DALAM kehidupan sehari-hari, seorang individu manusia tidak bisa lepas dari orang lain. Tidak mungkin seorang manusia dapat menunaikan tugas kekhalifahannya secara mandiri. Tentu, dibutuhkan peran dari individu yang lain. Karena itulah, manusia disebut sebagai makhluk sosial. Dari segi perspektif agama (baca: Islam), manusia tentu tidak dapat dilepaskan dari campur tangan Allah swt. Dengan kata lain, ada dua jenis hubungan, yakni hubungan manusia dengan Tuhannya (hablum minallah) dan hubungan sesama manusia (hablum minannaas). Dalam berhubungan itulah, diperlukan adanya komunikasi. Komunikasi yang bagaimana? Tentu komunikasi yang beretika.
Istilah “komunikasi” berasal dari bahasa Latin communicare yang berarti menyebarluaskan atau memberitahukan. Jika kita merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), komunikasi berarti: (1) pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami; hubungan; kontak; (2) perhubungan. Sementara dalam bahasa Inggris istilah yang mempunyai arti identik dengan itu adalah “communication” yang diartikan sebagai suatu proses pengoperan lambang-lambang yang mengandung arti. Dengan demikian, komunikasi dapat dipahami sebagai penyampaian pesan (ide/gagasan/pemikiran, informasi, ajakan) kepada orang lain secara lisan, tulisan, langsung-tidak langsung, melalui media.
Setiap kali berhubungan dengan manusia maupun Tuhan (Allah swt), tentu dibutuhkan etika komunikasi. Etika dalam berkomunikasi itu tidak hanya berlaku bagi orang tertentu saja, ruang atau waktu tertentu. Etika dalam berkomunikasi berlaku kapan saja dan di mana saja berada. Juga, berlaku bagi seorang kiai, guru, petani, pedagang, pebisnis, atau penulis. Semuanya, kapan saja, dan di mana saja harus melakukan komunikasi yang positif.
Dalam berkomunikasi, cara penyampaian positif pasti dapat diterima dengan baik dan menjadikannya pribadi yang positif pula. Djajendra (2015) dalam situsnya http://djajendra-motivator.com menegaskan bahwa komunikasi yang baik merupakan rangkaian pilihan kata-kata positif yang disampaikan dengan emosi positif. Setiap percakapan atau pun tulisan yang disampaikan mengandung kekuatan baik yang menguntungkan semua pihak. Hal ini menjauhkan orang-orang dari potensi konflik.
Landasan komunikasi yang positif ini termaktub dalam al-Quran, ditemukan dalam lafadz “Qaulan” (perkataan). Terdapat 6 (enam) istilah “Qaulan” yang menjadi rujukan dalam berkomunikasi secara positif: Qaulan Sadida (QS. An-Nisa:9), Qaulan Baligha (QS. An-Nisa: 63), Qaulan Marufa (QS. Al-Baqarah: 235; QS. An- Nisa: 5& 8; QS. Al-Ahzab: 32), Qaulan Karima (QS. Al-Isra: 23), Qaulan Layyina (QS. Thaha: 44), dan Qaulan Maisura (QS. Al-Isra: 28).
Keenam istilah di atas mendukung ayat yang menjadi prinsip dasar komunikasi dalam Islam: Dan berkatalah kamu kepada semua manusia dengan cara yang baik (husna) (QS. al-Baqarah:83).
Komunikasi yang positif tentu akan memiliki dampak yang positif. Sebaliknya banyaknya permusuhan yang terjadi, itu karena diakibatkan komunikasi yang negatif. Nah, dalam kebiasaan komunikasi kita sehari-hari, ada tiga kata yang sering digunakan dalam amalan komunikasi.
Tiga kata tersebut adalah kata tolong, maaf, dan terima kasih. Tiga kata ini memiliki kekuatan yang luar biasa. Jika kata ajaib ini diucapkan dengan cara yang benar dan tepat waktunya, ia mampu mengubah lawan menjadi kawan; mengubah benci menjadi cinta, bahkan menyulap amarah menjadi kasih sayang. Ketiga kata ajaib tersebut memiliki dasar hukum yang jelas dan diatur oleh ajaran agama. Dengan demikian, jika dalam etika berkomunikasi, kita mengamalkan ketiga kata tersebut, tentu hal ini berarti kita mengamalkan ajaran agama.
Dalam ajaran Islam, tolong-menolong, saling memaafkan, dan pandai berterima kasih dinilai sebagai perbuatan baik yang dijanjikan pahala bagi siapa saja yang melakukannya. Semua itu merupakan perintah langsung dari Allah swt kepada hamba-Nya. Beberapa firman Allah tentang tiga kata ini termaktub dalam al-Quran: (1) Surat al-Maidah ayat 2 (tolong-menolong); (2) Surat al-Hijr ayat 85 (memaafkan); dan (3) Surat Saba ayat 13 (berterima kasih).
Ketiga ayat tersebut, secara tegas menyiratkan kepada kita bahwa perbuatan tolong-menolong, memaafkan, dan berterima kasih merupakan perbuatan atau amalan yang telah digariskan Allah swt. Secara teologis, perbuatan tolong-menolong, saling memaafkan, berterima kasih merupakan perbuatan yang berpahala. Namun, ketiganya juga merupakan perbuatan yang dapat menjadi faktor penentu bagi keberhasilan dan kesuksesan seseorang meraih cita-cita di dunia.
Sebagai manusia biasa, sudah selayaknya, kita selalu mengedepankan etika komunikasi yang apik. Selalu tolong-menolong, saling memaafkan, dan suka berterima kasih. Jika kita berhasil merangkai ketiga kata ajaib ini dalam kehidupan, sungguh kita termasuk orang yang luar biasa. Sekecil apapun bantuan yang kita minta, mari diawali dengan kata tolong, sekecil apapun kesalahan kita, jangan lupa sampaikan permohonan maaf, dan sekecil apapun bantuan orang lain yang kita terima, kita sampaikan terima kasih. Komunikasi positif akan menghasilkan (membentuk) individu yang positif pula. [ahf]
0 Comments