Sirah Nabawiyyah sebagai Sumber Menafsirkan Al-Qur’an

Riwayat-riwayat asbabun nuzul diakui oleh mayoritas ulama Al-Qur’an sebagai salah satu perangkat penting dalam penafsiran.3 min


0
Sumber Foto: pngtree.com

Menafsirkan Al-Qur’an adalah suatu perkejaan yang tidak mudah, seorang mufasir harus melihat situasi ketika ayat Al-Qur’an tersebut diturunkan kepada Nabi Muhammad. Menafsirkan Al-Qur’an tidak serta merta hanya menafsirkan secara serampangan tanpa adanya landasan atau dasar yang digunakan sebagai patokan.

Hari ini, banyak kesalahan yang terjadi dalam menafsirkan Al-Qur’an, hal ini berakibat pada kegaduhan di masyarakat luas. Termasuk di Indonesia sendiri, telah terjadi beberapa kegaduhan yang disebabkan oleh penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an.

Hal ini menjadi tugas terpenting bagi pembelajar tafsir untuk meluruskan kesalahpahaman yang muncul akibat kesalahan dalam proses penafsiran Al-Qur’an.

Salah satu ilmu Al-Qur’an yang digunakan sebagai dasar landasan penafsiran Al-Qur’an yaitu asbabun nuzul. Pedoman para ulama dalam mengetahui asbabun nuzul ialah riwayat yang berasal dari Rasulallah atau sari para sahabat.

Baca Juga: Penafsiran Alquran Setelah Rasulullah Wafat

Para ulama sangat berhati-hati untuk menyeleksi asbabun nuzul, terutama jika riwayatnya tidak jelas. Oleh karena itu, yang dapat dijadikan sebagai pegangan dalam menggali informasi seputar asbabun nuzul adalah riwayat atau ucapan-ucapan sahabat yang bentuknya seperti musnad, yang secara pasti menunjukkan asbabun nuzul.

Riwayat-riwayat asbabun nuzul diakui oleh mayoritas ulama Al-Qur’an sebagai salah satu perangkat penting dalam penafsiran. Al-Wahidi mengatakan bahwa tidak mungkin mengetahui sebuah tafsir ayat Al-Qur’an tanpa memperhatikan cerita dan keterangan mengenai turunnya ayat tersebut.

Sedangkan Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa asbabun nuzul membantu pemahaman terhadap ayat karena memberi penggambaran keadaan aktual yang terjadi ketika ayat Al-Qur’an turun.

asbabun nuzul memiliki dua urgensi dalam menafsirkan Al-Qur’an. Pertama, asbabun nuzul biasanya berupa cerita. Beberapa berbentuk ringkas, beberapa yang lain berbentuk panjang.

Cerita ini pada hakikatnya menggambarkan masa Islam awal, sekaligus menggambarkan realita yang di dalamanya Al-Qur’an turun untuk memberikan pelajaran. Riwayat asbabun nuzul mampu mendiskripsikan dengan baik keadaaan pewahyuan kepada audiens pertama, meliputi tingkat pemahaman dan adat istiadat mereka.

Hal ini penting mengingat banyak mufassir yang melakukan kesalahan dalam menafsirkan Al-Qur’an karena hanya mempertimbangkan keadaaan aktual saat penafsiran dilakukan dan tidak melihat konteks sosio-historis serta riwayat yang menyertai turunnya Al-Qur’an.

Kedua, riwayat asbabun nuzul menyediakan dua informasi penting sekaligus yaitu waktu dan tempat turunnya Al-Qur’an. Dua hal ini sangat penting bagi seorang mufasir agar mampu mendapatkan makna yang lebih pasti. Mengingat dalam proses pewahyuan, Rasul memberikan penjelasan tentang ayat yang diturunkan.

Dewasa ini, studi Al-Qur’an melahirkan trend baru dalam pembahasan asbabun nuzul yaitu dengan masuknya asbabun nuzul makro sebagai pelengkap asbabun nuzul mikro.

Yang dimaksud asbabun nuzul mikro adalah riwayat-riwayat mengenai turunnya suatu ayat Al-Qur’an. Sedangkan asbabun nuzul makro adalah asbabun nuzul yang memiliki cakupan lebih luas yang tidak hanya terpaku pada riwayat-riwayat sahabat saja.

Definisi yang mampu menggambarkan hakikat asbabun nuzul makro adalah konteks sosio historis di sekitar turunnya ayat-ayat Al-Qur’an.

Batasan akhir waktu sebuah konteks sosio historis dapat diakui sebagai asbabun nuzul makro adalah turunnya ayat Al-Qur’an, sedangkan batasan awal waktunya tidak bisa ditentukan dengan menyebutkan tahun atau masa tertentu.

Selama sebuah konsteks sosio historis memiliki relasi dengan situasi terkini saat sebuah ayat diturunkan maka ia bisa disebut sebagai asbabun nuzul makro meskipun awal terjadinya dimulai berabad-abad sebelum masa Islam.

Misalnya, tradisi dan sistem kepercayaan orang Arab kuno yang masih dilestarikan sampai masa turunnya ayat Al-Qur’an dan sejarah perkembangan agama-agama yang mempengaruhi sikap keberagamaan mereka sampai masa Nabi Muhammad.

Sebagai konsekuensi dari keluasan tema dan waktu tersebut, penggunaan asbabun nuzul tidak hanya diperuntukkan untuk ayat-ayat hukum yang ujung-ujungnya adalah reformasi fikih formal Al-Qur’an berdasarkan pesan moralnya.

Lebih dari itu, asbabun nuzul juga bisa dipakai untuk memahami ayat-ayat kisah, bukan untuk mereformasi kisah tersebut tetapi untuk menemukan penafsiran yang lebih kontekstual.

Kompleksitas aspek yang termasuk dalam definisi “sosio historis” adalah tidak terbatas.

Meskipun demikian dengan menyebutkan sebanyak mungkin jenis yang bisa diulas, setidaknya pemaparan mengenainya bisa memperjelas definisi asbabun nuzul yang telah dijelaskan sebelumnya sekaligus mempertegas kedudukannya dalam penafsiran Al-Qur’an.

Ada empat kategori besar dalam asbabun nuzul makro yang salah satunya yaitu sirah nabawiyyah atau biografi Nabi Muhammad yang dimulai sejak diangkatnya Muhammad sebagai Nabi sekaligus Rasul. Tepatnya ketika wahyu pertama kali turun di gua hira’.

Baca Juga: Resep dari Alquran untuk Realisasi Perdamaian Dunia

Selama kurang lebih 23 tahun, Al-Qur’an menemani perjalanan Muhammad hingga beliau wafat. Meskipun Al-Qur’an tidak secara eksplisit menceritakan proses dakwah Nabi.

Al-Qur’an sebenarnya adalah biografi perjuangan Muhammad yang dilukiskan lewat perspketif yang unik.

Kisah kehidupan Muhammad terutama pasca pewahyuan ayat Al-Qur’an yang pertama, dengan sendirinya menjadi konteks sosio historis bagi keseluruhan ayat Al-Qur’an.

Sebagaimana yang sudah dijelaskan, realita sosio historis yang diwujudkan menjadi asbabun nuzul makro haruslah realita yang benar-benar objektif (menggambarkan kondisi sebenarnya).

Untuk mencapai objektivitas tersebut, dibutuhkan metode yang jelas dan terarah, yaitu memperkirakan waktu yang spesifik turunnya ayat, menganalisa sumber realita sejarah baik primer maupun sekunder dan menyimpulkan serta melakukan generalisasi.

Dalam proses generalisasi juga terdapat prinsip koherensi berupa hubungan silogis antara satu data dengan data yang lainnya. Namun yang dilihat adalah tujuan akhir dari proses generalisasi yang ingin menemukan fakta yang benar-benar terjadi (korespondensi).

Keinginan para mufasir kontemporer dalam merekonstruksi asbabun nuzul yaitu untuk mewujudkan tafsir humanis dalam setiap ayat-ayat Al-Qur’an.

Sumber: Mu’ammar Zayn Qadafy, Asbabun Nuzul dari Mikro hingga Makro, (Yogyakarta: InAzna Book, 2015)

Editor: Ahmad Mufarrih
_ _ _ _ _ _ _ _ _
Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! Selain apresiasi kepada penulis, komentar dan reaksi Anda juga menjadi semangat bagi Tim Redaksi 🙂

Silakan bagi (share) ke media sosial Anda, jika Anda setuju artikel ini bermanfaat!

Jika Anda ingin menerbitkan tulisan di Artikula.id, silakan kirim naskah Anda dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannya di sini! 

Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!


Like it? Share with your friends!

0
Siti Robikah

Alumni Sekolah Kemanusiaan dan Kebudayaan Ahmad Syafii Maarif III, Mahasiswa, Penggiat Gender.

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals