Dalam beberapa bulan saja, kondisi perekonomian dan tatanan sosial di hampir seluruh dunia mengalami perubahan besar akibat Virus Corona. Menurut worldometers per 18 April 2020 pada pukul 14:17 GMT saja, sejumlah 2.276.063 orang terjangkit covid-19 dan 156.114 di antaranya telah meninggal dunia. Peristiwa luar biasa ini dianggap telah merubah tatanan dunia. Sebagian besar negara-negara di dunia mulai berpikir tentang bagaimana harus bangkit dan membangun program-programnya kembali saat virus ini telah bisa ditangani nanti. Tak terkecuali di Indonesia.
Nasib Indonesia juga sama dengan negara lainnya, berada di sebuah ambang persimpangan. Terkhusus Indonesia yang hendak memiliki hajat besar. Saat cita-cita akan kemajuan Bangsa tinggal selangkah lagi tercapai dengan memiliki pusat Negara yang berkelanjutan, namun semua harus dipertimbangkan ulang dan dipikirkan baik-baik, apakah dengan kondisi ini ada beberapa rencana besar yang kemudian harus dikorbankan demi keselamatan dan kemaslahatan yang lebih prioritas. Bahwa nyawa manusia lebih berharga daripada capaian kemajuan.
Pada Oktober 2019, saya sempat menulis sebuah makalah berjudul “Selangkah Menuju Cita-cita Bangsa dalam Pembangunan Berkelanjutan.” Makalah tersebut adalah makalah dalam sambutan saya sebagai Ketua Panitia Penyelenggara Temu Profesional dengan tema “Temu Profesional Lingkungan dan Pembangunan Ibu Kota Berkelanjutan” di Wisma Kagama Universitas Gadjah Mada. Para peserta yang notabene merupakan akademisi, praktisi konsultan, dan pengambil kebijakan dari kementerian mayoritas sepakat dan mendukung pemerintah dalam melaksanakan pembangunan Ibu Kota Berkelanjutan dengan syarat menjadi kota contoh sinergitas Tuhan, alam dan manusia dengan menerapkan standar kota hijau.
Baca juga: Keharusan Menjaga Keseimbangan Alam dan Manusia dalam Beragama
Dalam makalah tersebut, terdapat data terbaru tentang kondisi Sumberdaya Manusia (SDM) di bidang Lingkungan Hidup (Penyusun Amdal, Pengambil Sampel Air, dan Auditor Lingkungan). Data dari Lembaga Sertifikasi Lingkungan (LSP)-Lingkungan Hidup Indonesia menunjukkan bahwa saat itu jumlah potensi SDM Indonesia dari satu LSP saja tidak kurang dari 1.400 orang dan saat ini telah menjadi 1.623 ahli lingkungan, sedangkan jumlah LSP bidang lingkungan di Indonesia adalah sekitar 5 LSP aktif. Itu artinya jumlah tersebut bisa lima kali lipat sehingga bisa dikatakan bahwa pakar atau professional di bidang lingkungan di Indonesia telah siap dan mumpuni untuk menunjang pembangunan Ibu Kota baru atau program-program pembangunan lainnya.
Selain jumlah pakar yang sudah mumpuni di atas, dari sisi perencanaan Ibu Kota pun telah siap. Hasil sayembara dari 755 Proposal mendaulat tema Nagara Rimba Nusa karya Urban+ sebagai pemenang tender. Konsep yang merepresentasikan kebangsaan, lingkungan, dan karakter Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau.
Baca juga: Theologi Green Ramadhan dalam Membangun Kesadaran Lingkungan di Bulan Suci
Kesiapan Indonesia sebagai Negara pengusung pembangunan hijau pun dihadapkan dengan dua pilihan, apakah meneruskan atau menunda. Hal tersebut tentunya karena faktor yang lebih besar, yakni faktor perlindungan segenap Bangsa terkait dengan merebaknya wabah Virus Corona. Tidak kurang dari 405.1 Triliyun Rupiah telah dianggarkan oleh Ir. Joko Widodo untuk menangani pandemi yang disebabkan virus ini dengan menerbitkan Perpu. Sekolah, aktivitas perkantoran, dan aktivitas perekonomian telah digeser dari kantor ke rumah atau bahkan beberapa secara mau tak mau telah dinonaktifkan.
Lalu pertanyaannya kemudian, apakah dengan kondisi tersebut kita akan memulai semuanya dari awal saat wabah ini telah berlalu? Padahal PBB telah menaikkan status Indonesia sebagai anggota aktif G20 sebagai Negara maju beberapa minggu sebelum wabah Covid-19 ditemukan.
Bangkit dari Diri Sendiri
Salah satu beban besar Negara akibat Virus Corona adalah kewajiban menanggung masyarakat yang berkurang penghasilannya atau bahkan kehilangan penghasilan sama sekali selama masa pandemi ini. Bagi usaha tertentu yang terdampak mungkin cukup mencari solusi dengan menggeser produksi pekerjaannya misalkan pabrik baju yang kemudian pindah haluan melakukan produksi masker. Namun bagi beberapa usaha mungkin mengalami kesulitan menggeser produksinya dan mau tidak mau harus memulangkan sebagian atau keseluruhan karyawannya seperti restoran dan tempat hiburan mall atau wisata.
Baca juga: Memori Anak dan Cermin Kehancuran Ekologi
Berangkat dari fenomena di atas, maka untuk berjuang membantu negara bisa dilakukan dengan cara yang paling ringan pada skup yang paling kecil. Yakni dengan tetap menghasilkan sekecil apapun itu di tengah Covid-19 ini. Di luar kondisi yang tak menentu, mungkin ada beberapa celah yang bisa dimanfaatkan. Celah ini merupakan hal yang jarang atau langka bagi sebagian orang sebelum wabah ini merebak. Celah tersebut adalah kesempatan untuk memiliki banyak waktu luang dalam mengembangkan kapasitas diri. Atau, jika perlu mencari sesuatu yang out of the box dari pekerjaan-pekerjaan sebelumnya.
Di luar sana ada beberapa orang yang tersibukkan dengan aktivitas kerja dan jarang memiliki waktu dalam mengevaluasi dan merenungkan masa depannya. Juga banyak orang yang tersibukkan dengan aktivitas kerja dan kehilangan waktu untuk mengasah skill atau pengetahuannya. Sehingga, mencari tahu peluang menghasilkan secara mandiri mungkin adalah hal yang perlu dicoba. Menghasilkan berapapun dan sekecil apapun nominalnya. Mungkin dengan meningkatkan kesadaran bahwa sekarang bangsa ini hidup di era digital.
Tidak perlu datang ke pasar atau toko, dengan bantuan gawai pun semua orang bisa berusaha. Tidak harus menggunakan platform e-commerce, namun bahkan hanya dengan akun facebook pun seseorang, siapapun itu bisa menghasilkan. Di sini tidak membahas besarannya, namun yang penting adalah menghasilkan sekecil apapun dalam kondisi seperti sekarang ini adalah hal yang begitu berharga.
Baca juga: Perlunya Management Knowledge
Dunia yang kian terbuka dengan teknologi informasi dan perkembangan berbagai alat untuk memudahkan aktivitas manusia adalah wadah besar dalam menampung daya berpikir dan ide kreativitas manusia. Jika dulu seorang kontraktor yang ingin membangun bisnisnya harus memiliki aset cair di bank dengan angka 10% dari nilai paket tender yang akan dia ikuti, maka sekarang sudah beda cerita. Bisnis dan usaha bisa dan sangat mungkin untuk dibangun tanpa modal.
Di bidang lingkungan hidup sendiri misalkan, saat ini asalkan seseorang memiliki kapasitas keilmuan pendukung dan telah mengikuti diklat terstandar, maka ia sudah bisa mengikuti sertifikasi kompetensi dan menjadi seorang konsultan. Konsultan Amdal misalnya, tidak harus dari basis keilmuan lingkungan murni seperti jurusan Ilmu Lingkungan atau Teknik Lingkungan. Cakupan Amdal begitu luas, di antaranya meliputi Geofisikimia, Hidrologi, Kesmas, dan Sosekbud. Sehingga, mahasiswa jurusan apapun yang pernah ikut diklat dasar-dasar penyusunan Amdal sudah bisa mengikuti sertifikasi sebagai konsultan. Karena Amdal tidaklah sebuah riset yang ditulis oleh satu dua orang, namun dirumuskan oleh sebuah tim. Bahkan syarat tim penyusun tersebut adalah harus terdiri dari pakar lingkungan yang didampingi para ahli yang berasal dari berbagai disiplin keilmuan.
Baca juga: Harmoni Alam dan Pesan Al-Quran: Tafsir Ekologi
Di atas adalah contoh bahwa banyak jalan, untuk bagaimana memanfaatkan kondisi wabah corona dengan optimal. Waktu-waktu yang seharusnya menjadi musibah digunakan untuk mengembangkan diri agar saat wabah ini usai kita bisa bangkit atau bahkan menjadi pribadi yang lebih kompeten dari sebelum wabah ini berlangsung.
Hal di atas adalah sedikit upaya untuk menjaga Indonesia yang sedang berada pada persimpangan jalan. Presiden, DPR, maupun MPR tidaklah satu-satunya pemain inti dalam hal ini. Rakyat pun bisa berbuat sesuatu.[]
_ _ _ _ _ _ _ _ _
Bagaimana pendapat Anda tentang artikel ini? Apakah Anda menyukai nya atau sebaliknya? Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom bawah ya!
Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!
0 Comments