Tulisan ini merupakan hasil diskusi bersama seorang kolega saya yang kuliah di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Tri Aji Soulisa. Tulisan ini memaparkan tentang Soft Power Diplomacy atau sebuah konsep yang dikembangkan oleh Joseph Nye dari Universitas Harvard untuk menyebut kemampuan menarik perhatian dan menyertai dengan cara selain koersi, persuasi menggunakan paksaan atau memberi uang dalam melangsungkan diplomasi.
Sebagaimana diketahui bahwa, kekuatan atau power dalam ilmu Hubungan Internasional adalah elemen utama dalam memperoleh kekuasaan.Dalam konteks ini,power dibedakan menjadi dua yaitu hard power dan soft power. Hard power merupakan kemampuan suatu negara untuk mempengaruhi pihak lawan melalui penggunaan kekerasan atau ancaman. Tujuan penggunaan hard power adalah untuk mengalahkan pihak lawan melalui penerapan sanksi atau penggunaan militer.
Baca juga: Tetangga yang Tak Pernah Akur
Pada skala yang lebih luas, hard power juga mencakupkekuatan politik, ekonomi atau militer yang dapat digunakan untuk mempengaruhi perilaku negara lainatau pengambilan keputusan pada tingakat internasional.
Adapun soft power, sebagaimana konsep yang dikeluarkan oleh Joseph Nye, merujuk pada kemampuan suatu negara mengkooptasi aktor lain tanpa menggunakan militer atau dengan menawarkan imbalan dalam bentuk economic incentives.
Nye juga menyebut soft power sebagai co-optive power yang berarti kemampuan suatu negara menciptakan situasi tertentu sehingga aktor-aktor lain menetapkan kebijakan mereka dengan cara yang konsisten pada kepentingan negara tersebut. Berbeda dengan hard power yang bersumber pada kekuatan militer dan ekonomi, soft power didasarkan pada sumber-sumber yang tidak kasat mata atau intangiable sources seperti daya tarik ideologi dan budaya serta keberadaan aturan dan institusi pada tingkat global.
Di sisi lain terdapat alat dari soft power itu sendiri yang dinamakan public diplomacy dan cultural diplomacy. Public diplomacy(diplomasi publik) merupakan sebuah program dengan pemerintah mengambil peran besar didalamnya Sarana yang dipakai dalam diplomasi publik adalah publikasi seperti televisi, radio, film dan sebagainya yang bersifat satu arah (one way communication). Fokus utamanya adalah politik karena kedutaan dan diplomat menjadi pemeran utama disini, tujuannya untuk membangun citra yang baik di negara lain.
Sedangkan diplomasi budaya (cultural diplomacy) menggunakan komunikasi dua arah sebagai basis dari instrumen publikasinya. Contohnya adalah seminar, beasiswa dan lain-lain karena sarana seperti televisi tidak terlalu populer dalam diplomasi budaya ini. Budaya menjadi fokus yang lebih dominan dibanding politik. Diplomasi budaya ini bisa dibilang lebih independen karena penentuan agenda, pemilihan peran utama dan sponsor ditentukan sendiri.
Public and Cultural Activities to Malaysia
Di era sekarang, kebanyakan fokus diplomasi suatu negara telah bergeser untuk mempromosikan aspek-aspek budayanya seperti makanan, mode, lagu, dan tarian. Fokus ini dianjurkan sebagai bagian penting dari diplomasi budaya yang lebih berdampak.
Sebagai contoh adalah hubungan diplomasi antara Malaysia, yang diyakini akan menjadi negara yang kuat dalam perekonomian di abad 21 dengan menduduki peringkat ke 26 dunia, dengan United Kingdom (UK) yang bertujuan untuk sama-sama menambah pendapatan ekonomi kedua negara.
Meskipun tidak disebut-sebut sebagai kebijakan resmi, Malaysia telah mengambil langkah-langkah untuk “menjual” keindahannya secara budaya melalui beberapa kegiatan di Inggris. Mislanya, Malaysia Fair di London, acara tahunan dengan menyertakan makanan, mode, lagu, dan tarian tradisional Malaysia. London sendiri memiliki basis tradisional untuk menarik pengunjung, karena selain penduduk lokal, ada banyak yang tinggal di kota dan di sekitarnyayang memiliki koneksi ke Malaysia.
Baca artikel lainya: Meneguhkan Melayu di Abad Milenial
London juga telah digunakan oleh penyanyi, artis, dan perancang busana untuk mempromosikan budaya Malaysia kepada penduduk Inggris, misalnya, menyanyikan lagu-lagu oleh almarhum Sudirman, Siti Nurhaliza, dan lainnya di Royal Albert Hall. Para diplomat Malaysia juga telah mempromosikan budaya mereka. Selama bertahun-tahun seniman Malaysia telah memamerkan karya mereka di Inggris. Film dan drama tarian Malaysia yang ditampilkan terbilang sukses dengan banyaknya mendapat pujian dari penduduk setempat.
Juli 2012, Perdana Menteri Inggris David Cameron berkunjung ke Malaysia mengadakan pertemuan bilateral dengan para pejabat Malaysia serta menyaksikan upacara penandatanganan MoUMalaysia-Inggrisdalam Pendidikan Tinggi di kampus lokal Universitas Nottingham Kunjungan Cameron yang berlangsung selama sembilan bulan setelah kunjungan Perdana Menteri Datuk Seri Najib Tun Razak ke Inggris. MoU ini diperkirakan akan meningkatkan momentum dalam hubungan bilateral antara kedua negara.
United Kingdom and Malaysia; Soft Power through Education
Malaysia sebagai negara bekas jajahan dan persemakmuran Inggris, memiliki sejarah panjang dalam hubungannya dengan Inggris. April tahun 2012, untuk kali pertama setelah 1993, Perdana Menteri Inggris David Cameroon mengunjungi Malaysia dengan tujuan antara lain untuk mengembangkan pendidikan, perdagangan dan pertahanan. Salah satu bukti nyatanya adalah dengan adanya 14.000 pelajar Malaysia yang bersekolah di Newcastle sampai Nottingham Inggris.
Baca juga: Melihat Wajah Santri di Minangkabau Zaman Kolonial
Tidak hanya itu, dalam kedatangannya tersebut, Perdana Menteri David Cameroon mengatakan bahwa beberapa kampus berbasis Inggris telah beroperasi di Malaysia seperti salah satunya Universitas Nottingham. Dalam kunjungan tersebut, Perdana Menteri Inggris juga meningkatkan hubungan pendidikan kedua negara melalui pemberian beasiswa dalam mendukung BEA Systems.
Kenapa Inggris menjalin hubungannya dengan Malaysia dengan salah satunya melalui hubungan pendiidikan?Karena dengan pelajar yang bersekolah di Inggris dan beberapa kampus berbasis di Inggris beroperasi di Malaysia adalah sebuah upaya yang sejalan dengan “soft power”– itu sendiri.
Dengan pendidikan, nilai-nilai yang diusung Inggris seperti: pemerintahan, budaya dan ekonomi dapat tersampaikan dengan baik kepada pelajar Malaysia. Meskipun memerlukan jangka waktu relatif lama, namun pendidikan mampu mengkonstruksi maupun merekontruksi penduduk Malaysia melalui para pelajarnya yang belajar di Inggris –yang secara langsung maupun tidak langsung akan menguntungkan Inggris. []
_ _ _ _ _ _ _ _ _
Catatan: Tulisan ini murni opini penulis, redaksi tidak bertanggung jawab terhadap konten dan gagasan. Saran dan kritik silakan hubungi [email protected]
Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! Selain apresiasi kepada penulis, komentar dan reaksi Anda juga menjadi semangat bagi Tim Redaksi 🙂
Silakan bagi (share) ke media sosial Anda, jika Anda setuju artikel ini bermanfaat!
Jika Anda ingin menerbitkan tulisan di Artikula.id, silakan kirim naskah Anda dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannya di sini!
Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!
One Comment