Al-Qur’an adalah kitab suci yang mengandung isyarat ilmu pengetahuan, karena di dalamnya bukan hanya berbicara mengenai aqidah, akhlak, atau ibadah, tetapi juga berbicara mengenai tema-tema yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan ilmiah. Salah satu temanya adalah yang berkaitan dengan ilmu astronomi (nujum), yakni disiplin ilmu yang terkait dengan persoalan perbintangan dan angkasa raya (Lajnah Pentashihan Al-Qur’an, 2014: 151).
Baca juga: Membaca Al-Quran dan Alam
Semua fenomena yang terjadi diangkasa raya diceritakan dalam Al-Qur’an dengan isyarat-isyarat atau simbol. Hal ini menjadi keistimewaan bagi Al-Qur’an itu sendiri untuk menyadarkan kita akan tanda-tanda kekuasaan Allah Swt dalam menciptakan, menguasai dan mengatur alam raya.(Quthub, 2014: 768). Hal ini ditegaskan didalam ayat berikut (artinya):
“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.”(Q.S Yunus/10: 5)
Ayat ini mengingatkan bahwa Allah yang telah menciptakan matahari dan bulan serta mengatur keduanya. Ini adalah dua buah pemandangan alam yang sering kita lihat silih berganti siang dan malam. Hal ini mengisyaratkan kepada kita bahwa matahari dan bulan itu bergerak (beredar). Jika dengan peredaran matahari kita mengetahui waktu dan hari, maka dengan peredaran bulan kita akan mengetahui bulan dan tahun.
Dalam peredarannya bulan memiliki ciri tersendiri, karena hanya bulan yang dalam peredarannya ditetapkan manzilah-manzilah. “…dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu…” (Q.S Yunus/10: 5)
Kata ditetapkannya dari kata wa qaddarahu berarti peredaran bulan mengelilingi bumi itu sudah dipastikan tidak akan berubah-ubah lagi buat selamanya. Peredaran bulan itu telah ditentukan dari detik ke detik, menit ke menit bahkan setengah detik pun sudah ada ketentuannya(Hamka, 2017: 366).
Dari peredaran bulan kita akan lihat kenaikan bulan dari sehari bulan, dua hari bulan, tiga hari bulan dan seterusnya. Sehingga kita akan melihat dari bumi bulan itu berubah-ubah dari bulan sabit, bulan purnama dan bulan susut. Tiap-tiap edaran malam telah ditentukan juga tempat perjalanannya dalam hal ini ahli falak menamai manaazil(Hamka, 2007: 367).
Baca juga: Ghayah dan Wasilah: Upaya Memahami Ayat Kauniyah
Menurut Ibn Qutaibah dalam kitab al-Anwa’ terdapat 28 manazil yang dilalui bulan: as-Sarathan, al-Buthain, Tsuraya, al-Dabran, Haq’ah, Han’ah, Dzira’, Natsrah, Tharf, Jabhah, Zabrah, Sharfah, ‘Awwa’, wa Simak ar-Ramih, as-Simak al-‘Azal, al-Ghafr, az-Zubani, al-Iklil, al-Qalb, asy-Syaulah, Na’aa’im, Baladah, Sa’ad adz-Dzabih, Su’ud Bula’a, Sa’ad al-Akhlabiyah, Far’ ad-Dalw al-Muqaddam, al-Far’al-Muakhkhar, dan Bathn al-Huut.( Mahmud Syukri, 1997: 109)
Dari 28 manaazil inilah penentuan bulan Qamariyah. Dua hari untuk nuqshan dan mihaq. Nuqshan dan mihaq yaitu, tiga malam dari akhir bulan qamariyah, apabila bulan tidak tampak lagi (Qurthubi, 2014: 768).Adapun untuk waktu bulan mengelilingi bumi, bulan menempuhnya selama 29 hari, 12 jam, 44 menit dan 2,8 detik(Shihab, 2002: 21).
Waktu tempuh bulan itu didapat dari hasil gerakan bulan setiap harinya menempuh waktu 13 derajat: 1 jam, 3 menit, 53 detik, dan 56 detak. Sehingga menampakkan bulan setiap malamnya selalu terlambat kira-kira 50 menit dari malam sebelumnya(Mahmud Syukri,1997: 110).
Tujuan Allah Swt menjelaskan ayat mengenai perjalanan bulan yang telah diatur sedemikian rupa, dan ketentuan yang tetap pada manzilaah (tempat-tempat) peredarannya, adalah untuk menunjukkan kebesaran ciptaan-Nya sekaligus sebagai dalil mengenai kemampuan dan ilmu-Nya yang maha luas.
Hal itu merupakan hikmah dan pelajaraan bagi manusia. “…Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui”(Q.S Yunus/10: 5).
Artikel lainnya: Dunia Tanpa Manusia
One Comment