Islam dan Etika Lingkungan

Perhatian Islam terhadap lingkungan mengindikasikan bahwa orientasi Islam tidak hanya pada kesalehan personal, namun juga kesalehan sosial-ekologis. 2 min


1

Manusia tidak hanya dituntut untuk beretika pada sesama, namun juga kepada lingkungan dan alam raya. Termasuk di dalamnya tumbuh-tumbuhan dan hewan. Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin sangat menyorot perihal etika terhadap lingkungan. Bahkan etika seorang muslim terhadap lingkungannya merupakan manifestasi dari keimanan. Semakin tinggi sensitivitas terhadap lingkungan, semakin purna pula keimanan. Begitu pula sebaliknya.

Setidaknya, menurut Muhammad Idrus (2015) dalam “Islam dan Etika Lingkungan” ada dua hal yang melandasi kaum muslim untuk tidak bisa tidak menyantuni alam dan lingkungan sebagaimana tertera dalam ummul kitab (surah al-Fatihah). Pertama, rabb al-alamin. Istilah tersebut memberi penegasan konkrit bahwa Allah tidak hanya Tuhan bagi suatu spesies, kelompok, atau makhluk, tetapi Tuhan bagi sekalian Alam. Artinya, saat kita menjaga alam raya sama dengan menjalankan perintah Tuhan Yang Esa.

Kedua, rahmatan lil alamin. Sebagai khalifah (red: wakil) Allah di muka bumi sudah seyogyanya manusia berkasih sayang kepada seluruh makhluk yang ada di jagat raya ini. Pada sisi ini relasi manusia dan alam raya setara, sama-sama makhluk Allah. Dengan cara pandang seperti itu kemungkinan eksploitasi dan pengrusakan terhadap alam dan lingkungan bisa dielakkan, setidaknya. Singkatnya, predikat dan manifestasi rahmatan lil alamin, salah satunya, diraih dengan membangun harmonisasi dengan alam.

Perhatian Islam soal lingkungan mengindikasikan bahwa orientasi Islam tidak hanya pada kesalehan personal, namun juga kesalehan sosial-ekologis. Kombinasi keduanya menyempurnakan kapasitas manusia sebagai khalifah fi al-ardh.

Dengan demikian, insan yang menyandang status khalifah fi al-ardh, sudah seharusnya menjadikan aktivitas melestarikan alam dan lingkungan sebagai etika/akhlak (takhalluq) yang hidup dalam laku sehari-hari.

Andai hal tersebut bisa disadari secara kolektif, maka keseimbangan alam bukanlah suatu yang mustahil. Kita bisa memulainya dengan mengerem daya konsumtif dan hasrat komersil yang berlebihan atas alam. Dalam al-Qur’an ditemukan beberapa ayat yang secara eksplisit menyinggung persoalan ini, di antaranya surah al-An’am ayat 141:

Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan (Q.S. Al-An’am: 141).

Menghindari pemanfaatan berlebih-lebihan atas alam merupakan salah satu etika dalam berinteraksi dengan alam. Poin itu yang ingin digarisbawahi Allah dalam ayat di atas.

Kesanggupan manusia untuk tidak berlebihan tentunya dirintis dengan memperbaiki persepsi atas alam: dari sekadar objek menjadi subjek.

Oleh karena itu, di antara anasir yang wajib ada dalam berinteraksi dengan alam, sebagaimana pandangan ekofeminisme, ialah: solidaritas kosmis. Merasa bahwa manusia adalah bagian integral dari alam, sehingga muncul perasaan untuk memperlakukan alam layaknya manusia memperlakukan dirinya.

Saat manusia berlaku lalim atas alam sama artinya dengan menganiaya dirinya sendiri. Penebangan liar, misalnya, pada batas tertentu akan mengundang bala bencana. Akibatnya tidak hanya dirasakan oleh pelaku, namun juga orang lain.

Terakhir, saya merasa perlu mencantumkan sebuah petuah dari tetua nan arif. Moga pula dapat dijadikan renungan: belum puaskah engkau menyakiti alam?

Kalau tidak ada laut, hampalah perut

bila tak ada hutan, binasalah badan

kalau binasa hutan yang lebat,

rusak lembaga hilanglah adat


Like it? Share with your friends!

1
Dr. Khairunnas Jamal, M.Ag
Dosen Prodi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Sultan Syarif Kasim Riau

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals