Judul Buku: Rahayu Nir Sambikala: Refleksi Dosen IAIN Surakarta Selama #dirumahaja
Penulis: Abd. Halim, dkk
Penerbit: IAIN Press dan LP2M IAIN Surakarta
Cetakan: 1, Juni 2020
Tebal: xx+200 halaman
ISBN: 978-623-93492-1-9
Pandemi Covid-19 telah mengubah banyak aspek kehidupan manusia. Hampir seluruh lini mengalami dampaknya. Covid-19 telah menggoyahkan sendi-sendi kehidupan umat manusia karena menebar ancaman yang nyata bagi siapa saja; rakyat biasa, orang kaya, pejabat, bahkan seorang raja sekalipun. Tak hanya ekonomi, sosial, dan politik, dunia pendidikan dan kehidupan agama juga ikut terkena imbasnya.
Menurut catatan UNESCO (2020), sebanyak 1.543.446.253 siswa atau 89% dari total siswa di 188 negara terpaksa diliburkan. Di Indonesia sendiri, sebanyak 68.265.787 siswa, termasuk mahasiswa, terpaksa belajar di rumah.
Oleh sebab itu, Alpha Amirrachman dalam buku Wajah Kemanusiaan di Tengah Wabah mengutip Tam dan El-Azhar (2020) pada World Economic Forum, setidaknya ada tiga trend yang menandai perubahan lanskap pendidikan disebabkan pandemi Covid-19 ini.
Pertama, munculnya inovasi yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Bahkan, Covid-19 menjadi sebab terjadinya perubahan yang begitu pesat di dunia pendidikan. Sebagai contoh, semua perkuliahan yang saya ikuti dialihkan dari luar jaringan menjadi di dalam jaringan dengan memanfaatkan berbaga platform seperti e-learning, Google Classroom, Edmodo, dan lain-lain.
Kedua, semakin meningkatnya kolaborasi institusi sektor pemerintah dan swasta. Di Indonesia ditunjukkan dengan kolaborasi antara Mendikbud dengan di antaranya Google Indonesia, TVRI, Kelas Pintar, Ruang Guru, dan lain-lain.
Ketiga, kesenjangan yang semakin melebar. Hal ini disebabkan kualitas akses digital yang tidak merata ditambah harga gawai dan kuota yang tidak semua masyarakat mampu menjangkaunya.
Untuk itu, saya, mungkin juga Anda para pendidik di Indonesia, sangat senang dengan hadirnya buku berjudul Rahayu Nir Sambikala: Refleksi Dosen IAIN Surakarta Selama #dirumahaja ini, yang merupakan catatan-catatan reflektif dosen IAIN Surakarta dengan mengangkat ragam tema kemanusiaan selama masa kebijakan bekerja di rumah saja atau work from home, yang diterbitkan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M) IAIN Surakarta.
M. Zainal Anwar, M.S.I., Kepala Pusat Penelitian dan Penerbitan LP2M IAIN Surakarta, dalam pengantar launching buku pada 14 Juli lalu menyampaikan di antara tujuan penerbitan buku Rahayu Nir Sambikala ini adalah untuk mendokumentasikan peristiwa pandemi Covid-19 di Indonesia yang tak terbayang sebelumnya. Ia juga menekankan dalam prawacana buku, bahwa buku Rahayu Nir Sambikala ini, di samping memuat keanekargaman sudut pandang, menyoroti pada bagian problem pendidikan selama pandemi. Karena bagaimanapun juga, IAIN Surakarta adalah salah satu institusi pendidikan di Indonesia.
Selama ini pembelajaran dalam jaringan (daring) baru sebatas konsep dan belum menjadi paradigma pembelajaran dan pola pikir. Banyak hal yang menyebabkannya, dari belum meratanya akses teknologi, kompetensi guru dalam pemanfaatan teknologi pembelajaran, keterbatasan jaringan dan kuota internet hingga kurangnya integrasi antara pendidik dan orangtua dalam penyelenggaraan pendidikan (hal. 69).
Namun di samping banyaknya kekurangan yang perlu dievaluasi ulang, pembelajaran dalam jaringan juga mempunyai kelebihan di antaranya, tingkat fleksibilitas yang tinggi. Dengan pembelajaran daring, pendidik dan peserta didik, baik guru-dosen, siswa-mahasiswa, dapat menentukan waktu yang longgar, tempat belajar yang nyaman dan suasana yang santai saat pembelajaran online.
Kelebihan lain dari pembelajaran daring adalah menumbuhkan kreativitas peserta didik dari rumah, khususnya anak usia sekolah. Menjadi pribadi kreatif tentulah membutuhkan proses, bukan secara tiba-tiba. Di sinilah peran para orangtua untuk hadir membantu anak-anak mengoptimalkan potensi kreatifnya sejak dini, sebagai bekal bagi mereka untuk mengaktualisasikan dirinya pada suatu zaman yang berbeda dengan saat sekarang.
Dalam kehidupan masyarakat urban hubungan antara anak dan orangtua yang awalnya renggang diakibatkan kesibukan orangtua, dengan adanya pandemi Covid-19, mengharuskan para orangtua untuk berkegiatan di dalam rumah dan menemani anak-anaknya belajar. Kondisi ini menjadi semacam program rehabilitasi hubungan keluarga antara anak dan orangtua. Masa pandemi ini merupakan kesempatan bagi orangtua untuk lebih dekat dan berperan dalam mendidik anak, sebagaimana role model utama anak adalah orangtua.
Keluarga juga memiliki arti penting dalam menentukan perkembangan psikologis dan karakter anak. Banyaknya nilai serta teladan yang dilakukan orangtua mereka terekam erat oleh memori mereka yang masih dalam tahap perkembangan awal, sehingga secara natural, keluarga merupakan madrasah awal anak-anak (hal. 88).
Sisi lain yang menarik dalam buku Rahayu Nir Sambikala ini adalah tawaran moderasi beragama di era pandemi Covid-19 ini. Dr. Zainul Abbas, M.Ag., selaku ketua LP2M IAIN Surakarta, dalam pengantar diskusi bedah buku Rahayu Nir Sambikala pada 13 Agustus lalu mengetengahkan bahwa agama Islam adalah agama yang dinamis-progresif. Artinya umat Islam dapat mengikuti dan menyelesaikan persoalan yang sama sekali berbeda dengan masa dahulu. Dalam konteks sekarang adalah pandemi Covid-19.
Pada awal-awal pandemi Covid-19 melanda Indonesia, jamak sekali pandangan agamawan yang muncul di permukaan. Yang mencolok di antara pandangan itu adalah yang mengatakan bahwa pandemi ini sudah menjadi takdir Allah dan pasrah penuh kepada-Nya tanpa berusaha mencegahnya adalah satu-satunya pilihan. Sehingga muncul diskursus baru dalam teologi bencana sekaligus penerapan fikih terkait pandemi.
Dengan begitu, buku ini mencoba menawarkan tiga poin dalam moderasi beragama di era pandemi. Pertama, perlunya teologi moderasi. Untuk mengatasi pandemi ini tak mungkin kita menggunakan teologi Jabbariyah; semua perbuatan merupakan takdir Tuhan. Tak mungkin juga dengan Qadariyyah; semua perbuatan mutlak usaha manusia. Jalan tengahnya adalah dengan mengamini teologi Asy’ariyah-Maturidiyah, menerima takdir dan selalu berusaha mencegah segenap kemampuan kita. Praktik tersebut dapat kita baca dalam bagian pertama buku Rahayu Nir Sambikala ini.
Kedua, memperhatikan maqasid al-syariah. Maqasid al-Syariah adalah tujuan-tujuan diturunkannya syariat. Kita perlu tahu maqasid al-syariah guna menghadapi pandemi ini. Al-Syathibi membagi maqasid al-syariah ini menjadi tiga; dharuriy (primer), hajjiy (sekunder), dan tahsiniy (tersier). Dari sinilah Islam sebagai agama dinamis-progresif dapat dilihat.
Ketiga, menerapkan Islam sebagai agama pembebasan. Hal ini dapat direpresentasikan melalui begaimana Islam mencegah penularan penyakit. Lalu menghimpun kepedulian sosial, menciptakan ketahanan pangan serta merumuskan fatwa peribadatan berkenaan dengan pandemi seperti shalat Jumat, salat Id, pemulasaraan jenazah yang terpapar Covid-19 dan lain sebagainya.
Maka hadirnya buku ini merupakan ikhtiar selain bertindak secara tepat dengan anjuran yang telah ditetapkan dengan jaga-jarak, memakai masker, dan sedia handsanitizer, kita butuh berdoa dan meningkatkan ‘imanitas’ dan ketuhanan atas kejadian yang di luar kendali dan bayangan kita saat ini. Sebagai penutup, mari kita resapi petikan lagu Endah Laras berikut,
Gusti nyuwun pangapura/ salah lan luput kawula/
Mugo-mugo coronane inggal sirno/ Indonesia rahayu nir sambikala/
Tuhan, hamba memohon ampunan atas segala kesalahan hamba. Semoga pandemi Corona ini segera sirna dan Indonesia selamat sejahtera luput dari segala mara bahaya. Amin.
One Comment