Berdasarkan penelusuran BBC News, beberapa bulan belakangan para pengungsi di Kamp Idlib Suriah membuat Direct Open Donation (Penggalangan Donasi Langsung) di media sosial tiktok. Aksi live itu berisi beberapa orang yang sedang meneriakkan kata “send me gift” secara berulang-ulang. Tentu kegiatan itu mereka langsungkan demi mendapat hadiah dari para penonton (Gelbart, Akbiek, dan Al-Qattan n.d.).
Hadiah yang mereka harapkan adalah stiker-stiker dengan berbagai nominal. Mulai dari bunga mawar seharga 0.24 Lira (Rp. 200) sampai singa yang setara 8403.37 Lira (Rp. 7.000.000). Layanan itu tersemat pada tombol kado yang ada di bawah tampilan live. Guna memudahkan penonton yang ingin berbagi (Gelbart, Akbiek, dan Al-Qattan n.d.).
Seusai mengakhiri live para pengungsi dapat menukar stiker yang mereka hasilkan dengan uang tunai. Namun uang yang terkumpul tidak penah sampai ke mereka dengan nominal utuh. Alih-alih mendapat bagian besar, jerih payah mereka hanya berganti remah-remah.
Hal itu terjadi karena pihak dari tiktok ternyata mengambil prosentase sebesar 70%. Bagian itu masih harus berkurang untuk membayar jasa konversi di kedai penukaran dan jasa perangkat live. Dengan begitu hanya sedikit uang yang sampai ke mereka (Gelbart, Akbiek, dan Al-Qattan n.d.).
Hal ini membuat mereka kecewa dan beberapa memutuskan untuk berhenti live. Namun ada juga yang tetap menerima karena benar-benar membutuhkan tambahan uang.
Upaya Meneruskan Kehidupan
Fenomena mencari tambahan uang via tayangan lansung di tiktok ini terjadi karena tuntutan memenuhi kebutuhan sehari-hari guna bertahan hidup. Mengingat dampak pandemi dan perang Rusia-Ukraina telah membuat kenaikan harga bahan-bahan pokok. Kenaikan tersebut berimbas pada pengurangan jatah bantuan makan untuk mereka (“Perang Rusia di Ukraina Perparah Krisis Kemanusiaan di Suriah” n.d.).
Realitas itu membuat para pengungsi melakukan Direct Open Donation sebagaimana penjelasan di atas. Upaya tersebut merupakan bentuk pemberontakan struktural dengan memanfaatkan media digital untuk mendapat tambahan uang. Pemberontakan itu adalah jawaban atas keterbatasan batuan dari lembaga donor dalam memenuhi kebutuhan mereka.
Belum lagi beberapa bulan terakhir terjadi cuaca buruk yang membuat kamp mereka terendam banjir. Selain itu seusai musim penghujan dan redanya banjir, mereka kembali harus berhadapan dengan salju yang turun. Keterbatasan pakaian hangat telah membuat mereka mengalami kedinginan bahkan tercatat ada bayi yang meninggal (“Konflik Suriah, Dua Bayi Tewas Membeku di Kamp Pengungsian – Dunia Tempo.co” n.d.).
Peristiwa bertubi yang menerpa tidak mampu menyurutkan asa mereka. Bak peribahasa Patah tongkat, berjeremang (tetap berusaha meskipun sudah tertimpa beribu kegagalan).
Baca juga: Marginalisasi Transpuan di Era Pandemi |
Marginalisasi Berlipat
Upaya untuk mencari alternatif sumber penghidupan ternyata menjadi petaka selanjutnya. Uang donasi dari hasil live berjam-jam yang mereka lakukan mengendap menjadi laba tiktok. Kemalangan yang menimpa mereka ini menjadi rutinitas sebagai dampak peminggiran.
Peminggiran pertama terjadi saat mereka sebagai warga sipil yang terusir dari rumah tinggal akibat peperangan. Dengan terpaksa mereka membiarkan rumah-rumah yang nyaman itu menjadi gelanggang kebrutalan para penguasa demi status quo. Peminggiran itu terjadi pada 2019 dalam penyergapan Kota Idlib (“Perang Suriah: Mengapa pertempuran Idlib penting? – BBC News Indonesia” n.d.).
Kemudian penguasa menggiring mereka menepi menempati kamp-kamp pengungsian. Segala keterbatasan menjadi sahabat hidup mereka sehari-hari. Sebagai akibat peminggiran yang terjadi bahkan mereka harus berpikir keras demi tidak meregang nyawa.
Upaya demi upaya sudah mereka laksanakan, namun berujung para peminggiran selanjutnya. Media sosial yang terlihat egaliter dan transparan ternyata menggondol donasi mereka. Tentu ini adalah potret nyata dari peribahasa sudah jatuh tertimpa tangga.
Lemahnya posisi mereka membuat semua jalan protes menjadi buntu. Mereka hanya bisa merasakan kecewa dengan terus berupaya bertahan hidup.
Hilangnya Hati Para Tengkulak Kemanusiaan
Kepahitan yang terjadi sebagaimana ilustrasi di atas mungkin tidak terjadi sekali ini saja. Sangat mungkin ada tengkulak kemanusiaan yang menjual foto dan cerita sedih para pengungsi demi meraup untung. Dengan mematok komisi yang terlampau besar atau bahkan tidak pernah menyalurkan donasi ke penerima donasi seharusnya.
Kasus seperti ini marak terjadi mengingat kemudahan akses teknologi membuat siapa saja dapat melakukan penggalangan dana (Aisyah Ayu Anggraeni Hidayat 2019, 9). Cukup bermodal pamflet atau video pendek yang banyak tersebar di internet mereka dapat membuat donasi abal-abal. Dengan modal itu, para oknum ini tinggal menanti orang-orang dermawan yang kurang jeli untuk masuk ke perangkap mereka.
Umumnya para oknum ini memakai narasi dan video tentang kesedihan, konflik agama, dan sejenisnya sebagai umpan. Karena genre ini memungkinkan untuk dapat mempengaruhi psikologis penonton. Dengan melihat fenomena ini ada beberapa aspek yang perlu kita ketahui sebagai seorang donatur. Terkhusus donatur yang menyalurkan sedekahnya melalui perantara (Darnela 2021, 80–81).
Baca juga: Tetangga yang Tak Pernah Akur |
Aturan tentang Lembaga Pengumpul Donasi
Mengacu pada web resmi pemerintah yang membidangi perijinan pengadaan donasi menyebutkan kriteria penyelenggara sebagai berikut:
- Pengumpulan sumbangan hanya dapat diselenggarakan oleh suatu organisasi atau oleh kepanitiaan yang memenuhi persyaratan dan telah mendapat izin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang.
- Organisasi yang menyelenggarakan harus memenuhi persyaratan antara lain:
- Mempunyai Akta Notaris atau Akta Pendirian dengan disertai AD dan ART yang memuat:
- Azas, sifat, dan tujuan organisasi
- Lingkup kegiatan
- Susunan organisasi
- Sumber keuangan
- Apabila bergerak di bidang usaha kesejahteraan sosial, organisasi harus telah terdaftar pada instansi sosial setempat.
- SK Kepanitiaan bagi pemohon (“Info PUB” n.d.).
- Mempunyai Akta Notaris atau Akta Pendirian dengan disertai AD dan ART yang memuat:
Kemudian web tersebut juga membagikan prosedur pengajuan perijinan sebagai berikut:
- Pemohon penyelenggara Pengumpulan Uang atau Barang (PUB) mengajukan permohonan izin dengan menyampaikan data-data sebagai berikut:
- Nama dan alamat organisasi
- Akta pendirian dan susunan pengurus
- Kegiatan sosial terakhir yang telah terlaksana
- Maksud dan tujuan pengumpulan sumbangan
- Jangka waktu dan wilayah penyelenggaran
- Mekanisme penyaluran
- Mekanisme penyelenggaraan
- Rincian pembiayaan
- Permohonan ditujukan kepada Menteri Sosial RI, dengan melampirkan:
- Surat rekomendasi atau persetujuan Gubernur setempat di mana pemohon berkedudukan.
- Bagi pemohon yang berkedudukan di provinsi lain, di samping persetujuan sebagaimana dimaksud, harus disertai pula persetujuan Gubernur atau Instansi sosial di mana pengumpulan sumbangan diselenggarakan.
- Fotokopi Akta pendirian dan AD/ART dari organisasi yang bersangkutan (“Info PUB” n.d.).
Web ini juga membagikan informasi lain berkenaan dengan penyelenggaraan donasi.
Menciptakan Iklim Donasi yang Baik
Berdasarkan aturan di atas terdapat penekanan bahwa lembaga pengelola donasi harus memiliki izin. Untuk itu, masyarakat dapat melihat apakah lembaga yang bersangkutan memiliki izin. Pada web yang sama tertera bahwa Lembaga yang mendapat persetujuan akan menerima QR Code. QR Code dari Kemensos itu memuat informasi perizinan bila donator memindainya (“Info PUB” n.d.).
Selain itu donator dapat meminta transparansi keuangan dan proses penyaluran donasi. Informasi ini akan lebih baik jika tersedia pada web ataupun sosial media yang memungkin donatur dapat mengecek secara berkala. Mengingat transparasi adalah prasyarat mutlak untuk menciptakan iklim donasi yang sehat.
Di samping meminta transparansi, donator juga perlu melaporkan kepada pihak yang berwenang jika mengetahui/menduga adanya penyelewengan. Agar donasi sebagai wujud kemanusiaan serta tuntunan agama dapat terlaksana dengan baik dan berdampak pada orang-orang yang membutuhkan.
Refrensi
Aisyah Ayu Anggraeni Hidayat. 2019. “Platform Donasi Online dan Filantropi Digital(Kajian Aktivitas Filantropi dan Komodifikasi Kampanye Sosialmelalui Kitabisa.com).” UNIVERSITAS AIRLANGGA. http://lib.unair.ac.id.
Darnela, Lindra. 2021. “Islam and Humanity: Commodification of Aid for Rohingya in Aceh.” Al-Jami’ah: Journal of Islamic Studies 59, no. 1 (Mei): 57–96. https://doi.org/10.14421/ajis.2021.591.57-96.
Gelbart, Hannah, Mamdouh Akbiek, dan Ziad Al-Qattan. n.d. “Tiktok ambil untung dari para pengungsi Suriah yang mengemis dalam tayangan langsung – BBC News Indonesia.” Diakses 16 Oktober 2022. https://www.bbc.com/indonesia/dunia-63224389.amp.
“Info PUB.” n.d. Kementerian Sosial Republik Indonesia. Diakses 21 Oktober 2022. https://simppsdbs.kemensos.go.id/index.php/site/showPubInfo#.
“Konflik Suriah, Dua Bayi Tewas Membeku di Kamp Pengungsian – Dunia Tempo.co.” n.d. Diakses 16 Oktober 2022. https://dunia.tempo.co/read/1556479/konflik-suriah-dua-bayi-tewas-membeku-di-kamp-pengungsian.
“Perang Rusia di Ukraina Perparah Krisis Kemanusiaan di Suriah.” n.d. Diakses 16 Oktober 2022. https://www.voaindonesia.com/a/perang-rusia-di-ukraina-perparah-krisis-kemanusiaan-di-suriah/6562920.html.
“Perang Suriah: Mengapa pertempuran Idlib penting? – BBC News Indonesia.” n.d. Diakses 16 Oktober 2022. https://www.bbc.com/indonesia/dunia-51555047.
Editor: Ainu Rizqi
_ _ _ _ _ _ _ _ _
Catatan: Tulisan ini murni opini penulis, redaksi tidak bertanggung jawab terhadap konten dan gagasan. Saran dan kritik silakan hubungi [email protected]
Jadi, bagaimana pendapat Anda tentang artikel ini? Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya!
Anda juga bisa mengirimkan naskah Anda tentang topik ini dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannya di sini!
Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!
0 Comments