Tradisi “Jūngrojūng”: Hadis yang Hidup di Masyarakat Sumenep Madura

Memunculkan satu wacana living hadis/living sunnah ke dalam kehidupan masyarakat adalah angin segar yang bisa dilakukan oleh para sarjana muslim3 min


2
2 points

Kajian hadis sampai saat ini masih menarik untuk dibahas terutama bagi kalangan sarjana al-Quran dan Hadis, di kampus-kampus, pengajian, mesjid, bahkan hadis kini harus melebur pada kehidupan masyarakat tanpa tedeng aling-aling. Rentang waktu yang sangat lama sekali dari masa Nabi Muhammad sampai era modern ini menjadi bias problematika yang kapan saja bisa bermunculan.

Kehadiran hadis, terutama pada artikel ini akan mencoba menilik living hadis (hadis yang hidup) atau living sunnah (sunnah yang hidup), sebagai upaya pemahaman yang lebih kompleks untuk menerapkan hadis nabi baik secara tekstual maupun kontekstual yang sesuai dengan kultur masyarakat,  sehingga hadis tidak dipahami secara kaku, radikal dan statis, serta menutup keberadaan Islam yang salih li-kulli zaman wa-makan. 

Memunculkan satu wacana living hadis ke dalam kehidupan masyarakat adalah angin segar peradaban yang bisa dilakukan oleh para sarjana muslim. Perdebatan metodologi kritik sanad dan matan anggap saja sudah selasai, kini, meminjam bahasanya Dr. Sahiron Syamsuddin dalam pengantar buku Metodologi Penelitian Living Quran dan Hadis, menghadirkan hadis, mempraktekkan hadis yang dilembagakan oleh masyarakat muslim kontemporer. Menjustifikasi prilaku atau amalan masyarakat dengan hadis sebagai instrumentalisme kajian hadis yang sangat menarik untuk terus dibahas.

Hadirnya living hadis bukan bentuk bid’ah atau pemalsuan, tetapi menurut Fazlur Rahman (Membuka Pintu Ijtihad: 1984)  merupakan penafsiran baru, formulasi yang progresif terhadap sunnah, sehingga bisa mewujudkan hukum-hukum baru dari ijtihad ini. Karena penelitian ini berkait kelindan dengan aspek sosiologis, aspek antropologis, barangkali juga aspek psikologis, penulis akan menghadirkan contoh kasus, atau fenomena yang terjadi di lapangan terkait tradisi “jūngrojūng” (gotong royong) khususnya di Kecamatan Gapura, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur.

Tulisan ini melihat masyarakat (baik individu maupun kolektif) sebagai objek kajian. Sebagaimana disebut di muka, ketika masyarakat berinteraksi dengan hadis maka muncullah beragam bentuk dan model yang menyublim sebagai hasil dari perkawinan antara dua objek yaitu hadis dan masyarakat dengan kulturnya masing-masing.

Mengenal Tradisi “Jūngrojūng” Sebagai Hadis Hidup

Istilah “jūngrojūng” mungkin sangat asing sekali kedengarannya apalagi bagi masyarakat Jawa, bahkan di Madura bisa saja istilah “jūngrojūng” berbeda antar kecamatan. Istilah ini kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia memiliki arti gotong-royong atau saling membantu sesama tetangga ketika masyarakat punya hajat, mantenan, tapi biasanya istilah “jūngrojūng” digunakan ketika masyarakat merehabilitasi rumah, dapur, warung, gubuk rumah, dan yang lainnya.

Tradisi “jūngrojūng” sebagai sebuah kultur sudah lama berkembang, terus bekelanjutan sampai hari ini menjadi tengkā (kewajiban antar masyarakat), jadi masyarakat yang memiliki hajat tertentu (seperti merehabilitasi rumah) tanpa adanya pengumuman sudah banyak yang berdatangan, bukan karena mereka mengetahui landasan dalil hadis yang menganjurkan untuk saling membantu sesama muslim. Misalkan tradisi menolong sesama sudah tercerminkan dalam agama Islam yang disebut dengan ta’awun yaitu upaya untuk saling membantu, saling bersinergi antara satu pihak dengan pihak lain. Itu terdapat dalam al-Qur’an (Q.S Al-Maidah: 2), seruan untuk saling tolong-menolong dalam hal kebaikan dan taqwa.

Masyarakat Sumenep khususnya kecamatan Gapura, memiliki tradisi “jūngrojūng” yang sangat unik sekali, bisa disebut unik karena di dalamnya tentu ada waktu-waktu tertentu untuk sarapan, istirahat, bahkan sarapan itu harus khas dengan tradisi “jūngrojūng”, dari nasinya, dari lauknya semua harus khas, artinya dalam tradisi “jūngrojūng” berbeda dengan sarapan keseharian masyarakat.

Meski masyarakat belum sadar bahwa saling menolong memiliki landasan dalil al-Quran dan Hadis yang sangat kuat, secara kultural masyarakat melakukan itu semua berdasarkan hati nurani, berdasarkan nilai dan moralitas. Banyak hadis yang menceritakan tentang anjuran untuk saling “jūngrojūng”, salah satunya hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari:

Muslim yang satu adalah saudara muslim yang lain; oleh karena itu ia tidak boleh menganiaya dan mendiamkannya. Barang siapa memperhatikan kepentingan saudaranya, maka Allah akan memperhatikan kepentingannya. Barang siapa membantu kesulitan seorang muslim, maka Allah akan membantu kesulitannya dari beberapa kesulitannya nanti pada hari kiamat. Dan barang siapa menutupi (aib) seorang muslim, maka Allah akan menutupi (aib)nya pada hari kiamat” (HR. Bukhari).

Tradisi “jūngrojūng” ini menemukan momentumnya karena termanifestasikan dengan sikap yang mengedepankan ukhuwah islamiah (persaudaraan dalam Islam). Bahkan Rasulullah mengajarkan itu semua, menjadi landasan hidup, sebagai tradisi sunnah kalau masyarakat Sumenep menyebutnya lālāmpānnā rosūlullāh, dalam hadis yang lain Nabi berkata bahwa mukmin yang satu dengan yang lainnya bagaikan sebuah bangunan yang saling memperkuat antara sebagian dengan sebagian yang lainnya.

Sebab itulah masyarakat merupakan objek kajian living hadis, sebagaimana yang dikemukakan oleh M. Alfatih Suryadilaga, dalam bukunya, Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis bahwa, dalam rumpun masyarakat terdapat manifestasi interaksi antara hadis sebagai ajaran Islam dengan masyarakat dengan berbagai bentuknya. Secara tidak langsung masyarakat Sumenep telah melestarikan sunnah sebagai hadis yang hidup, melestarikan ajaran dan nilai Islam yang rahmatan lil ālāmin. (JM)

 


Like it? Share with your friends!

2
2 points

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
0
Sedih
Cakep Cakep
0
Cakep
Kesal Kesal
0
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
0
Tidak Suka
Suka Suka
2
Suka
Ngakak Ngakak
0
Ngakak
Wooow Wooow
0
Wooow
Keren Keren
1
Keren
Terkejut Terkejut
1
Terkejut
Jamalul Muttaqin
Mahasiswa Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, sebagai pemerhati spikologi dan tasawuf, tulisan-tulusanya terbit di berbagai media, di antaranya; Media Indonesia, Harakatuna.com, Bangkit.com, Alif.id, NusantaraNews.com, GeoTimes.co, Radar Surabaya.co, JawaPos Group Radar Madura, dan lain-lain. Sekarang tinggal di SMP-SMA Ali Maksum, Krapyak, Yogyakarta.

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals