Pada zaman dahulu, hidup seorang Raja yang konon memiliki kekayaan berlimpah, istana yang megah bahkan memiliki ratusan pengawal yang siap mengawalnya setiap saat, kemana pun dan di mana pun si Raja berada.
Sang Raja memiliki hobi berburu, setiap waktunya bahkan ia gunakan untuk mengembala di kedalaman hutan liar bertujuan untuk mendapatkan hewan buruan yang ia inginkan. Berbagai cara pun ia lakukan, demi mendapatkan hewan buruan yang diinginkan.
Ia memiliki pengawal setia yang terkenal bijak dan pandai bersyukur. Pada suatu saat, sang Raja memerintahkan pengawalnya itu untuk membuat senjata rakitan. Demi menyenangkan hati sang Raja, si pengawal tersebut pun sangat bersungguh-sungguh merakit sebuah senjata yang akan digunakan oleh sang Raja untuk memburu hewan kesenangannya.
Senjata pun berhasil dirakit, maka bersiaplah sang Raja dan pengawal setia serta beberapa pasukan kerajaan untuk melakukan kegiatannya, yaitu berburu hewan ke pedalaman hutan. Setelah beberapa hari perjalanan, maka sampailah sang Raja dan pengawal ke tempat yang dituju. Maka sang Raja pun menagih permintaanya kepada sang pengawal setianya perihal senjata yang telah ia rakit. Maka sang pengawal pun dengan bangganya memberikan senjata hasil rakitannya kepada sang Raja.
“Duaarrrrr…..”, suara peluru terlepas dari pelatuknya. Sang Raja kaget begitupun sang pengawal serta semua pasukan yang ada di tempat tersebut. Dikarenakan peluru yang harusnya keluar dari corongnya malah meledak di tangan sang Raja, yang menyebabkan jari jempol sang Raja terputus.
Sang Raja pun marah, tampak dari raut mukanya yang kemerah-merahan serta nafas yang keluar tak teratur dari lubang hidungnya.
Melihat kejadian tersebut sang pengawal pun berkata setengah berteriak, “Alhamdulillah…!!!!” Reaksi pengawal tersebut membuat sang Raja bertambah geram karena kelakuan si pengawal setianya yang nyeleneh.
Sontak sang raja pun memanggil si pengawal dengan nada geram “Hai pengawal dungu! Mengapa kau ucap seperti itu, kau tidak lihat keadaan yang aku alami sekarang?!!! Apa sebab kau berkata seperti itu?” Tanya sang Raja dengan nada geram. Sontak sang pengawal pun menjawab, “Bukankah kita harus selalu bersyukur atas kejadian apa pun yang kita alami dan yang kita rasakan?”
Mendengar perkataan tersebut sang Raja yang keras hatinya pun tambah geram, lantas ia berkata kepada pasukan yang ikut berburu dengannya: “Hei pasukan!!! seretlah pengawal setiaku ini dan jebloskanlah ia ke dalam penjara”.
Tanpa basa-basi semua pasukan pun mematuhi perintah sang Raja tersebut, mereka menyeret dan menjebloskannya ke dalam penjara. Bahkan ketika ingin dijebloskan ke dalam penjara, sang Raja langsung yang turun tangan karena kedendamannya kepada pengawal tersebut.
Sang Raja pun berkata: “Apa kata-kata terakhir yang akan engkau katakan wahai pengawal setiaku, sebelum engkau mengalami penderitaan yang tiada hentinya”. Sontak sang pengawal tersebut berkata setengah berteriak, “Alhamdulillah!” Sang Raja pun dibuat kaget dan heran atas tingkah laku pengawalnya tersebut. Lantas ia menanyakan kedua kalinya alasan mengapa ia berucap kalimat tersebut. Maka sang pengawal pun menjawab dengan jawaban yang sama, “Bukankah kita harus selalu bersyukur atas kejadian apa pun yang kita alami dan yang kita rasakan?” Sang Raja pun dibuat geram untuk kesekian kalinya.
Maka ia pun pergi meninggalkan tempat tersebut dan menyiapkan rencana berburu untuk hari esok.
Keesokan harinya sang Raja sudah mengemasi barang dan menyiapkan apa yang ia butuhkan untuk berburu. Tapi, kali ini ia berburu tanpa ditemani pengawal maupun pasukannya. Sang Raja pergi berburu sendiri ke pedalaman hutan, sesampainya di hutan ia mengeluarkan senjata buruanya dan mulai mencari buruannya ke pedalaman hutan.
Waktu terus berputar sang Raja pun belum mendapatkan buruannya, hari menjelang malam sang Raja pun kebingungan karena ternyata ia lupa arah jalan pulang serta ia tak membawa lampu untuk menerangi jalan, ia pun lanjut berjalan diiringi rasa kecemasan serta kebingungan, angin hutan bertiup kencang tak jauh dari tempat itu terdengar suara gemuruh rombongan manusia.
Sang Raja pun kaget bercampur heran, ia penasaran, lalu berusaha mencari asal suara tersebut. Langkah cepat dicampur rasa penasaran mengiringi keadaan sang Raja, matanya pun terbelalak ketakukan, karena yang ia lihat adalah sekelompok barbar berwajah bengis serta berawakan seram matanya dan mata mereka pun bertemu. Ia kaget dan ketakutan karena melihat mereka yang tersenyum sinis tampak dari mereka wajah kebengisan yang siap menangkap sang Raja. Tanpa pikir panjang sang Raja pun lari terbirit-birit, tapi apa boleh buat sekelompok barbar tersebut sudah mengepung tempat tersebut.
“Jangannnn…… !!!” Sang Raja pun berteriak pasrah ketika dirinya diikat dan digotong oleh sekelompok barbar tersebut. Ia menangis sejadi-jadinya, badannya bergetar ketakutan hingga tak terasa ia kehilangan kesadarannya.
Matahari sudah terbit, hari mulai pagi, terik matahari pun menyinari sela-sela dedaunan hutan, hingga membangun sang Raja dari tidurnya. Setelah kesadarannya pulih, rasa takut itu langsung kembali dirasakan oleh sang Raja karena sekarang dirinya terikat dan dikelilingi oleh kayu bakar. Ia pun sadar bahwa dirinya akan di bakar hidup-hidup, yang akan dijadikan santapan oleh suku barbar tersebut.
“Huuuu…haaaa….huuu..haaa…” mereka kompak bernyanyi serta bergantian mengelilingi sang Raja, sang Raja pun tambah ketakutan ketika pemimpin dari barbar tersebut mengelilingi dan meneliti semua anggota badan sang Raja. Tampak pada dirinya kebengisan seolah-olah siap untuk memakan daging segar pada pagi hari. Setelah beberapa saat mengelilingi tubuh sang Raja. Pemimpin tersebut kaget, matanya terbelak karena setelah memperhatikan tangan si Raja Ia menyadari bahwa jari jempol Raja tersebut ternyata tidak ada.
Kepala Suku tersebut pun menghampiri kaumnya dan berbicara dengan bahasanya, sang Raja pun keheranan karena terdengar dari suara kaum nya suara kekecewaan di tambah raut muka mereka yang awalnya bengis menjadi sedih. Tak lama kemudian pemimpin tersebut kembali menghampiri sang Raja, tapi kali ini dengan wajah tenang, rasa takut pun hampir sirna dari sang Raja. Ia kaget bercampur heran karena pemimpin suku tersebut membuka ikatan-ikatan sang Raja, setelah ikatan tersebut semuanya terbuka sang pemimpin pun mengisyaratkan agar sang Raja pergi. Sang Raja keheranan, takut bercampur dengan bahagia atas apa yang dilakukan oleh pemimpin suku tersebut.
Tanpa pikir panjang, ia pun segera berlari tertatih-tatih dan setelah agak jauh dari tempat tersebut ia melihat segerombolan pasukan berkuda dengan senjata lengkap. Perlahan ia memerhatikannya, ia pun tersontak kaget karena pasukan berkuda tersebut tak lain adalah tentara kerajaanya. Ia pun memanggil pasukan tersebut, pasukan yang tadinya berjalan santai sekarang mereka berlali memacu kuda, karena ternyata mereka sadar bahwa yang memanggilnya itu tak lain adalah suara sang Raja yang telah tiga hari mengihilang dari Istana.
Segera diangkutnya sang Raja tersebut ke atas kuda, karena kecapean ia pun terlelap tidur selama perjalanan ke istana. Setelah sampai di istana, ia pun terbangun dari tidurnya. Ia bangun dengan keadaan cemas dan tak terasa aliran air mata keluar dari pelopak matanya, semua pasukan yang menyaksikannya pun merasa keheranan dan berusaha menenangkan keadaan sang Raja, karena mereka pikir Raja masih shock atas kejadian yang baru saja ia alami.
Sang Raja pun membuka suaranya “Hei pasukanku, apakah pengawal setiaku masih hidup? Jika masih tolong panggilkan dia dan hadapkan sekarang kepadaku!” Perwakilan pasukan tersebut pun bergegas pergi ke tahanan dan menyampaikan pesan sang Raja dan menceritakan kejadian yang telah Raja alami kepada sang pengawal setia. Sang pengawal pun bergegas menghadap sang Raja.
Setelah sampai, sang Raja langsung berusaha bersujud kepada pengawal setianya tapi sang pengawal tersebut menahan gerakan sang Raja. Semua yang ada di tempat tersebut bertambah heran, sang pengawal setiapun berusaha menanyakan apa alasan Raja melakukan hal tak pantas tersebut.
Akhirnya sang Raja membuka suara dan cerita panjang lebar atas apa yang ia alami. Ia baru sadar atas setiap perkataan syukur yang selalu pengawal setianya ucapkan terlebih ketika kejadian jempolnya putus akibat ledakan peluru dari senjata rakitan pengawal setianya dan atas kejadian pembebasan dirinya oleh kaum barbar yang akan menyantap dirinya, tapi tidak jadi karena melihat jempol yang ada di tangannya tidak ada, karena Raja baru sadar bahwasanya barbar tak akan menyantap manusia yang anggota tubuhnya cacat. Ia menangis sejadi-jadinya dan akhirnya menyadari bahwasanya setiap kejadian apapun yang kita alami dan apapun yang diberikan tuhan kepada kita, kita harus mensyukurinya. Sang Raja pun meminta maaf atas apa yang telah ia lakukan, yaitu memenjarakan dan menyiksa sang pengawal di dalam penjara.
“Ha..ha…ha…” Lontaran tawa keluar dari mulut sang pengawal setianya, diiringi ucapan “alhamdulillah!” sang Raja pun dibuat kaget kesekian kalinya, lalu menanyakan apa alasan ia tertawa dan berkata alhamdulillah selain didasari rasa syukur. Lalu sang pengawal pun tersenyum dan menjawab, “pertama saya bersyukur karena Tuhan telah menyelamatkan Raja. Kedua, saya bersyukur karena Raja telah memenjarakan saya”.
Sang Raja pun heran, sontak ia pun bertanya alasan apa yang menjadikan ia bersyukur bahwasanya ia senang jika dipenjara. Pengawal pun tersenyum setengah tertawa sambil menjawab “wahai rajaku, ketahuilah! Aku bersyukur masuk dalam penjara, karena seandainya jika aku tak masuk penjara mungkin pada hari itu aku yang akan kau ajak berburu dan mungkin aku yang akan menjadi santapan suku barbar tersebut”.
Sang Raja pun terharu atas jawaban bijak dari pengawal setianya. Semua orang yang ada di ruangan tersebut pun ikut terbawa suasana dan sebagian dari mereka banyak yang berlinang air mata bahkan menangis sejadi-jadinya. Menyadari bahwa rahmat dan skenario yang Tuhan berikan kepada hambanya begitu besar dan sulit untuk memahami jika dengan akal pikiran saja.
Dari kisah di atas, kita belajar bahwasanya rasa syukur adalah yang paling kita utamakan atas karunia yang Tuhan berikan kepada kita. Kita harus selalu bersikap positive thinking atas pemberian Tuhan kepada kita, karena terkadang Tuhan selalu memberikan apa yang kita butuhkan bukan hanya sekadar apa yang kita inginkan dan terkadang sesuatu yang paling kita anggap pahit adalah paling terbaik untuk kita, dan kita bisa memahaminya setelah waktu yang membuktikannya.
Penggalan cerita ini agaknya sejalan dengan apa yang ditulis dalam Al-Qur’an surat Ibrahim (14): 7 yang artinya “Dan ingatlah, ketika Tuhanmu memaklumkan “sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat pedih”. Wallahu a’lam bissawab.
_ _ _ _ _ _ _ _ _
Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! Selain apresiasi kepada penulis, komentar dan reaksi Anda juga menjadi semangat bagi Tim Redaksi 🙂
Anda juga membaca kumpulan cerpen menarik lainnya di sini!
Silakan bagi (share) ke media sosial Anda, jika Anda setuju cerpen ini menarik!
Jika Anda ingin menerbitkan tulisan di Artikula.id, silakan kirim naskah Anda dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannya di sini!
Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!
0 Comments