki pengetahuan tentang kitab suci”.

Seorang santri memiliki keistimewaan yang berbeda dengan orang yang non-santri. Dia mengalami fase belajar, beramal, dan menguatkan sisi kerohaniyahan atau kereligiusannya selama di pesantren. Santri belajar ilmu-ilmu agama utamanya dari kitab-kitab klasik, kemudian berlatih mencoba melakukan pemecahan masalah tertentu dengan merujuk pada kitab-kitab yang dipelajarinya.

Dalam kesehariannya di pesantren, seorang santri selain disibukkan dengan aktivitas mengaji juga disibukkan dengan aktivitas dzikir, wirid, dan ibadah-ibadah lain yang dapat menguatkan rohaninya serta mendekatkan dirinya kepada Allah SWT.

Baca juga: Transformasi Sistem Pendidikan Pesantren di Era Pandemi Covid-19

Dalam pandangan masyarakat, santri memiliki citra yang sangat kompleks dalam kehidupan sosial. Generasi produk pesantren dianggap memiliki dan menguasai peran-peran penting. Pertama, mereka dianggap memiliki sikap yang dinamis, mampu beradaptasi, berjiwa sosial, kepribadian yang matang, tingkah laku dan akhlak yang baik, dan memiliki sifat yang sederhana.

Kedua, mereka dipandang memiliki keahlian keilmuan dalam menelaah suatu hukum dan menyelesaikan permasalah tentang hal tersebut. Ketiga, mereka telah mengalami gemblengan rohaniyah yang menguatkan spiritualitasnya, sehingga masyarakat terkadang mengandalkannya dalam kegiatan-kegiatan seperti tasyakuran, tahlilan, ziarah, pengajian, pengobatan alternatif, dan lain sebagainya.

Di era globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi sekarang, menuntut santri untuk mengikuti perkembangan peradaban yang ada. Mereka diharapkan bisa bersaing dan mengikuti perkembangan teknologi, tidak hanya berpaku dalam menggeluti pembelajaran kitab-kitab klasik, namun juga harus bisa menyebarkan ilmunya melalui media sosial yang beragam dan luas jangkauannya.

Keaktifan di media sosial juga sangat penting, melihat zaman sekarang banyak oknum-oknum yang berusaha memecah belah umat Islam, mengadu domba, dan menyebarkan informasi yang salah dan menyesatkan.

Oleh karena itu, santri juga diharapkan bisa mengambil peran dalam mengatasi permasalahan seperti ini, sebagaimana kalimat yang mungkin sering kita dengar yaitu “Qullil haqqa wa lau kaana murran” yang artinya “katakanlah kebenaran walau itu pahit”.

Akhir-akhir ini perbincangan masyarakat umum mulai ramai mengenai “kualitas” santri yang diandal-andalkan. Pergeseran nilai moral dan peran santri telah terjadi di antara berbagai kalangan masyarakat.

Moralitas santri saat ini dipertanyakan, banyak dari mereka para santri berperilaku yang kurang baik dalam kehidupannya. Mereka tergerus dan terlena atas arus globalisasi yang begitu cepat, kurang memfilter dan memilah perilaku yang benar-benar baik dan buruk untuk diterapkan.

Beberapa di antara mereka menerapkan budaya asing dan bangga akan hal itu, sedangkan budaya negerinya sendiri sedikit demi sedikit mulai luntur dan hilang tidak diperhatikan. Perilaku yang seperti ini harus diperbaiki, karena tidak mencerminkan jati diri santri yang cinta pada tanah airnya.

Di sisi lain, para santri juga tetap dituntut untuk perlu mengikuti perkembangan peradaban dan teknologi yang terjadi. Mereka tidak bisa begitu saja lari dan menghindar dari cepatnya arus globalisasi, karena peran mereka dalam aktivitas itu juga sangat penting.

Mereka perlu mengkonsumsi kecanggihan ilmu zaman sekarang, untuk memperluas cakrawala berfikirnya dan tidak kalah saing dengan yang lain, atau mungkin agar tidak dianggap kurang informasi (kudet). Selain itu, mereka juga diharapkan menjadi agen pembaharu dan penerus yang berfikir kreatif serta inovatif, atas teknologi-teknologi yang berkembang sekarang ini.

Baca juga: Santri dan Tantangannya di Era Milenial

Dari berbagai asumsi di atas, sepertinya perlu adanya tindak lanjut yang serius dalam pembentukan kepribadian santri. Ilmu-ilmu yang diajarkan di pesantren harus dipelajari, dipahami dan diamalkan dengan sungguh-sungguh oleh para santri, serta penerapan akhlakul karimah dalam kehidupan kesehariannya harus diperhatikan dan dibimbing dengan baik oleh guru-guru mereka.

Pengajaran spiritualitas dan nilai-nilai moral yang hakiki harus semakin kuat keberadaannya di pesantren. Pemahaman akan pentingnya melestarikan budaya negerinya sendiri dan memfilter budaya-budaya asing yang kurang baik dari luar juga harus mulai diterapkan lebih dini.

Selain itu, pesantren sebagai wadah yang dipercaya menggodok kepribadian santri perlu memperhatikan problem kekinian, menyikapi berbagai persoalan secara kritis dan bijak, serta mampu mengejar dan mengikuti perkembangan teknologi dan peradaban yang ada, sehingga mereka para santri tidak minder atau mengalami ketertinggalan pengetahuan dan informasi kekinian yang semakin canggih.

Harapan akhirnya, citra santri di pandangan masyarakat tetap disorot dengan pandangan yang baik dan bisa membawa eksistensi agama Islam di era revolusi industri 4.0 yang sekarang ini dengan baik dan sempurna.

Editor: Sukma Wahyuni

_ _ _ _ _ _ _ _ _
Catatan: Tulisan ini murni opini penulis, redaksi tidak bertanggung jawab terhadap konten dan gagasan. Saran dan kritik silakan hubungi [email protected]

Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! Selain apresiasi kepada penulis, komentar dan reaksi Anda juga menjadi semangat bagi Tim Redaksi 🙂

Silakan bagi (share) ke media sosial Anda, jika Anda setuju artikel ini bermanfaat!

Jika Anda ingin menerbitkan tulisan di Artikula.id, silakan kirim naskah Anda dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannya di sini! 

Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!


Like it? Share with your friends!

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
0
Sedih
Cakep Cakep
0
Cakep
Kesal Kesal
0
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
0
Tidak Suka
Suka Suka
0
Suka
Ngakak Ngakak
0
Ngakak
Wooow Wooow
0
Wooow
Keren Keren
0
Keren
Terkejut Terkejut
0
Terkejut

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals