Jihad Membela Negara: Perspektif Tafsir Maqashidi

Mengapa membela negara dapat dikategorikan sebagai jihad? Lalu bagaimana cara melakukan hifzh al-Daulah/Balad (bela negara atau tanah air)?3 min


1
1 share, 1 point
Sumber gambar: komunikasi.um.ac.id

Mengapa membela negara dapat dikategorikan sebagai jihad? Sebab konsep jihad merupakan konsep yang bersifat general, mencakup segala daya upaya yang dikerahkan untuk li i`lâ’i kalimatillah (membela ajaran-ajaran Allah ) demi kemaslahatan umat manusia. Dalam Sirah Ibnu Hisyam, Nabi Saw sebagaimana dalam Piagam Madinah memasukkan konsep bela negara pada pasal ke 43, yaitu wa anna bainahum al- nashr `alâ man dahama yatsrib. Artinya, “Sesungguhnya wajib bagi mereka muslim-non muslim  untuk membela Yatzrib (Negara Madinah), manakala diserang oleh musuh”.  Nah, dalam konteks Tafsir  Maqâshidi, bela negara dapat dimasukkan sebagai bagian dari hifzh al-daulah(menjaga negara) yang merupakan washîlah (sarana) untuk merealisasikan maqâshid al-syari’ah (tujuan-tujuan syariat), yaitu merealisasikan kemaslahatan dan menolak kerusakan  (tahqîq al-mashâlih wa dar’ al-mafâsid) dalam kehidupan. Bukankah al-Qur’an mengajarkan agar kita dapat menciptakan negara yang aman (baladan âminâ)? Lihat misalnya, Q.S. (Q.S. Ibrahim [14]: 35-37).

Yang menarik adalah  bahwa Al-Qur’an menyebut term al-balad  yang berarti negeri atau tanah air setidaknya dalam tiga konteks. Pertama, kata balad dipakai bukan saja untuk nama salah satu surat dalam al-Qur’an, yaitu Surat al-Balad, tetapi untuk bersumpah oleh Allah Swt. “Aku benar-benar bersumpah dengan negara/kota ini” (Q.S. al-Balad [90]:1). Ini memberikan isyarat betapa pentingnya eksistensi negera dan tanah air dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tanpa adanya negara, manusia tidak akan mampu mengembangkan potensi-potensi yang ada untuk kemajuan peradaban. Kedua, kata baldah  dipakai dalam konteks negeri Saba’ yang makmur, agar penduduknya pandai bersyukur dan harapan semoga negaranya senantiasa menjadi negara yang aman dan makmur, mendapat ampunan Allah Swt. “Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun”. (Q.S. Saba’ [34]:15). Ini memberi isyarat bahwa tujuan bernegara untuk mewujudkan kemakmuran bangsanya.

Ketiga, kata balad dalam konteks berdoa, sebagaimana doa Nabi Ibrahim. Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian.(QS. al-Baqarah [2]:  126). Ini memberi isyarat bahwa para pemimpin dan warganya harus membangun spiritualitas dalam rangka mewujudkan keamanan dan kemakmuran negerinya.

Para ahli menyebut bahwa negara adalah komunitas oknum-oknum, secara permanent mendiami wilayah tertentu, menuntut dengan sah kemerdekaan diri dari luar dan mempunyai sebuah organisasi pemerintahan, dengan menciptakan dan menjalankan hukum secara menyeluruh di dalam lingkungan demi kemakmuran penduduknya.  Dalam konteks tafsir maqashidi,  negara merupakan wadah untuk menjaga kemaslahatan bangsanya, maka membela negara juga merupakan sebagai salah satu bentuk jihad, dalam pengertian yang luas. Terlebih ketika hal itu  dilakukan dalam rangka membela hak-hak kaum muslimin khususnya, dan nilai-nilai kemanusian pada umumnya.  Oleh sebab itu,  upaya setiap warga negara untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap ancaman baik dari luar maupun dalam negeri menjadi sebuah keniscayaan untuk eksistensi bangsa.

Kita tidak dapat menjalankan syariat agama dengan baik dan menjaga agama (hifzh al-dîn), jika negara sedang berperang. Kita tidak dapat menyelenggarakan proses pendidikan  dengan baik dalam rangka hifz `aql (menjaga akal), jika negara tidak aman. Kita juga dapat melakukan aktivitas bisnis dan perdagangan dalam rangka hifzh al-mâl (menjaga harta), manakala kondisi keamanan negara terganggu. Oleh sebab itu, dalam perspektif tafsir maqâshidi, konsep hifzh al-daulah  (menjaga negara) dapat dimasukkan sebagai bagian dari  hal yang harus dijaga (dlarûriyât). Itu sebabnya, kita mesti pandai mensyukurinya dengan merawat, membela  dan menjaganya.

Lalu bagaimana  cara melakukan hifzh al-Daulah/Balad (bela negara atau tanah air)? Meminjam teori Imam al-Syâthibi dan juga Jasir Audah, hal  dapat dilakukan dalam dua cara. Pertama, bersifat protective yakni dengan menjaga segala kekayaan dan potensi sumber daya alam yang ada dalam negara tersebut, menjaga dari serangan dan segala bentuk kolonialisme penjajahan. Kedua, productivedevelopmental, yakni dengan menemukenali berbagai potensi yang ada dalam negara tersebut, baik pulau, tanah, laut, hutan, budaya,  untuk dikembangkan dan dikelola demi kemajuan dan kemakmuran masyarakat bangsanya, sehingga negara ini menjadi baldatun thayyibah negara yang adil makmur (Q.S. Saba’ [34]:15).

Dalam al-Mu’jam al-Mufahras li Alfâdzil Qur’an  karya Muhammad Fuad Abdul Bâqi’, setidaknya Al-Qur’an menyebut term balad danbaldah(yang dapat berarti negeri, kota, tanah air) sebanyak 19 (sembilan belas) kali. Kata  baladyang dapat berarti negeri, kota, tanah air. Dan, secara semantis, menurut Ibn Faris dalam Mu’jam Maqâyis al-Lughah hlm. 136-137,   kata baldah berarti dada. Jika dikatakan “wadla’at al-nâqah baldataha bil ardli, ai shadrahâ”Artinyaonta itu meletakkan (menderumkan) dadanya di tanah.

Dari makna asal ini, maka secara semantis, setiap tempat, negeri, atau wilayah yang dijadikan tempat tinggal bisa disebut sebagai baldah. Dari kata baldah pula muncul kata taballada dan mubâladah yang bisa berarti “berperang” untuk membela dan mempertahankan tanah air yang ditempati. Seolah penduduk tersebut harus berani pasang dada (baldah) untuk membela negaranya. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa term al-balad dan  al-baldah  dalam al-Qur’an, mengandung pesan adanya kecintaan terhadap tanah air atau negeri, yang menuntut penduduknya untuk membela dan mempertahankan hak-haknya dari siapa saja yang hendak merenggutnya. Upaya membela hak-hak tersebut termasuk bagian dari jihad  fi sabîlilah, jika mati terbunuh, maka ia syahid, sebagaimana dalam disebut hadis dari Abdullah bin Umar,  Nabi Saw: ”Barangsiapa terbunuh membela hartanya, maka dia syahid (HRal-Bukhari, Juz 3. hlm.136). Wa Allah a`lam bi shawâb.


Like it? Share with your friends!

1
1 share, 1 point

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
0
Sedih
Cakep Cakep
7
Cakep
Kesal Kesal
0
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
1
Tidak Suka
Suka Suka
18
Suka
Ngakak Ngakak
0
Ngakak
Wooow Wooow
5
Wooow
Keren Keren
9
Keren
Terkejut Terkejut
3
Terkejut
Prof. Dr. H. Abdul Mustaqim, M.Ag.
Prof. Dr. H. Abdul Mustaqim, M.Ag. adalah Guru Besar Ilmu Al-Quran dan Tafsir UIN Sunan Kalijaga dan Pengasuh Pesantren Mahasiswa LSQ (Lingkar Studi al-Qur’an) ar-Rohmah Yogyakarta.

One Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals