Upaya Orientalis Menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam Bahasa Inggris

Penerjemahan Al-Qur'an ke dalam bahasa Inggris pada awalnya bertujuan untuk menjatuhkan islam, namun seiring berjalannya waktu tujuan itu mulai berubah. 3 min


6
6 points

Kajian mengenai dunia islam yang dilakukan oleh sarjana barat dengan tujuan keilmuan dan misionaris telah dimulai sekitar abad ke-12 M. Gerakan ini diprakarsai oleh seorang kepala biara Cluny di Perancis yang bernama Petrus Venerabilis.

Penerjemahan al-Qur’an yang digagas oleh Petrus ini berusaha menerjemahkan al-Qur’an kedalam Bahasa Latin. Gagasan Petrus ini bermula ketika dia mengunjugi Spanyol pada tahun 1142 M, dan dia terpana melihat para pemeluk Kristen berbahasa Arab yang hidup dalam pemerintahan dinasti Islam.

Selanjutnya Petrus melihat potensi bahasa Arab mereka sebagai sebuah peluang untuk menerjemahkan al-Qur’an dan teks berbahasa Arab lainnya ke dalam Bahasa Latin. Terjemahan al-Qur’an berbahasa Latin pertama diberi judul Lex Mahumet Pseudoprophete.terjemahan ini dikerjakan di Toledo oleh Robertus Ketenensis (Robert of Ketton), dan dibantu oleh seorang native Arab dan diedit oleh Theodore Bibliander.

Hasil terjemahan Robert ini terbagi ke dalam tiga bagian : Al-Quran, Pembuktian kesalahan al-Qur’an yang dikemukakan oleh sarjana terkemuka, dan terakhir berisi tentang sejarawan Turki.

Setelah penerjemahan yang dilakukan Robert atas gagasan dari Petrus selesai dan disebarluaskan, banyak sarjana Barat yang melakukan penerjemahan al-Qur’an kedalam beberapa bahasa yang berbeda.

Baca juga: Bolehkah Berguru Kepada Orientalis

Pada abad ke-17, penerjemahan al-Qur’an ke dalam bahasa Inggris dilakukan untuk yang pertama kalinya. Penerjemahan tersebut dilakukan oleh Alexander Ross dan diterbitkan pada tahun 1649 M dengan judul The Alcoran of Mahomet.

Penerjemahan yang dilakukan oleh Ross pada dasarnya belum bisa dikatakan sebagai penerjemahan al-Qur’an. Hal tersebut dikarenakan penerjemahan yang dilakukan oleh Ross tidak merujuk langsung kepada al-Qur’an melainkan merujuk kepada terjemahan al-Qur’an yang ditulis oleh Andre du Ryer yang berjudul L’Alcoran de Mohamet yang terbit pada tahun 1647 M. Dikarenakan hal tersebut, segala kelemahan yang terdapat dalam terjemahan Du Ryer juga terdapat dalam terjemahan Ross.

Pada abad ke-18, penerjemahan al-Qur’an kedalam bahasa Inggris kembali dilakukan. Kali ini penerjemahan al-Qur’an dilakukan oleh George Sale. Terjemahan yang disusun oleh Sale diberi judul The Al-Koran of Mohammad. 

Terjemahan ini diterbitkan di London pada tahun 1734. Dalam terjemahanya, George Sale mengawali terjemahannya dengan prawacana ( Preliminary Discourse ) tentang islam yang disajikan dengan obyektif.

George Sale banyak merujuk kepada karya-karya mufassir muslim, khususnya al-Baidhawi dan dia juga memberikan beberapa catatan yang berisi penjelasan singkat, berimbang dan informatif. Penerjemahan ini dilakukan oleh George Sale dengan mengedepankan cara berpikir yang ilmiah daripada fanatisme keagamaan. Oleh karena hal tersebut, terjemahan George Sale ini memiliki tingkat akurasi yang baik jika dibandingkan dengan pendahulunya.

Penerjemahan al-Qur’an kedalam bahasa Inggris masih berlangsung pada abad ke-19. Pada abad ini terdapat dua terjemahan al-Qur’an yang masing-masing ditulis oleh John Mendows Rodwell dan Edward Henry Palmer.

Terjemahan yang disusun oleh Rodwell diberi judul The Koran yang terbit pada tahun 1861 M. Terjemahan yang disusun oleh Rodwell ini terlihat memngandung intensi untuk menghina al-Qur’an dan Nabi Muhammad. Penerjemahan yang dilakukan oleh Palmer menghasilkan sebuah buku yang diberi judul The Qur’an dan terbit pada tahun 1880 M.

Abad ke-20 menjadi awal dari periode awal dibukanya program Islamic Studies, Sejarah, Bahasa, dan Kebudayaan Timur Tengah di beberapa perguruan tinggi di Barat. Hal ini didasari oleh meningkatnya minat kajian terhadap Islam. Dibukanya program Islamic Studies di beberapa perguruan tinggi di barat ini melahirkan banyak sarjana Barat yang menerjemahkan al-Qur’an kedalam berbagai bahasa.

Para penerjemah yang muncul di Inggris pada abad ini antara lain Richard Bell, Arthur J. Arberry, dan Nessim Joseph Dawood. Selain tiga nama tersebut, pada abad ini para cendekiawan islam juga melakukan penerjemahan dan tercatat ada 73 karya terjemahan al-Qur’an dalam bahasa Inggris.

Richard Bell menerjemahkan al-Qur’an kedalam bahasa Inggris dan diberi judul The Qur’an Translated, with a critical rearrangement of the Surahs. Karya ini terbit dalam dua jilid dan memiliki keunikan karena usaha penulis untuk menyusun ulang secara kritis materi-materi yang terdapat dalam al-Qur’an kedalam beberapa periode pewahyuan.

Bell berusaha membagi bagian-bagian al-Qur’an, dalam beberapa potongan kecil sebagai usaha untuk menanggalkannya. Upaya yang dilakukan Bell tersebut justru terkesan tentatif. Penyusunan dengan cara membagi al-Qur’an kedalam beberapa bagian yang dilakukan oleh Bell pada faktanya justru mengganggu alur penerjemahan dan menyulitkan pembaca untuk memahaminya.

Selain Bell, Arthur J. Arberry juga menulis terjemahan al-Qur’an dan menerbitkannya dalam dua jilid. Terjemahan Arthur ini diberi judul The Koran Interpreted yang terbit pada tahun 1955. Terjemahan ini dianggap sebagai salah satu terjemahan al-Qur’an ke dalam bahasa Inggris yang terbaik.

Baca juga: Abraham Geiger dan Kritiknya Terhadap Al-Qur’an

Pada dasarnya karya ini tidaklah berdiri sendiri, melainkan sebuah kelanjutan dari terbitan perdananya yaitu The Holy Qur’an: An Introduction With Selestions yang terbit pada tahun 1953. Terjemahan ini merupakan salah satu karya eksperimental pada masanya yang menerjemahkan bagian-bagian terpilih dari al-Qur’an dengan menggunakan berbagai metode.

Selama menulis The Koran Interpreted, Arberry memandang setiap surah yang terdapat dalam al-Qur’an sebagai suatu kesatuan dalam dirinya dan Arberry juga melihat al-Qur’an sebagai sebauh wahyu yang sederhana dan konsisten. Arberry juga menganggap al-Qur’an memiliki karakteristik yang berupa simfoni yang tidak tertirukan.

Penerjemahan al-Qur’an kedalam bahasa Inggris yang dilakukan oleh sarjana Barat menambah khazanah ilmu pengetahuan bagi umat islam. Meskipun pada awalnya penerjemahan yang dilakukan oleh sarjana Barat memiliki tujuan untuk mempelajari dan ingin menjatuhkan islam, namun bersama dengan bergantinya waktu studi al-Qur’an di Barat hingga saat ini mulai dibangun dengan kerangka berpikir ilmiah, bukan lagi kebencian seperti pada abad terdahulu.

Oleh karena itu, tujuan dari studi al-Qur’an pada saat ini lebih kepada pencarian ilmu yang besifat ilmiah dan berusaha memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.

Editor: Sukma Wahyuni

_ _ _ _ _ _ _ _ _
Catatan: Tulisan ini murni opini penulis, redaksi tidak bertanggung jawab terhadap konten dan gagasan. Saran dan kritik silakan hubungi [email protected]

Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! Selain apresiasi kepada penulis, komentar dan reaksi Anda juga menjadi semangat bagi Tim Redaksi 🙂

Silakan bagi (share) ke media sosial Anda, jika Anda setuju artikel ini bermanfaat!

Jika Anda ingin menerbitkan tulisan di Artikula.id, silakan kirim naskah Anda dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannya di sini! 

Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!


Like it? Share with your friends!

6
6 points

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
0
Sedih
Cakep Cakep
0
Cakep
Kesal Kesal
0
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
0
Tidak Suka
Suka Suka
8
Suka
Ngakak Ngakak
0
Ngakak
Wooow Wooow
2
Wooow
Keren Keren
3
Keren
Terkejut Terkejut
0
Terkejut
Iqbal Fajri

Master

Saya adalah mahasiswa di salah satu perguruan islam negri di Yogyakarta. Selain menulis saya juga hobi fotografi. Sebab menurut saya antara fotografi dan menulis tidak dapat dipisahkan. Keduanya juga memiliki kesamaan yaitu tentang bercerita. Jika dengan menulis kita akan bercerita lewat teks maka dalam fotografi, kita akan bercerita melalui gambar.

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals