Allah swt mendesain manusia untuk menjadi khalifah di muka bumi. Hal itu sempat menimbulkan pertanyaan dari kalangan malaikat, sebagaimana dinarasikan Al-Quran sebagai berikut.
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat-malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan satu khalifah di bumi.” Mereka berkata, ”Apakah Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu pihak yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS 2:30).
Khalifah pada mulanya berarti pihak yang datang sesudah siapa yang tiba sebelumnya. Kekhalifahan mengandung unsur wewenang yang dianugerahkan Allah swt kepada makhluk-Nya di wilayah tempat ia bertugas. Kekhalifahan mengharuskan orang yang diserahi wewenang itu untuk melaksanakan tugas sesuai dengan petunjuk Allah swt.
Allah swt menjadikan manusia di bumi antara lain untuk mengatur dan memakmurkan dunia:
Kepada kaum Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Dia berkata, “Wahai kaumku, sembahlah Allah. Sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan yang berkuasa dan berhak disembah selain Dia. Dia telah menciptakan kamu pertama kali dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu berpotensi memakmurkannya. Karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku sangat dekat rahmat-Nya lagi Maha Memperkenankan doa hamba-Nya.” (QS 11:61)
Khalifah identik dengan penguasa di muka bumi. Allah swt mengangkat Nabi Dawud sebagai khalifah dalam firman-Nya,
Wahai Dawud, sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka putuskanlah perkara di antara manusia dengan adil dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah bagi mereka azab yang sangat keras, karena mereka melupakan Hari Perhitungan.(QS 38:26)
Kepemimpinan adalah amanah dan anugerah Allah swt kepada hamba-hamba pilihan-Nya. Allah swt menguji Nabi Ibrahim dengan beberapa ujian. Setelah ia menyempurnakan ujian tersebut Allah swt menjadikannya pemimpin umat manusia. Allah swt berfirman dalam Al-Quran,
Ingatlah, ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), maka Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan kamu imam (pemimpin, teladan) bagi seluruh manusia.” Ibrahim berkata, “Saya mohon juga dari keturunanku.” Allah berfirman, “Janji-Ku ini tidak mengenai orang-orang zalim.” (QS 2:124)
Ujian Allah swt kepada Nabi Ibrahim as antara lain berupa perintah untuk menempatkan anak dan istrinya di lembah Mekah yang tiada tanaman, membangun Ka’bah, membersihkan Ka’bah dari kemusyrikan, mengorbankan anaknya, Ismail, dan menghadapi raja Namrudz dengan risiko dilemparkan ke dalam kobaran api (QS 14:37, 2:125, 37:102, 21:68).
Allah swt juga mengabulkan doa Nabi Ibrahim as. Di antara anak keturunan Nabi Ibrahim as ialah Nabi Musa dan Nabi Isa dari silsilah Nabi Ishaq, dan Nabi Muhammad saw dari silsilah Nabi Ismail as, sehingga beliau mendapat gelar Bapak para Nabi. Allah swt pun menjadikan Nabi Ibrahim kesayangan-Nya; Khalilullah, Sang Sahabat Tuhan (QS 4:125).
Ataukah mereka dengki kepada manusia lantaran anugerah yang telah Allah berikan kepadanya? Sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepada mereka kerajaan yang besar (QS 4:54).
Kepemimpin dalam Kehidupan Sosial
Ulil amri identik dengan pemimpin dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Allah swt berpesan kepada orang-orang beriman sebagai berikut.
Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu. Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik dampaknya (di dunia dan akhirat). (QS 4:59)
Ayat tersebut mengandung pesan kepada orang-orang beriman agar mereka menaati orang-orang yang berwenang menangani urusan-urusan kemasyarakatan mereka, selama aturan-aturannya sejalan dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
Wajar, kepemimpinan di dunia menjadi bahan rebutan, karena mengandung berbagai efek samping. Ketika Allah swt mengangkat Thalut sebagai raja, kaum pun mengajukan protes dengan argumen yang stereotype sebagai berikut.
Tidakkah kamu memperhatikan pemuka-pemuka dari Bani Israil sesudah nabi Musa, yaitu ketika mereka berkata kepada seorang nabi mereka, “Angkatlah untuk kami seorang raja supaya kami berperang (di bawah pimpinannya) di jalan Allah.” Nabi mereka menjawab, “Mungkin sekali jika nanti kamu diwajibkan berperang, kamu tidak akan berperang.” Mereka menjawab, “Mengapa kami tidak mau berperang di jalan Allah, padahal sungguh kami telah diusir dari kampong halaman kami dan dijauhkan dari anak-anak kami?” Maka tatkala perang diwajibkan atas mereka, mereka pun berpaling, kecuali sedikit di antara mereka. Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang zalim. (QS 2:246).
Nabi mereka mengatakan kepada mereka, “Sesungguhnya Allah telah mengutus untuk kamu Thalut menjadi raja.” Mereka menjawab, “Bagaimana mungkin dia memiliki wewenang memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedangkan dia pun tidak diberi kelapangan dalam harta?” Nabi mereka berkata, “Sesungguhnya Allah telah memilihnya atas kamu dan melebihkan untuknya keluasan dalam ilmu dan keperkasaan tubuh.” Allah memberikan kekuasaan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan Allah Maha Luas kekuasaan, keagungan dan rezeki-Nya lagi Maha Mengetahui. (QS 2:247).
Nabi mereka mengatakan kepada mereka, “Sesungguhnya tanda kekuasaan (kerajaannya), ialah datangnya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun. Tabut itu dibawa oleh malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda kebesaran dan kekuasaan Allah bagimu, jika kamu orang-orang mukmin yang mantap imannya. (QS 2:248).
Kekuasaancenderung korupsi dan penguasa lalim cenderung merampas kekayaan rakyatnya. Hal ini tergambar dalam perjalanan Nabi Musa bersama gurunya dan perjuangan Nabi Musa menghadapi Fir’aun.
Adapun perahu itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut untuk mencari rezeki, maka aku ingin membuat ciri perahu itu, sehingga dinilai tidak layak digunakan, karena di balik sana ada raja yang kejam dan selalu memerintahkan petugas-petugasnya agar mengambil setiap perahu secara paksa. (QS 18:79)
Pergilah kepada Fir’aun (untuk menyampaikan risalah Allah); sesungguhnya ia telah melampaui batas. Musa berkata, “Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku (hatiku), mudahkanlah untukku urusanku, lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku, dan jadikanlah untukku seorang pembantu (dalam mengemban tugas kenabian) dari keluargaku, yaitu Harun, saudaraku. Teguhkanlah dengannya kekuatanku dan jadikankanlah ia sekutu dalam urusanku, supaya kami banyak bertasbih kepada Engkau, dan banyak mengingat Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Melihat dan Maha Mengetahui kebutuhan (keadaan) kami.” Allah berfirman, “Sungguh, telah diperkenankan permintaanmu, wahai Musa. Sesungguhnya Kami telah menganugerahkan nikmat kepadamu pada kali yang lain. (QS 20:24-37).
Pada rangkaian ayat berikutnya Allah swt berfirman,
Aku telah memilihmu untuk diri-Ku (sebagai rasul). Pergilah kamu beserta saudaramu dengan membawa ayat-ayat-Ku, dan janganlah kamu berdua lalai darimengingat-Ku. Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan perkataan yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat (kebesaran-Ku) atau takut. Mereka berdua berkata, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami khawatir bahwa ia segera menyiksa kami atau dia akan bertambah melampaui batas.” Allah berfirman, “Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua. Aku mendengar dan melihat.” Maka datanglah kamu berdua kepadanya dan katakanlah, “Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil pergi bersama kami dan janganlah kamu menyiksa mereka. Sesungguhnya kami telah datang kepadamu dengan membawa bukti (kerasulan kami) dari Tuhanmu. Keselamatan dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk. (20:41-47).
Kepemimpinan dan kekuasaan bukanlah kehormatan, melainkan amanat yang harus dipertanggungjawabkan di dunia maupun di hari akhir nanti.
Apabila malapetaka yang sangat besar (hari kiamat) telah datang. Pada hari itu manusia teringat akan apa yang telah dia kerjakan. Dan diperlihatkan neraka dengan jelas kepada setiap orang yang melihat. Adapun orang yang melampaui batas dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggalnya. Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya. (QS 79:34-41).
Para pemimpin dan penguasa yang amanah akan dimuliakan Allah swt di sini dan di sana. []
_ _ _ _ _ _ _ _ _
Bagaimana pendapat Anda tentang artikel ini? Apakah Anda menyukainya atau sebaliknya? Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom bawah ya!
Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!
0 Comments