Setiap disiplin ilmu pasti memiliki dimensi logos, ethos, maupun pathos. Hal yang paling inti dari lahirnya ilmu pengetahuan adalah adanya kesepahaman atau kesepakatan bersama untuk mengakui kebenaran ilmu tersebut, sehingga tidak muncul pertentangan antara satu masyarakat dengan yang lain.
Ketiga istilah di atas memberikan perspektif yang meyakinkan bagi diterimanya kebenaran ilmu itu. Pathos misalnya adalah muatan emosional atau bentuk penerimaan melalui emosi terhadap kebenaran ilmu pengetahuan, ethos adalah sumber kepercayaan di mana subjek yang meyakini bahwa ilmu pengetahuan itu memang benar adanya. Sementara logos adalah kebenaran ilmu pengetahuan yang dapat dibuktikan baik secara teoritis maupun faktual.
Dimensi Pathos
Karena pathos ini berkaitan dengan rasa simpati seseorang atau lebih menekankan aspek emosi, maka dalam konteks ilmu tafsir, adalah sesuatu yang penting untuk memahami Al-Qur’an melalui jalan fleksibilitas dalam membaca teks. Artinya bahwa pemahaman terhadap Al-Qur’an itu sangat kompleks dan ilmu tafsir memberikan cara atau beberapa metode untuk sampai pada pemahaman yang tepat tentang teks Al-Qur’an.
Misalnya, Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab, sementara bahasa Arab itu beragam dan banyak dialek di dalamnya, bahkan ada satu hadis menyatakan bahwa Al-Qur’an turun dalam tujuh dialek, meski pada akhirnya dialek yang paling dominan adalah Quraisi. Ini menunjukkan bahwa teks Al-Qur’an itu sangat fleksibel.
Di samping itu, agar pemahaman tentang Al-Qur’an dapat diterima dengan baik oleh masyarakat, haruslah menggunakan pendekatan-pendekatan yang inklusif, yakni lebih mengedepankan sisi kelembutan dan perdamaian. Di tengah persoalan tentang ancaman terorisme dan perpecahan, para ahli tafsir harus mampu memberikan pemahaman yang dapat mempersatukan umat dan menjaga stabilitas masyarakat dari berbagai aksi terror yang berangkat dari pemahaman yang tidak tepat terhadap teks agama.
Salah satu perpecahan yang terjadi di dalam umat Islam adalah karena adanya pemahaman yang salah terhadap Al-Qur’an, namun demikian beragamnya pendapat menjadi berbahaya ketika hal itu berhubungan dengan mengedepankan aksi-aksi kekerasan atas nama jihad, padahal ada pesan perdamaian dalam beberapa ayat yang berbicara tentang perang. Sehingga adalah penting bagi ahli tafsir memberikan pendekatan emosional kepada umat Islam untuk dapat memahami Islam yang damai dan benar.
Dimensi Ethos
Prosedur perkembangan ilmu tafsir agaknya berbeda dengan ilmu sains. Jika sains melakukan sebuah eksperimen yang ketat berdasaran metode-metode khusus, ilmu tafsir titik tekannya adalah melalui ahli tafsir itu sendiri. Dalam menafsirkan Al-Qur’an, seseorang harus memenuhi persyaratan ketat seperti harus paham betul bahasa Arab, hafal Al-Qur’an, dan sejarah. Jika ketiga hal ini tidak dipenuhi oleh seseorang, niscaya ia tidak dapat menjadi ahli tafsir.
Seorang mufasir itu pasti dapat dipercaya. Sebagaimana mirip dengan tradisi periwayatan hadis bahwa seorang perawi haruslah memiliki sifat jujur dan dapat dipercaya agar kualitas hadis yang ia transmisikan dapat benar-benar diakui dan dipercaya. Begitu pula dalam ilmu tafsir, jika ia tidak ahli dalam satu bidang keilmuan, niscaya ia bukan hanya tidak dipercaya, tetapi juga tidak akan pernah menjadi ahli tafsir.
Hal yang perlu diketahui adalah bahwa banyak terjadi perpecahan dalam tubuh umat Islam, kebanyakan bukan karena berangkat dari pemahaman tafsir yang benar atau bukan berlandasakan pada karya-karya di bidang tafsir, tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh kepentingan, situasi sosial-politik, serta pemahaman ustad yang masih awam dan belum berada pada tingkatan mutafsir. Itu artinya bahwa problem yang harus segera diatasi adalah bahwa sudah sepatutnya umat Islam kembali kepada sumber-sumber yang dapat dipercaya tentang pemahaman yang benar tentang Al-Qur’an.
Dimensi Logos
Inti dari ilmu pengatahuan adalah ia bisa diterima oleh akal sehat dan secara umum masyarakat mengakuinya secara luas. Pada wilayah inilah ilmu pengetahuan dapat berdiri tegak berdasarkan asumsi-asumsi logisnya. Ilmu tafsir memiliki seperangkat metode untuk sampai pada pemahaman yang benar akan teks Al-Qur’an, sehingga pemahaman itu memungkinkan untuk sampai pada kebenaran. Selain itu, ada metode-metode baku yang tidak bisa ditinggalkan dalam memahami teks.
Logos artinya dapat dibuktikan secara ilmiah, logis, dan sesuai dengan kenyataan. Itu berarti bahwa kebenarannya tidak terbantahkan sesuai dengan prosedur-prosedur yang berlaku. Dalam ilmu tafsir, prosedur logisnya adalah bahwa dalam memahami Al-Qur’an seseorang harus memahami komponen linguistik Arab dan paham akan dimensi sejarah, jika ini dapat dimiliki maka pemahaman tentang Al-Qur’an akan lebih memadai dan dapat dibenarkan secara logis dan ilmiah.
Hanya saja, di dalam perkembangan ilmu tafsir, ada kebutuhan yang besar tidak hanya sekedar memahami secara tekstual. Tetapi lebih melakukan pendekatan kontekstual dengan melihat situasi kekinian agar Al-Qur’an dapat berfungsi dengan baik sebagai bagian integral yang dapat memberikan jawaban atas problem umat Islam dewasa ini.
0 Comments