Salam Lintas Agama dan Toleransi Umat Beragama

Larangan salam lintas agama ini jika tidak dijelaskan ke masyarakat secara utuh berpotensi dipolitisir oleh mereka yang doyan membenturkan agama dan negara. 3 min


3
3 points

Belakangan ini, media sosial seperti facebook, youtube dan portal berita online dihebohkan dengan imbauan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur (Jatim). Imbauan itu dimaksudkan agar pejabat tidak mengucapkan salam lintas agama. Akibatnya, terjadi perdebatan tajam antarpejabat dan di masyarakat. Ada anggapan bahwa itu persoalan teologis, ada pula dengan nada kecewa menyebut hal itu telah mencederai semangat toleransi beragama.

Bolehlah kita bertanya, mengapa MUI Jatim mengeluarkan imbauan itu di saat persoalan intoleransi sedang heboh-hebohnya? Apakah itu perbuatan dosa dan menistakan agama seperti kasus Ahok 2017?  Lalu bagaimana jika imbauan itu dipolitisir?

MUI Jatim melarang pejabat yang beragama Islam mengucapkan salam versi Buddha, Hindu, Kristen, dll. Jika pejabat itu Islam, cukup menggunakan kalimat “Assalamualaikum, wr, wb”.  Hal ini disandarkan pada pendapat bahwa dalam Islam, salam diartikan sebagai doa, sedangkan doa merupakan ibadah. Untuk itu, tak baik jika mencampuradukkan ibadah satu dengan yang lain.

Imbauan MUI Jatim itu didukung oleh sekjen MUI pusat, Anwar Abbas. Anwar menjelaskan, dalam Islam, setiap doa mengandung dimensi teologis dan ibadah. Umat Islam hanya diperbolehkan berdoa dan meminta pertolongan kepada Allah. Karena itu, berdoa kepada Tuhan dari agama lain tidak dibenarkan. Pada satu sisi, imbauan ini mungkin terasa biasa bagi mereka yang tidak menempati jabatan publik, tetapi tentu menjadi berbeda bagi mereka yang menempati posisi sebagai pejabat publik.

Beberapa pejabat seperti Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharani, mengatakan tidak bisa mengikuti imbauan MUI Jatim dengan alasan warga yang beragam keyakinan. Risma menegaskan, Surabaya dikenal dengan masyarakat yang majemuk dan egaliter. Toleransi antar umat beragama dijaga cukup baik oleh warga Kota Pahlawan tersebut. Sehingga imbauan tersebut tampak kurang sesuai untuk diterapkan di Surabaya.

Selain Risma,  Menteri Agama Fachrul Razi menegaskan bahwa jika pidato tersebut disampaikan di acara skala nasional dengan peserta yang beragam, tentu saja salam yang disampaikan secara nasional. Berbeda bila acara yang dihadiri pejabat itu hanya untuk umat Muslim. Bahkan setelah imbauan itu jadi perbincangan publik, Presiden Jokowi tetap mengucapkan salam semua agama di penutupan acara Kongres Partai Nasdem ke-8 di Jakarta.

Bukan Sekadar Persoalan Agama

Jika kita lihat, perdebatan ini tidak lagi sekadar persoalan agama melainkan sudah masuk ke wilayah politik. Selain karena imbauan tersebut diarahkan kepada pejabat publik yang notabene adalah politisi, juga karena pemerintah hari ini sedang menghadapi persoalan intoleransi yang kian meruncing. Terlebih imbauan MUI Jatim ditujukan kepada pejabat, bukan kepada masyarakat.

Imbauan yang keluar dari lembaga sekaliber MUI Jatim tentunya memiliki landasan kuat terutama persoalan urgensinya. Masyarakat perlu tahu apa hukumnya, apa mudaratnya, jika tidak maka akan menjadi isu liar yang seksi untuk dipolitisir oleh mereka yang doyan membenturkan agama dan negara.

Apakah pejabat yang mengucapkan salam dalam banyak versi agama itu bidah? Atau itu adalah penistaan agama yang perlu dikawal sampai membentuk gerakan, GPH MUI (Gerakan Pengawal Himbauan Majelis Ulama Indonesia) Jatim?

Mungkinkah imbauan ini (MUI Jatim) berpotensi mencederai semangat toleransi beragama Indonesia yang akhir-akhir ini mendapat perhatian khusus dari pemerintah?

Kaitan imbauan MUI Jatim dengan intoleransi dijelaskan oleh Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo (Bamsoet). Menurut Bamsoet salam lintas agama itu tidak masalah asalkan tidak memengaruhi ajaran agama masing-masing. Bamsoet menilai salam semua agama itu mencerminkan sikap toleransi yang tinggi.

Sejalan dengan Ketua MPR RI, Sekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU),  Helmy Faishal Zaini menilai pengucapan salam agama lain oleh pejabat muslim dalam pidato resmi adalah sebuah budaya, bukan penistaan atau melecehkan. PBNU menilai budaya itu sebagai bentuk persaudaraan kebangsaan atau ukhuwah wathaniyyah.

Terlepas dari apakah ini murni persoalan agama atau sudah menyerempet persoalan politik, imbauan MUI Jatim ini berkaitan dengan toleransi umat beragama meskipun konsep toleransi itu masih debatable. Pada situasi seperti ini, media massa pun aktif membangun narasi tentang toleransi versi mereka masing-masing. Meskipun demikian, khalayak memiliki kebebasan untuk memilih media dalam menerima informasi dan menentukan sikap atas informasi tersebut. Tentu saja kebebasan khalayak memilih media yang mereka konsumsi akan memengaruhi konsep mereka tentang toleransi antar umat beragama.

Dalam kajian komunikasi politik, pendekatan uses and gratifications dapat menjelaskan fenomena ini. Teori uses and gratifications mengatakan bahwa khalayak memiliki kekuasaan untuk memutuskan media mana yang akan dipilih atau dikonsumsi. Khalayak memiliki peran aktif dalam melakukan interpretasi dan mengintegrasikan media ke dalam cakrawala hidup mereka. Juga, khalayak bertanggung jawab terhadap pemilihan media untuk memenuhi kebutuhannya.

Akhirnya, dengan lajunya arus informasi di media sosial seperti facebook, youtube dan portal berita online, kita harus jadikan ini sebagai pendewasaan bernegara. Tanpa mengurangi rasa hormat atas perbedaan pendapat yang terjadi, biarlah khalayak yang akan menilai apakah imbauan MUI Jatim mencederai semangat toleransi antar umat beragama atau tidak. Lebih penting dari itu, jangan sampai hal ini dipolitisasi sehingga menyebabkan lahirnya Gerakan Pengawal Himbauan MUI Jatim.


Like it? Share with your friends!

3
3 points

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
0
Sedih
Cakep Cakep
2
Cakep
Kesal Kesal
0
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
0
Tidak Suka
Suka Suka
9
Suka
Ngakak Ngakak
0
Ngakak
Wooow Wooow
2
Wooow
Keren Keren
2
Keren
Terkejut Terkejut
1
Terkejut
Saipudin Ikhwan
Mahasiswa Kajian Komunikasi dan Masyarakat Muslim, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals