Tahukah bahwa banyaknya sampah yang menjadi masalah manusia modern belakangan ini adalah dari penemuan kemasan sekali pakai? Apakah plastik musuh manusia? Dapatkah manusia sekarang menghindari plastik dalam kehidupannya?
Pertanyaan-pertanyaan di atas akan dijawab dalam tulisan kedua ini dalam rangkaian hari peduli sampah. Setidaknya, tulisan ini adalah bentuk upaya dalam menyiasati masalah yang disebabkan oleh sampah plastik menjadi berkurang seiring dengan kesadaran akan pemakaian kemasan sekali pakai.
Baca tulisan sebelumnya: Ragam Kemasan Plastik yang Membuat Sampah Menggunung
Pada dasarnya plastik dalam kehidupan manusia tidak mutlak buruk. Hal tersebut terkait erat dengan penggunaan serta cara menusia dalam berpikir mengenai plastik. Masalahnya, penggunaan plastik tanpa terkendali akan mengakibatkan sampah menumpuk dan beban bumi semakin meningkat. Lebih dari itu, generasi yang akan datang menjadi bagian yang tak terpisahkan sebagai “pemakai” dan “penikmat”nya.
Sejarah Singkat Penggunaan Plastik
Walaupun penemuan dan sejarah plastik sudah dimulai sejak 1862, namun awal sebelum adanya kemasan sekali pakai sebenarnya belum bagitu lama, apalagi jika berbicara dalam konteks di Indonesia yang kala itu belum merdeka dan teknologi belum berkembang. Hal tersebut baru dikenal banyak orang seiring mulai diproduksinya plastik secara massal tahun 1910.
Plastik ditemukan pertama kali secara modern oleh Alexander Parkes. Bahan bakunya menggunakan selulosa kayu. Cara tersebut kemudian berkembang lagi di tahun 1907 yang sekaligus sebagai pertanda dunia perplastikan modern. Salah satunya tampak pada bakelit yang merupakan bagian plastik modern dalam wujud sintesis yakni melalui bahan bakar fosil.
Perkembangan selanjutnya adalah produksi massal pada tahun 1974 di Amerika sebagai alternatif kantong kertas. Dalam tiga tahun setelah itu, yakni 1977, kantong plastik kemudian mulai memasyarakat, khususnya di Barat.
Sekarang, budaya kemasan sekali pakai tidak lagi hanya dalam wujud seperti dijelaskan dalam tulisan sebelumnya melainkan juga dalam beragam kemasan sekali pakai yang lain. Salah satu bentuk kemasan tersebut adalah paper cup, yang dijual bebas baik di pasar tradisional maupun modern. Kemasan tersebut dapat berupa gelas, rice bowl, froyo dan es krim. Cup semacam ini biasanya terbuat dari bahan kertas namun menggunakan pelapis yaitu polietilen yang merupakan salah satu bahan plastik yang berguna menahan air panas. Hal ini lah yang menjadikan susahnya bahan tersebut didaur ulang.
Kemasan sekali pakai lainnya dapat dijumpai dalam kemasan biskuit, roti, kue, wafer dan sebagainya. Bagian kecil dari kemasan tersebut dikenal dengan sachet. Dalam perspektif pembeli, kemasan sachet memang dianggap lebih murah, namun yang tidak disadari banyak orang adalah secara efek panjangnya kemasan ini tidak bisa terurai dan tidak bisa dijual baik di bank sampah maupun kepada pengepul. Akibatnya menumpuk sebagai sampah –yang sangat berdampak buruk bagi kehidupan manusia.
Model kemasan lain yang senada dengan bentuk di atas adalah UBC (Used Bavarage Custom) atau kemasan karton bekas minuman. Bentuk kemasan ini digunakan biasanya untuk santan, teh, susu, jus dan lain sebagainya. Padahal bahan bakunya 75% kertas dan sisanya polyal atau dikenal dengan polyetylene dan alumuniaum. Sampah dalam bentuk ini juga tidak diminati pengepul dan bank sampah. Hasil akhirnya sama saja dengan kemasan yang di atas.
Sebuah Solusi Sederhana
Begitulah, di era sekarang menghindari penggunaan plastik memang sangat sulit. Namun, bijak menggunakan kemasan plastik sekali pakai merupakan hal penting untuk dilakukan. Hal tersebut setidaknya bisa menjadi salah satu problem solver dalam mengatasi masalah sampah yang menghantui kehidupan manusia.
Baca juga: Bijak Menyikapi Alam
Sampah plastik, sebagaimana telah diketahui, memang butuh waktu yang lama dan tidak mudah untuk hancur dan terurai dengan cepat. Makanya tidak heran banyak sampah menggunung di beberapa TPA. Problem ini tentu akan melahirkan beragam problem lain jika tidak dapat dikelola dengan baik. Artinya, teknologi pengelolaan sampah harus diterapkan, namun yang terpenting sebenarnya adalah perlunya kesadaran bagi manusia agar mampu berbuat baik dengan sampah.
Contoh sederhana, bagi yang suka minum teh atau kopi menggunakan kantong teh atau kopi celup yang merupakan bagian kemasan sekali pakai. Padahal kantong tersebut tidak dapat terurai melainkan menjadi menumpuk di TPA. Kantong sintesis antara kertas dan plastik membuat teh ini tahan panas dan tidak terurai. Maka dari sekarang bisa memulai kebiasaan minum teh atau kopi dengan seduhan biasa. Jika terlanjur maka gunakan dalamnya untuk kompos dan kertas.
Contoh tindakan sederhana lainnya, pihak kantor dan hotel atau tempat umum bisa menyediakan air galon. Hal tersebut sudah dilakukan di berberapa hotel di Pontianak. Hotel hanya menyediakan tempat air minun semacam teko air putih yang airnya dapat diambil di depan kamar. Jika tidak, dalam konteks banyak orang, bisa menggubakan gelas kaca dengan hidangan teh tubruk dengan aroma melati yang wangi. Selain itu apabila ingin jus atau susu maka perlu membuat dari bahan alami dan segar. Cara ini memang terlihat biasa saja tapi akan berdampak besar bagi pengurangan sampah plastik.
Pada dasarnya, sampah plastik bisa menjadi kawan yang baik bagi manusia. Hal tersebut berlaku jika manusia mampu bijak dalam interaksi dengan sampah. Sebaliknya jika tidak mampu sampah akan menjadi musuh manusia itu sendiri. Apalagi dengan menanggulangi sampah secara tradisional dengan membakar, sampah plastik akan menjadi duri bagi manusia. Kesehatan dan keberlangsungan alam dunia akan terancam serius. Setidaknya, bagi yang menghirupnya secara langsung akan mengalami penyakit walaupun terkadang dalam bentuk yang tidak langsung maupun langsung seperti iritasi mata.
Fenomena di atas dapat dihindari sejak dini dari rumah tangga dan seluruh keluarga yang menghuninya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memilah sampah plastik yang ada; Sampah plastik yang dapat didaur ulang, seperti plastik botol minuman, atau kertas dan bentuk lainnya yang dapat ditimbang dan menjadi bagian pendapatan, agar disimpan dan dijual ke bank sampah atau tukang rongsok. Sedangkan yang tidak bisa didaur ulang, dapat dibuang di tempat sampah.
Baca juga: Women’s Role in Enviromental Management
Beragam pemaparan sampah plastik sekali pakai dan implikasinya perkembangan sampah yang tidak terkendali menjadikan sampah plastik sebagai ancaman serius umat manusia. Namun, jika manusia mampu melakukan secara bijak misalnya ketika membeli sesuatu dengan bahan plastik sekali pakai, maka manusia akan mampu menanggulangi jahatnya sampah plastik sekali pakai tersebut.
Apalagi kesadaran itu mampu dijalankan oleh banyak orang dan jumlahnya signifikan, maka sampah plastik bukan menjadi ancaman lagi. Atas cara inilah maka manusia modern mampu menghindari sampah plastik sekali pakai dengan menggunakan model lama atau tradisional. Cara tersebut antara lain misalnya dengan membawa rantang atau tempat makanan jika membeli makan untuk dibawa pulang atau menggunakan tempat penbungkus lain seperti daun pisang dan jati atau dari tempat besek dari bambu. Cara bijak tersebut harus dilakukan dari sekarang untuk kebaikan bersama umat manusia dan bumi yang ditinggalinya.
Dengan perilaku sederhana di atas setidaknya akan mampu menyelamatkan generasi umat manusia. Tragedi runtuhnya atau longsor di TPA Lewigajah tidak akan terulang lagi. Bahkan kerugian jiwa, harta dan lainnya tidak lagi terjadi. Apalagi yang bisa mampu mengelola sampah organik dapat menjadikan tanaman subur dan akhirnya mampu menghasilkan tanaman yang subur dan beban bumi dengan zat kimia terhindari. []
0 Comments