Menakar Alam Berfikir Kaum Pengujar Kebencian

"..Orang Indonesia lupa menggali nilai filosofis leluhurnya dan mencari unsur luar tanpa memiliki kemampuan melakukan filter mana yang baik dan buruk.."1 min


3
27 shares, 3 points

Beberapa tahun ini, dikenal nama Jonru Ginting. Seorang penulis dan pengusaha. Karir yang cukup bagus sebagai instruktur kepenulisan dan pemimpin sebuah penerbitan self publishing tidak membuatnya hidup mengalir menjalani aktivitasnya yang telah mapan. Ia harus terjebak di dalam arus politik yang mengakibatkannya terancam pidana.

Kisah hidup Jonru Ginting tak ubahnya sebagai extras atau pemeran tambahan sebuah film yang menggambarkan kondisi politik yang sedang memanas. Dalam sebuah kisah drama kolosal, pemeran sebuah prajurit kerajaan selalu tidak menyenangkan. Ketika perang ia akan berakting mati terkena hantaman pedang maupun mati tertikam busur panah. Sedangkan aktor yang memerankan raja biasanya hanya memberikan komando dari jauh.

Ulasan di atas memberi gambaran tentang banyaknya pion-pion politik yang dikorbankan. Media selalu tidak berhasil mengungkap siapa sebenarnya dalang dan tokoh kunci yang memberikan komando terhadap aksi-aksi politis. Dan memang hal itu sudah menjadi kewajaran sejarah yang terjadi berulang-ulang.

Hal ini sedang marak di Indonesia, tidak perlu disesali secara berlarut-larut, namun yang perlu dipikirkan adalah solusi untuk mendinginkan keadaan. Bagaimanapun founding father Negara Indonesia telah berjuang meraih kemerdekaan. Kemerdekaan itu adalah milik segenap bangsa dan orang-orang seperti Jonru Ginting adalah bagian dari Bangsa Indonesia. Sehingga pemimpin perlu memiliki daya ngemong atau mengasuh seperti layaknya ibu kepada anak kandungnya.

Cara Berfikir Thomas Kuhn dalam Menilai Kelompok Pengujar Kebencian

Thomas Samuel Kuhn merupakan filsuf Amerika abad ke-20 yang terkenal dengan teori pergeseran paradigmanya. Buku yang terkenal dan menjadi magnum opus-nya adalah The Structure of Scientific Revolution yang ia susun pada 1962. Menurut teori pergeseran paradigma (shifting paradigm), dalam sejarah, selalu ada saja perubahan yang dialami oleh setiap pelakunya.

Sekuat apapun peradaban itu terbentuk akan melemah dan runtuh. Saat itulah di mana peradaban baru lahir. Mungkin hal ini yang sedang terjadi dalam mewarnai perpolitikan di Indonesia.

Bangsa Indonesia yang memiliki tradisi harus berbenturan dengan tradisi lain. Unsur yang membawa-bawa nama agama atau budaya baru mulai nampak seiring upaya memasukkan unsur politik khilafah menggantikan NKRI hingga upaya memasukkan unsur ekstrimis dengan diksi-diksi kafir, bid’ah, thaghut dan lain sebagainya yang marak merebak di dunia nyata dan dunia maya.

Hal tersebut terjadi akibat meredupnya rasa memiliki dan mencintai Tanah Air. Kebanggaan terhadap negara telah memudar bagi sebagian dari bangsa Indonesia sendiri. Jika merunut teori Thomas Kuhn di atas maka eksistensi Bangsa Indonesia sedang dipertaruhkan apakah dapat bertahan atau harus tergantikan oleh unsur-unsur luar yang mulai masuk secara berlahan.

Bagaikan permata di hadapan mata tidak dapat terlihat, namun sekadar batu cadas yang dipahat secara sederhana dicari-cari dan diagungkan. Orang Indonesia lupa menggali nilai filosofis leluhurnya dan mencari unsur luar tanpa memiliki kemampuan melakukan filter mana yang baik dan buruk. Misal, leluhur Jawa adalah leluhur yang santun, lalu maukah para pengujar kebencian kembali mempertimbangkan filosofi hidup itu untuk menjadi pembawaan mereka?


Like it? Share with your friends!

3
27 shares, 3 points

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
0
Sedih
Cakep Cakep
2
Cakep
Kesal Kesal
1
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
0
Tidak Suka
Suka Suka
3
Suka
Ngakak Ngakak
0
Ngakak
Wooow Wooow
1
Wooow
Keren Keren
3
Keren
Terkejut Terkejut
0
Terkejut
Muhammad Barir
Muhammad Barir, S.Th.I., M.Ag. adalah redaktur Artikula.id. Ia telah menulis beberapa karya, diantaranya adalah buku Tradisi Al Quran di Pesisir.

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals