Meletakkan Pedang dan Perisai di Bulan Muharram

"..Bulan ini sebagai penanda pergantian tahun baru berjalan sejajar dengan upaya menjadikannya tempat merenung, melakukan introspeksi dan evaluasi.."1 min


3
3 points
tarbiyah.net

Muharram itu bulan yang damai. Bahkan masyarakat Arab yang terbangun dengan karakter keras saja sepakat meletakkan pedang dan perisai pada bulan itu. Dengan demikian, pantas bulan ini dinamakan Muharram karena dalam poin tertentu Bangsa Arab diharamkan untuk beberapa hal.

Baca juga: Perayaan Tahun Baru dan Tasyabbuh

Bulan ini sebagai penanda pergantian tahun baru berjalan sejajar dengan upaya menjadikannya tempat merenung, melakukan introspeksi dan evaluasi agar kedepan hari esok kan lebih baik. Sebuah upaya menuju damai dan usaha itu butuh ketenangan tanpa gangguan sedikitpun, maka mungkin hal ini tepat menjadi alasan kenapa dilarang perang pada bulan ini.

Ini semacam tradition rites, sebuah istilah yang diungkapkan sejarawan Arab Khalil Abdul Karim yang menyikapi seseorang antropolog Van Janeib yang menggunakan istilah itu untuk menunjukkan makna sejumlah ritual yang dipelihara oleh individu ketika telah menapaki tahap biologi dan sosial.

Bagaimanapun hebatnya perang yang mentradisi di Arab, namun terdapat hal yang perlu diapresiasi dari mereka. Yakni kekuatan dalam memegang prinsip dalam beberapa momen tradisi. Mereka selalu disiplin dan patuh untuk mentaati aturan budaya.

Baca juga: Islam dan Malam Tahun Baru Masehi

Bulan ini menjadi semacam puncak dari rangkaian ritual Bangsa Arab, di mana saat mereka dihadapkan dengan penghujung tahun dengan ritual penyucian diri. Seluruh mereka berlalu dari segala penjuru Jazirah Arab menuju pada bangunan agung bernama ka’bah. Mereka rela meninggalkan aktivitas pencaharian, rumah tangga, dan kesenangan sehari-hari untuk berkumpul memutari bangunan agung pada Dzulhijjah yang merupakan gerbang Muharram.

Haji dan atsmosfer muharram juga mungkin bukan sebuah kebetulan dan spekulasi tradisi.

Terdapat beberapa nilai yang mewarnai perjalanan sejarah pergantian tahun. Konsep introspeksi dan evaluasi selalu membutuhkan ketenangan. Karena ini pula bagi tradisi Budhism misalkan, selalu mengaitkan meditasi, relaksasi, dan perenungan dengan kesucian diri. Hal ini juga dilalui oleh ajaran sufistik.

Bahkan sekaliber Al-Ghazali juga pernah melakukan uzlah di menara Masjid Damaskus. Tidak hanya Al-Ghazali, siapapun sejarawan tidak ada yang meragukan, bahwa sosok Nabi Muhammad SAW juga melakukan hal itu. Beliau ber-uzlah, merenung, melakukan introspeksi dan evaluasi zahir-batin di gua Hira.

Muharram adalah bulan introspeksi dan penenangan. Hal ini lucu jika mengaitkan esensi Muharram dan menjadikannya sebagai sudut pandang dalam melihat konteks Indonesia menjelang pilpres ini, banyak nyinyiran hujatan dan lain sebagainya.

Maka mari gunakan momentum Muharram dan tahun baru ini untuk cooling down dan berfikir jernih sementara dengan menanggalkan sejenak atribut politik, golongan, dan kelompok.

Artikel lainnya: Refleksi Tahun 2017 (Bijak Menyikapi Alam)


Like it? Share with your friends!

3
3 points

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
0
Sedih
Cakep Cakep
0
Cakep
Kesal Kesal
0
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
0
Tidak Suka
Suka Suka
0
Suka
Ngakak Ngakak
0
Ngakak
Wooow Wooow
0
Wooow
Keren Keren
0
Keren
Terkejut Terkejut
0
Terkejut
Muhammad Barir
Muhammad Barir, S.Th.I., M.Ag. adalah redaktur Artikula.id. Ia telah menulis beberapa karya, diantaranya adalah buku Tradisi Al Quran di Pesisir.

One Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals