Spirit Sosial dalam Ibadah-ibadah Mahdhah

Representasi keberimanan seseorang tidak hanya diukur dari ibadah mahdhah yang dilakukannya, namun juga tergambar dari perilaku sosialnya.3 min


3

Ibadah kepada Tuhan adalah penegasan bahwa Dia Yang Maha Mutlak adalah Dia yang dekat dengan kita sebagai hamba-Nya. Salah satu bentuk Ibadah tersebut dalam Islam diatur dalam bentuk ritual seperti salat, puasa, dan haji.

Pada dasarnya, sistem ritual dalam Islam menggambarkan segi statisnya yang tidak dapat dipengaruhi oleh kecenderungan umum atau majunya keadaan masyarakat dalam kehidupan manusia (Shadr, 2013:9).

Namun di sisi lain, tidak sedikit orang yang “terjerumus” dengan menjadikan ibadah (baca: khususnya shalat, puasa, dan haji) hanya sebagai sebuah ritus keagamaan yang kosong makna. Semua ritual keagamaan tersebut seolah hanya merupakan hubungan transenden antara dirinya dengan Tuhan.

Fenomena akan adanya dikotomi antara ibadah-ibadah tersebut sebagai sarana manusia berhubungan dengan Tuhannya tanpa adanya spirit sosial yang dikandungnya menjadikan ritual-ritual tersebut hanya sekedar pemenuhan kewajiban semata di satu sisi, dan seolah ibadah-ibadah tersebut tidak ada sama sekali berhubungan dengan kehidupan sosial manusia dimana ia hidup di sisi lain.

Bias dari fenomena seperti ini sebenarnya sudah ada semenjak masa Rasululullah. Hal ini misalnya seperti yang tergambar dari kisah seorang sahabat Nabi yang bernama al-Qomah. Dalam riwayatnya, konon ia merupakan seorang yang rajin beribadah, jujur, namun ia mengalami kesulitan dalam menghadapi sakratul maut karena pernah membuat Ibunya tersinggung oleh sikapnya.

Fenomena yang serupa dalam konteks sekarang juga tidak jarang dijumpai dalam kehidupan bermasyarakat, yakni banyaknya individu-individu dalam masyarakat yang terlihat rajin dalam ritual keagamaan, namun justru seakan acuh terhadap lingkungan sosialnya. Fenomena ini bahkan juga terjadi dalam bentuk kolektif.

Dari sini bisa dilihat “bahaya” pengamalan-pengamalan pemahaman ayat-ayat yang bersifat transenden dengan Tuhan jika tidak dibarengi dengan paradigma akan adanya integritas ayat-ayat tersebut dengan nilai-nilai sosial.

Sebagaimana yang diuraikan oleh Fazlur Rahman dalam bukunya, Major Themes of the Qur’an, bahwa memang benar adanya al-Qur’an (pen: begitu juga dengan ibadah-ibadah yang diperintahkan yang terkandung di dalamnya) seharusnya menjadikan manusia dekat dengan Tuhannya. Namun olehnya, konsekuensi dari hubungan normatif ini sudah sewajarnya menjadikan manusia dekat dengan sesasamanya sebagai individu dan di dalam eksistensi kolektif atau sosialnya.

Hal ini menurut Rahman, karena yang dituju oleh ibadah yang diperintahkan dalam al-Qur’an adalah manusia dan tingkah lakunya. Hal ini juga tersirat dalam sebuah hadis Nabi Muhammad ketika mengingatkan akan kemarahan Allah terhadap orang-orang yang “pakaiannya” tidak mencerminkan perilaku sosialnya.

Hamba yang paling dibenci Allah adalah seseorang yang pakaiannya lebih baik dibanding amal perbuatannya.Yakni, seseorang yang‘pakaiannya’ seperti pakaian para Nabi, namun perbuatanya seperti perbuatan para ‘diktator’.” (HR. Dailamy)

Kata “pakaian” dalam hadis tersebut dapat mencakup dalam arti sebenarnya (hakiki) maupun kiasan (majazi). Pertama, kritik terhadap orang-orang yang berpenampilan dan/atau berprofesi sebagaimana penampilan dan/atau profesi para Nabi seperti seorang da’i namun perilakunya justru bertolak belakang dengan pakaian dan/atau profesinya tersebut.

Kedua, kritik terhadap orang-orang yang melakukan ritual keagamaan yang dilakukan para Nabi untuk mendekatkan dirinya kepada Tuhan namun ibadahnya tersebut tidak berbanding lurus dengan perilaku sosialnya. Apapun makna yang digunakan, kedua arti yang dikandung hadis tersebut yang jelas merupakan sebuah kritik sosial.

Adanya keharusan akan kesesuaian ibadah-ibadah mahdhah dengan perilaku sosial juga tergambar dengan banyaknya ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat “doktrin teologis mengenai hubungan manusia dengan Tuhannya” yang berdampingan dengan ayat-ayat sosial mengenai hubungan manusia dengan sesamanya.

Contoh yang populer misalnya adalah penyebutan perintah salat dalam al-Qur’an (yang diartikan sebagai manifestasi dari hubungan dengan Tuhan) yang berdampingan dengan perintah zakat (yang merupakan perwujudan dari hubungan dengan sesama manusia). Sedikitnya ada 24 kali al-Qur'an penggandengan dua perintah ini  dalam ayat yang berbeda.

Banyak ulama yang berpendapat bahwa bergandengannya kewajiban salat dan perintah zakat dalam al-Quran memberikat isyarat bahwa semestinya Allah swt tidak akan menerima salah satu, dari salat atau zakat, tanpa kehadiran yang lain. Misalnya seperti perkataan Abdullah bin mas’ud, “Kalian diperingatkan mendirikan salat dan membayar zakat, siapa yang tidak berzakat berarti tidak ada arti shalatnya baginya”

Bahkan secara lebih tegas dikatakan oleh Yusuf Qardhawi bahwa zakat dapat berfungsi sebagai pembeda antara keislaman dan kekafiran, antara keimanan dan kemunafikan, serta antara ketaqwaan dan kedurhakaan. Artinya, representasi keberimanan seseorang tidak hanya diukur dari ibadah mahdhah yang dilakukannya, namun juga tergambar dari perilaku sosialnya.

Hal ini selajan dengan apa yang dinyatakan dalam al-Qur'an bahwa seorang mukmin yang tidak mengeluarkan zakat tidak ada bedanya dengan orang musyrik.

"..dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan-Nya,* (yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (kehidupan) akhirat.” (QS. Fushshilat: 6-7)

Contoh lainnya dalah ketika al-Qur’an berbicara tentang kelompok yang disebutkan sebagai orang-orang yang mendustakan agama dalam QS. al-Ma’un. Kelompok tersebut bukan saja mereka yang salatnya (baca: hubungan dengan Tuhannya) lalai, namun juga termasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang hubungan sosialnya tidak baik (seperti mengabaikan anak yatim).

Wallahu’alam.


Like it? Share with your friends!

3
Dona Kahfi MA Iballa
Founder dan Chief Executive Officer (CEO) Artikula.id | Awardee LPDP Doctotal Program-Islamic Thought and Muslim Society-Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals