Nasihat Bijaksana Sang Orang Gila (Abu Wahib Buhlul al-Majnun)

Belajar hikmah dari orang gila lewat Buku ‘Uqala al-Majanin’ karya Abu Al-Qasim An-Naisaburi.4 min


-1
Sumber ilustrasi: muslimobsession.com

“Don’t Judge A Book By Its Cover” (jangan menilai buku dari sampulnya). Mungkin ungkapan ini tidak asing lagi di telinga banyak orang. Namun, di tengah kehidupan modern seperti saat ini yang serba individual, nampaknya ungkapan ini sedikit demi sedikit mulai sirna. Saat ini orang lebih cenderung melihat dari latarbelakang apakah dia seorang pejabat, seorang ahli atau seorang yang mempunyai kapasitas untuk berbicara hal yang dikuasainya.

Merebaknya media sosial saat ini juga turut memperlancar sirnanya ungkapan tersebut. Hal itu terlihat dari maraknya apa yang disebut dengan fenomena “viral”. Dimana orang hanya melihat sesuatu dari luarnya saja atau lebih suka terjebak pada kehebohan sesaat, sehingga pada saat bersama sesuatu yang tidak menghebohkan dan terkesan biasa-biasa saja jadi terlupakan. Hal ini salah satu yang sering terjadi adalah merehmehkan memandang rendah orang-orang yang berbeda dari keumuman atau dari kewajaran baik secara penampilan atau pemikiran seperti orang-orang gila.

Jangan-jangan orang yang kita anggap gila dan tidak menghebohkan dunia maya memiliki nilai lebih ditengah-tengah masyarakat seperti kecerdasan luar biasa, baik secara intelektual maupun spiritual. Sejarah telah menunjukkan hal demikian, orang yang berpenampilan layaknya orang saleh, tak dapat dijamin bahwa dia orang saleh. Secara pakaian terlihat saleh namun mulutnya selalu mencaci maki. Demikian pula sebaliknya, orang yang tampangnya tidak meyakinkan, tak secara otomatis layak untuk dipandang sebelah mata.

Sebab, tak jarang yang terjadi justru bertolak belakang 180 derajat. Orang yang berpenampilan parlente justru secara ekonomi masih jatuh bangun, sedangkan orang yang kemana-mana mengenakan celana pendek malah sudah sangat mapan. Orang yang sehari-hari dikenal sebagai agamawan justru lebih memikirkan duniawi, sementara orang yang sehari-hari berdagang, bertani, berkebun malah senantiasa pikirannya lebih berfokus pada hal-hal ukhrawi.

Baca juga: Si Gila dan Riwayat Pemikirannya yang Spektakuler

Bahkan lebih jauh baik dalam ranah agama dan filsafat fenomena ini marak terjadi. Socrates misalnya, di ranah filsafat, pernah dianggap gila oleh orang-orang Yunani. Bapak filsafat itu mempertanyakan hal-hal yang diterima begitu saja oleh orang-orang di sekitarnya. Dengan pertanyaannya itu, Socrates menyadarkan orang-orang supaya tidak terjebak pada opini belaka, tetapi lebih kepada pengetahuan yang dalam dan dapat dipertanggungjawabkan. Namun, lantaran pencerahannya itu, Socrates dihukum mati karena dianggap menyesatkan masyarakat.

Tapi, apakah “kekalahan” Socrates itu menunjukkan bahwa dia gila dan salah, sedangkan masyarakatnya menjadi benar? Di ranah agama, Nabi Muhammad juga pernah dianggap gila tatkala mendakwahkan Islam di Mekkah. Hingga mengharuskan dirinya bermigrasi ke Madinah. Namun lagi-lagi timbul pertanyaan, apakah saat Nabi Muhammad terusir dari kampung halamannya beliau benar-benar gila, sedangkan para pengusirnya menjadi waras?

Itulah mengapa sisi lahiriah yang selama ini menjadi ukuran dalam menilai seseorang ternyata diragukan tingkat akurasinya dan secara perlahan mulai diarahkan ke sisi lebih dalam, yakni batiniah. Sebagaimana mahfuzhat (ungkapan mutiara) yang berbunyi: “undzur maa qoola walaa tandzur man qoola” (lihatlah apa yang disampaikan namun jangan lihat siapa yang menyampaikan)

Oleh karena itu, dalam tulisan ini sedikit banyaknya ingin menunjukkan beberapa kebijaksanaan orang-orang yang dianggap gila tetapi memiliki nilai-nilai nasehat yang sangat tinggi. Rata-rata mereka adalah para sufi: orang-orang zuhud yang sangat mencintai Tuhan. Sebagaimana yang terdapat di dalam buku ‘Uqala al-Majanin’ karya Abu Al-Qasim An-Naisaburi. Sebuah buku yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berjudul “Kebijaksanaan Orang-Orang Gila” terbitan Wali Pustaka tahun 2017.

Salah satu kisah yang diangkat dalam buku tersebut adalah kisah Abu Wahib Buhlul ibn Umar ibn al-Mughirah al-Majnun. Abu Wahib Buhlul ibn Umar ibn al-Mughirah al-Majnun sendiri merupakan seorang pria yang berasal dari Kuffah pada masa Khalifah Harun al-Rasyid. Kisah kehidupannya dimulai tatkala Muhammad ibn Ismail ibn Abu Fudaik berkata, “Saya melihat Buhlul di salah satu kuburan. Dia mengikat kakinya di suatu makam sambil bermain pasir. Kepadanya saya berkata, “Apa yang engkau lakukan di sini? Buhlul menjawab, “Saya duduk bersama orang-orang yang tidak menyakitiku dan seandainya saya tidak bersama mereka, mereka tidak memfitnahku”.

Kepadanya saya berkata, “Harga barang telah naik, sudikah engkau berdoa kepada Allah supaya menyingkap musibah ini”. Buhlul menjawab, “Demi Allah! Saya tidak peduli waulaupun sebutir gandum berharga satu dinar. Sesungguhnya Allah SWT memerintahkan kita untuk menyembah-Nya. Seiring perintah-Nya itu, Allah akan memberi kita rezeki sebagaimana yang telah Dia Janjikan”. Kemudian Buhlul bertepuk tangan dan membuat syair berikut:

“Wahai orang yang bersenang-senang dengan dunia dan perhiasannya. Dan matanya selalu mencari-cari kenikmatan engkau menyibukkannya dirimu dengan sesuatu yang tidak engkau dapatkan. Apa yang akan kau katakan pada Tuhan kelak saat engkau berjumpa dengan-Nya?”

Baca juga: Orang Gila yang Waras

Kemudian pada hal serupa suatu saat Ahmad ibn Sahl berkata, “Ada seseorang lelaki yang bertanya kepada Buhlul,”. Apakah anda tidak malu makan di pasar? Buhlul menjawab, “Celaka engkau! Engkau telah menyerang Allah dan menolak-Nya. Allah tidak malu mendatangiku dalam pasar. Maka akankah aku malu makan di dalamnya?” Bahkan pada suatu hari Buhlul yang dianggap gila pernah ditanya oleh ibunya, ibu Buhlul bertanya, Anakku! Sebutkan orang-orang gila yang kamu ketahui? Buhlul menjawab, ‘mohon jangan menanyakan hal itu, ibu. Karena anakmu salah seorang dari mereka”.  Kemudian ia mengutarakan syair yang berbunyi:

“Wahai pencari rezeki secara sungguh-sungguh di segala penjuru! Apa kau telah melelahkan dirimu, hingga tak kuasa lagi berusaha? Engkau berusaha memperoleh rezeki, padahal Allah mencukupkanmu untuk mencari-Nya. Duduklah! Rezeki berikut penyebabnya akan mendatangimu. Berapa banyak orang yang lemah akal yang kau kenal, tetapi mereka memiliki kekuasaan, rezeki, dan emas. Dan orang-orang terpandang yang memiliki akal, terlihat jelas kefakirannya, dan tak punya harta benda. Mintalah rezeki kepada Allah dari khazanahnya Allah memberi rezeki di luar nalar dan perhitungan” 

Hingga pada suatu hari Ali ibn Sa’dan berkata, “Saya melihat Buhlul di suatu pemakaman berbicara dengan kuburan. Kepadanya saya bertanya, ‘Apa yang engkau lakukan di sini? Apakah engkau lapar?”. Buhlul menjawab, “Menyingkirlah dariku, pengangguran!” lantas Buhlul bersyair:

“Engkau lapar? Sesungguhnya lapar adalah tanda ketakwaan. Rasa lapar yang berkepanjangan pada suatu hari akan dikenyangkan”. 

Dari kisah Buhlul al-Majnun di atas yang dianggap gila oleh lingkungannya dapat diambil hikmah yang berharga sebagaimana yang dikatakan oleh Nabi Muhammad bahwa “Al-Hikmah dhallat al-mu’min, anna wajadaha fa huwa ahaqqu biha” (kebijaksanaan ibarat benda yang hilang milik orang mukmin. Dimana pun orang mukmin mendapatkannya, dia paling berhak mengambilnya) – (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah). Oleh karena itu, sebagaimana sebuah pepatah yang mengatakan, “Khudz al-hikmah walau min dubur ad-dajaj” (Ambillah kebijaksanaan meskipun keluar dari pantat ayam).

Maka pelajaran yang bisa diambil di tengah kondisi kehidupan yang semakin individualis yang cenderung memandang hidup hanya berisi berlomba-lomba dalam mencapai kesuksesan dari hal-hal yang bersifat lahiriyah atau permukaan. Harus lebih diarahkan kepada hal-hal yang lebih bersifat batiniyah, yakni hal-hal yang lebih mendorong pada rasa kasih sayang dan kebersamaan.

Editor: Ahmad Mufarrih
_ _ _ _ _ _ _ _ _
Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! Selain apresiasi kepada penulis, komentar dan reaksi Anda juga menjadi semangat bagi Tim Redaksi 🙂

Silakan bagi (share) ke media sosial Anda, jika Anda setuju artikel ini bermanfaat!

Jika Anda ingin menerbitkan tulisan di Artikula.id, silakan kirim naskah Anda dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannya di sini! 

Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!

[zombify_post]


Like it? Share with your friends!

-1
R. Dimas Sigit Cahyokusumo
Sang Pembelajar

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.