Urgensi dan Dampak Lockdown Bagi Sektor Maritim Nasional

Dengan kondisi Indonesia yang merupakan negara kepulauan dan 75% perdagangan nasional terjadi di Jakarta, apakah lockdown sudah menjadi keputusan yang tepat?3 min


4
4 points
Foto: Aktivitas bongkar muat di Terminal Peti Kemas Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. (Sumber: tirto.id)

Ditengah meluasnya wabah virus Corona, kita semua bisa melihat perdebatan terjadi hampir di segala bidang keilmuan. Jika ahli medis memperdebatkan lebih baik mana antara sabun cuci tangan dan hand sanitizer, maka para ekonom memperdebatkan perihal urgensi Indonesia untuk lockdown. Beberapa waktu lalu Malaysia telah memberlakukan status lockdown, melarang warganya pergi dari dan ke luar negeri. Setelah itu juga menyusul Australia yang menyatakan status lockdown yang sejak Jumat (20/3/2020) pukul 18.00 waktu setempat.

Kita semua tahu bahwa +- 90% perdagangan dunia diangkut lewat laut, dan 40% nya diangkut melalui perairan Indonesia. Ditambah dengan kondisi Indonesia yang merupakan negara kepulauan dan 75% perdagangan nasional terjadi di Jakarta, maka apakah lockdown sudah menjadi keputusan yang tepat?

Neraca Perdagangan 

Bagi beberapa negara seperti Malaysia dan Australia, kebijakan lockdown memang dirasa menguntungkan karena selain menghambat laju peredaran virus, baik pemerintah Malaysia maupun Australia sudah siap untuk menyediakan subsidi dan bantuan bagi warganya yang membutuhkan. Disamping itu, kedua negara tersebut bukan negara kepulauan seperti Indonesia, sehingga proses distribusi barang dapat dilakukan melalui jalur darat.

Baca juga: Corona yang ditakuti: Disfungsi Sosial dan Egosentrisme Kesalehan

Perlu diketahui sebelumnya, dengan penduduk Pulau Jawa yang mencapai 150,4 juta jiwa (per 2019), maka ketersediaan lahan baik untuk bercocok tanam pun berkurang, sehingga apabila kita sadari, barang-barang pokok yang kita konsumsi sehari-hari seperti minyak goreng dan tepung terigu, sebagian besar bahannya berasal dari Kalimantan, Sumatera, ataupun pulau-pulau lainnya. Badan Pusat Statistik mencatat bahwa pada 2018 lalu, ada sekitar 238 juta ton barang yang diangkut melalui skema tol laut. Hal ini menandakan, kebutuhan pokok masyarakat di Pulau Jawa bergantung pada aktifitas ekonomi pulau di sekitarnya.

Keberadaan infrastruktur seperti jalan tol dan pelabuhan memang mempercepat proses distribusi barang dari pabrik ke konsumen, namun apa artinya jika pulau sebelah melakukan lockdown? Dengan ketiadaan bahan baku, maka produksi lama-lama akan berhenti, begitupula distribusi. Dampak yang akan timbul adalah kelangkaan bahan yang kemudian berimbas pada kenaikan harga yang relatif tinggi, kemudian perlahan disusul dengan melemahnya pertumbuhan ekonomi.

Salah satu permasalahan menahun yang terjadi di sektor transportasi laut adalah tekornya pemerintah akibat menggunakan kapa lasing sebagai media ekspor-impor. Tercatat pada 2019 lalu 60% ekspor Indonesia diangkut melalui kapal asing. Kerugian yang ditanggung pun tidak sedikit, yakni mencapai Rp 96,6 T. Ditambah dengan 85% aktifitas bongkar muat ekspor Indonesia yang dilakukan di Singapura, membuat Indonesia terpaksa harus bergantung pada dunia internasional.

Baca juga: Hubungan Sesama Manusia pada masa Wabah Virus Corona dalam Perspektif Hadis

Jika Indonesia memang sudah memutuskan untuk lockdown, maka perlu diperhatikan bahwa tujuh hub port (pelabuhan pengumpul atau pembagi muatan) yang disiapkan Kementerian Perhubungan harus benar-benar beroperasi untuk menggantikan Singapura dalam proses bongkar muat. Memang lockdown bukan berarti menutup seluruh akses ekspor-impor, namun demikian keputusan lockdown mampu memengaruhi neraca perdagangan baik domestik maupun internasional.

Ketika Tiongkok memutuskan untuk lockdown, Indonesia kehilangan sebesar 48,63% dari neraca impor dan sebesar 11,63% dari neraca ekspor. Hal ini menunjukkan bahwa ketergantungan impor Indonesia masih sangat tinggi. Maka dari itu, jika Indonesia ingin melakukan lockdown, pemerintah harus memastikan bahwa paling tidak lebih dari separuh bahan baku yang dibutuhkan masyarakat tidak berasal dari impor. Memang, pemerintah telah membuat berbagai kebijakan untuk mengurangi laju impor, seperti halnya dengan penggunaan B20 untuk mengurangi impor minyak, namun kebijakan ini belum bisa membuat Indonesia betul-betul mandiri ketika lockdown.

Lockdown dan Transportasi Laut

Berbeda dengan kebanyakan bandara yang sudah mulai tutup untuk mencegah penyebaran virus, sebagian besar pelabuhan masih membuka akses bongkar muat. Ketua INSA (Indonesian National Shipowners Association) Surabaya, Stenven H. Lesawengan mengatakan, apabila Tanjung Perak diberlakukan lockdown, maka ekonomi Indonesia akan lumpuh total.

Pelabuhan sebagai media penyambung ekonomi memang seharusnya tetap berjalan, karena dengan kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan, maka dibutuhkan distribusi barang dari pulau satu ke pulau lain untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sayangnya, dalam proses distribusi, pemerintah acap kali menemui kendala, yakni kurangnya kontainer. Terutama dalam kondisi wabah seperti ini, dengan kurangnya kontainer, maka liners (maskapai pelayaran) perlu mendatangkan kontainer dari pelabuhan di Malaysia dan Singapura. Dengan kebijakan lockdown yang sudah dilakukan oleh Malaysia, maka proses ini tentu menjadi lebih sulit.

Baca juga: Ijtihad Kolektif di Akar Rumput yang Mendebarkan

Kebijakan lockdown juga menjadi malapetaka bagi perusahaan pelabuhan, salah satunya PT. Pelabuhan Indonesia II yang tengah menyelesaikan sejumlah proyek Terminal Kijing serta pengembangan New Priok. Seperti yang kita ketahui, bahwa New Priok dijadwalkan beroperasi pada 2022 dan membutuhkan dana sekitar Rp 20 T. Dengan kebijakan Work from Home yang diinstruksikan Presiden, tentu proyek-proyek besar seperti ini akan mengalami hambatan. Imbasnya, kinerja perusahaan akan menjadi negatif dan mengurangi EBITDA (Earning Before Interest, Taxes, Depreciations, and Amortization).

Dengan kondisi sebagai negara kepulauan, penulis berkeyakinan bahwa Indonesia tidak perlu melakukan lockdown total, mengingat jutaan penduduk Indonesia bergantung kepada logistik yang dikirim melalui pelabuhan. PT. Pelabuhan Indonesia I hingga IV telah memberikan pernyataan bahwa bahwa kebutuhan pangan dan arus logistik selama masa wabah tetap lancar. Maka dari itu, kesehatan para pekerja di pelabuhan dan awak kapal menjadi krusial, mengingat mereka adalah garda depan logistik Indonesia. Perusahaan tentunya harus tetap cermat dalam memperhatikan kesehatan dan tanggap dalam memberikan pelayanan terbaik agar aktifitas distribusi tidak terhambat. []

 _ _ _ _ _ _ _ _ _                                                             
Catatan: Tulisan ini murni opini penulis, redaksi tidak bertanggung jawab terhadap konten dan gagasan. Saran dan kritik silakan hubungi [email protected]

Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! Selain apresiasi kepada penulis, komentar dan reaksi Anda juga menjadi semangat bagi Tim Redaksi 🙂

Silakan bagi (share) ke media sosial Anda, jika Anda setuju artikel ini bermanfaat!

Jika Anda ingin menerbitkan tulisan di Artikula.id, silakan kirim naskah Anda dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannya di sini! 

Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!


Like it? Share with your friends!

4
4 points

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
0
Sedih
Cakep Cakep
3
Cakep
Kesal Kesal
2
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
0
Tidak Suka
Suka Suka
4
Suka
Ngakak Ngakak
0
Ngakak
Wooow Wooow
0
Wooow
Keren Keren
3
Keren
Terkejut Terkejut
2
Terkejut
Dihan Ramadhan
Mahasiswa S-1 Teknik Transportasi Laut ITS Surabaya. Menjadi anggota Royal Institutions of Naval Architects Inggris sejak 3 Januari 2019. Aktif menulis dan bermusik.

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals