Kukisahkan dunia tentang pagi dengan sinar mentarinya.
Bahwa aku masih disini dengan lipatan sarungku dan ikat kerudungku
Lari berlarian tentang mengejar antrian mandi makan
Memenuhi peraturan yang terkadang terpenuhi dengan pelanggaran.
Kukisahkan dunia tentang senja dengan riuh jingganya.
Bahwa aku masih sujud bersimpuh dibarisan para kaum peci dan mukena
Bibir bergerak cepat tak terjeda, tentang hafal menghafal
Kalam-kalamNya yang tak jarang berhiaskan cubitan dan pukulan menggemaskan.
Kukisahkan dunia tentang malam dengan gerlap bintangnya.
Bahwa aku masih duduk rapi dengan seragam bernama sarung dan kerudung
Suara-suara berteriak lantang berulang-ulang bernamakan lalaran
Merekam fi’il-fa’il, madhi-mudhari’
Atas nama sharaf nahwu alfiyah yang terkadang susah terekam dalam ingatan.
Kukisahkan dunia tentang sebuah pengabdian
yang darinya lahir sebuah ketakwaan.
Pengabdian sekelompok manusia bernama kaum sarungan dan kerudung
pada sosok sederhana mulia nan luhur.
Pandanganya meluluh lantakkan harga diri,
merundukkan bahu, menundukkan hati, tak kuasa tuk memandangi.
Mencium tanganya bak candu memabukkan hati,
tak rela melepas hingga cucuran air mata terlepas karena mulia shalehnya.
Kukisahkan dunia tentang bumi ma’had dengan takwanya.
Tentang abdi mengabdi, hormat menghormati, taat mentaati
seorang santri pada sang Kyai
dengan sarung kesederhanaan dan kerudung ketakwaan.
0 Comments