Di dalam sebuah masa, setiap manusia yang hidup di zaman itu memiliki keinginan untuk menjadi Tuhan. Mereka beranggapan menjadi hal yang sempurna adalah sebuah trend. Layaknya Tuhan. Sempurna tanpa cacat. Akhirnya mereka berlomba-lomba untuk bisa menjadi Tuhan.
Mereka yang di dalam golongan penulis, berusaha menulis sebaik mungkin hingga dapat setara dengan tulisan Kitab Suci, dan mampu dijadikan pedoman yang sempurna kemudian diikuti oleh banyak umat. Adapun mereka dari golongan medis berkutat meneliti menciptakan obat-obat hingga dapat menyembuhkan kematian dan juga menemukan virus yang dapat menciptakan ancaman bencana untuk umat manusia sehingga mampu mengontrol nafsu bebas manusia.
Demikian juga dari golongan seniman berusaha mengintegrasikan isi khayalnya yang fiktif menjadi nyata dan memberikan gambaran senyata-nyatanya hingga dapat merasuki jiwa dan pikiran manusia. Lebih hebatnya dari golongan politikus yang berusaha mati-matian agar hidup kembali menjadi Tuhan yang berkuasa di tanahnya, di negaranya, di muka bumi yang dianggap adalah miliknya dan segala isinya atas kuasanya.
Lucunya, ada dari golongan anak-anak yang berkemauan kuat menjadi dewasa agar dapat memberikan perintah-perintah dan larangan-larangan yang tidak terbantahkan kepada calon generasi di golongannya. Banyak golongan-golongan yang berusaha memacu dirinya menjadi sempurna persis Tuhan dengan segala kemampuannya yang sempurna. Singkatnya, mereka ingin menjadi Tuhan.
Kemudian, datang segolongan komedian yang menjelma sebagai Iblis. Menyebar ke dalam semua golongan untuk menyerukan sebuah gerakan bahwa tidak perlu menjadi Tuhan. Menjadi Tuhan adalah pekerjaan yang melelahkan. Kita semua bukan Tuhan yang seutuhnya.
Kita hanya dibekali sebagaian dari Dirinya-Nya berupa Nafas (Ruh) sisanya kita semua terkomposisikan sebagai Tanah. Tenang mengendap lalu dengan diam-diam menumbuhkan sesuatu dari benih yang telah ditanam-Nya. Begitulah pemikiran yang mereka kemaskan lalu dihantarkan menjadi lelucon yang siap dihidangkan kepada golongan-golongan yang berambisi menjadi Tuhan.
Selalu ada konflik di mana-mana saat kumpulan golongan Iblis menyebar ke tiap-tiap golongan Tuhan. Di saat salah satu calon Tuhan berupaya sedangkan salah satu utusan kaum Iblis mengatakan, “Udahlah, jangan terlalu dipaksakan. Nanti hasilnya nggak bagus. Lemesin aja. Biar lemes, ngopi apa ngopi. Udah ngopi belum?”.
Ada juga yang lain mengatakan, “gimana sih kalian ini, masa semua ingin jadi Tuhan? Kalau nanti ada yang berselisih paham bakalan perang antar calon Tuhan dong?” Beragam daya dan upaya kaum Iblis untuk melunturkan semangat dan ambisi mereka yang dari golongan Tuhan.
Kaum Iblis mencemooh tindakan mereka, meledek, bahkan ada juga yang menghasut mereka hingga timbul perselisihan yang nyata antarcalon Tuhan untuk membenarkan apa yang dikatakan para Iblis bahwa menjadi Tuhan memanglah melelahkan. Tidak ada guna. Bagi mereka, Tuhan itu satu. Tidak menyerupai apapun, tidak diperanakkan, dan tidak pula beranak.
Demikian pendapat salah satu dari mereka yang bergolongan Iblis seraya mengatakan, “Jangan menjadi Tuhan. Menjadi Tuhan itu berat. Biar Dia saja yang pantas menjadi Tuhan. Aku khawatir kamu menjadi berdosa akibat menyaingi-Nya”.
Hanya sedikit dari golongan Tuhan yang bertaubat dan ikut dalam kesesatan yang diusung oleh para kaum Iblis. Tidak luput dari mereka yang bergolongan Tuhan memprotes seruan para kaum Iblis yang berusaha menyesatkan mereka. Mereka melawan, “kamu ini tahu apa? Justru dengan adanya keterlibatan zat-Nya ke dalam tubuh kita maka kita berhak berlaku layaknya Dia!”. “Ah, dasar kamu ini para ciptaan dari api, bisanya cuma ngompori. Sory ye, kita mah nggak bakalan hangus dipanas-panasi kalian”.
Singkat cerita, dua kubu tersebut saling beradu pengaruh hingga terpicu gejolak perang fisik dan perang pemikiran untuk dapat memunculkan trend yang disepakati di peradaban tersebut. Hingga sekarang akhir dari perselisihan dua kubu yang telah diceritakan belum menuju penghabisan cerita. Tamat.
0 Comments