Semenjak Hujan Larut
Semenjak hujan itu larut
menggenangi laut jiwa
dengan bah yang membuncahi perasaan
Beberapa sudah kualirkan dalam sungai menuju kawah resam dadamu
Beberapa kubakar dalam senyap yang mangkir dari kegelapan
Dalam muara aku sendiri menyelami derasnya
Bukan rindu, tetapi rasa selalu ingin bertemu
Hatiku carut marut digulung arus membawa angin yang merubah arah gelombang
Buyar seluruh mataku tak kutangkap sendiri
Hujan Berpulang
Kita sudah tersulut oleh mata yang memandang dinding kamar
Yang tergambar bercak keberduaan kita
Sesaat ketika aku menemuimu, kumengecat lagi dinding kamar kita, mengulang,
Karena aku suka perjumpaan dan rasa rindu kita yang sulit lagi dihadirkan
Aku ingin mengulangnya
Debar, getar, halus beramah
Ingin kuulang lagi semula
Saat bisa mataku menetes tanpa aku menyengaja atau sandiwara
Saat begitu aku rasakan kehadiran yang sulit dirangkaikan kata-katanya
selain hujan yang berpulang
Maka, kekasih, aku begitu sulit mampu merasai kedukaan dan kesedihan, selain duka sedih ingin menjumpaimu
hujanilah aku dengan kerinduan
Rasa ini adalah Hujan
Berada dalam tetes ini, adalah nikmat yang telah kaurencanakan, kau yang menghadirkan
Merasakan mendurhakai tapi sangat merindu adalah perlawanan yang sulit dipahami bagi seorang hamba, begitupun aku
Jikalah sudah kau melepaskanku bermain di kefanaan ini, segerakan aku menyatukan kerinduan dan jiwaku denganmu dalam becek yang menyegarkan
Wahai, kekasih, aku belum menyatu, tapi aku ingin
Wahai, kekasih, surgamu bukan yang aku ingin, aku yakin cintamu terlalu besar jika hanyalah kenikmatan semacam itu yang puncak
Begitu sulit menumbuhkan optimis diriku di alam ini, selain sedang sandiwara
Sulit menemukan aku mendapati rasa nikmat di alam ini, melainkan pura-pura dalam gulungan awan
Aku ingin kau, yang nyata
Bukan, hujanlah yang menghapus mendung yang menghadang kau dan aku
Lamongan, 19-9-19
0 Comments