Membumikan Nilai Pluralisme dan Multikulturalisme

Pemahaman nilai pluralisme dan multikulturalisme diharapkan untuk mencapai ​kesetaraan dalam pemenuhan hak seluruh warga negara.6 min


-1
-1 points
Sumber foto: jeffriegevanie.id

Tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia adalah negara plural dan multikultural. Komposisi penduduk dengan beragam budaya, etnis, suku, agama, ras dan bahasa menjadikan wajah Indonesia kaya akan keberagaman. 

Keberagaman ini sebenarnya menjadi salah satu potensi besar bagi kemajuan bangsa apabila dapat dikelola dengan baik. Sebaliknya, ia juga dapat menjadi sumber konflik.

Sejak awal Indonesia didesain oleh founding fathers (para pendiri bangsa) untuk memiliki sebuah sistem kebangsaan yang mampu memayungi seluruh elemen masyarakat tanpa membedakan golongan satu dengan yang lain.

Terciptalah Pancasila sebagai dasar negara dengan prinsip ketuhanan, kemanusiaan, persatuan dan keadilan, Bhinneka Tunggal Ika (University in Diversity) sebagai semboyan bangsa yang multikultural ini. UUD 1945 pun dirancang sebagai perundang-undangan yang mampu menjamin keberagaman itu untuk mendapatkan kedudukan yang sama di mata hukum.

Masyarakat yang tinggal di negara plural dan multikultural ini diharapkan mencapai kesetaraan dalam pemenuhan hak sebagai warga negara dan negara bertanggung jawab sepenuhnya untuk memenuhi hak-hak tersebut.

Namun, dalam catatan perjalanannya, Indonesia hingga saat ini masih dibenturkan dengan identitas mayoritas-minoritas. Hal ini tidak jarang menyebabkan munculnya diskriminasi dan marginalisasi. Selain itu, konflik antar kelompok, suku, golongan dan agama juga ancaman tersendiri bagi plural dan multikulturalnya Indonesia.

Fenomena-fenomena ini menunjukkan bahwa Indonesia sebagai negara plural dan multikultural belum benar-benar mempraktekkan nilai dan prinsip dasar dari pluralisme dan multikulturalisme itu sendiri.

Apa Itu Pluralisme dan Multikulturalisme?

Secara etimologi, pluralisme berasal dari kata pluralitas yang artinya kebanyakan, kemajemukan dan keragaman. Kata ini pertama kali digunakan oleh orang-orang yang memiliki jabatan dan kedudukan di gereja.

Tokoh pertama yang menggunakan istilah pluralisme adalah Laotze dalam karyanya yang berjudul “Metafisika” pada tahun 1841. Namun dalam konteks filsafat agama, kata pluralisme digunakan sebagai afirmasi atas “kebenaran semua agama” (Zainudin HM, 2013: 4).

Pluralisme adalah sebuah kerangka yang mana terdapat interaksi beberapa kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormati dan toleransi antara satu dengan yang lain.

Ketika membicarakan konsep pluralisme sama halnya berbicara tentang sebuah konsep “kemajemukan atau keberagaman”, jika kita kembali pada istilah pluralisme maka pluralisme merupakan suatu kondisi masyarakat yang majemuk.

Kemajemukan ini berupa ras, suku, budaya, agama, dan sosial. Pada prinsipnya, konsep pluralisme timbul setelah adanya toleransi. Jadi apabila setiap individu mengaplikasikan toleransi antar sesama, maka lahirlah pluralisme.

Kemunculan ide pluralisme didasarkan pada keinginan untuk melenyapkan ‘truth claim’atau klaim kebenaran yang dianggap memicu munculnya sikap ekstrem, radikal, perang atas nama agama, konflik horizontal, serta penindasan atas nama agama. Menurut para pluralis, konflik dan kekerasan atas nama agama akan sirna apabila masing-masing agama tidak menganggap bahwa hanya agamanya yang paling benar.

Baca Juga: Memahami Pluralisme dalam Wacana Indonesia Damai

Sedangkan multikulturalisme berasal dari 2 kata yaitu, multi yang artinya beragam/banyak dan kultural yang berarti budaya atau kebudayaan. Sehingga multikulturalisme secara etimologi berarti keragaman budaya.

Budaya di sini didefinisikan bukan sebagai arti yang sempit, melainkan harus dipahami sebagai bagian dari manusia terhadap kehidupan yang kemudian melahirkan banyak wajah, seperti sejarah, pemikiran, budaya verbal, bahasa dan lain-lain.

Dalam kamus Oxford, kebudayaan diartikan sebagai culture yang artinya perkembangan pemikiran dan kerohanian sekelompok manusia melalui latihan pengalaman. Culture berasal dari bahasa latin yaitu Colere yang berarti merawat, memelihara, menjaga, mengolah.

Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah laku manusia (St Nugroho, 2009: 14).

Dengan atau tanpa kesadaran, kehidupan multikultural adalah model masyarakat yang terdiri dari banyak (multi) budaya (kultural). Keberadaan keberagaman inilah yang perlu diapresiasi lagi dan ditanggapi secara positif.

Pemahaman ini yang disebut dengan multikulturalisme, yang bertujuan untuk kerjasama, kesederajatan dan mengapresiasi dalam dunia yang kompleks dan tidak monokultur.

Jadi, multikulturalisme adalah sebuah ideologi dan alat untuk meningkatkan derajat seorang manusia dan kemanusiaannya. Untuk dapat memahami multikulturalisme maka diperlukan landasan pengetahuan berupa konsep-konsep yang relevan dan mendukung keberadaan serta berfungsi multikulturalisme dalam kehidupan manusia.

Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme diantaranya adalah demokrasi, keadilan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat, suku bangsa, kebudayaan suku bangsa, keyakinan keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM (Hak Asasi Manusia), hak budaya komunitas dan konsep-konsep lainnya yang relevan.

Model multikulturalisme di Indonesia sebenarnya sudah digunakan sebagai acuan oleh para pendiri bangsa Indonesia dalam mendesain apa yang dinamakan dengan kebudayaan bangsa, sebagaimana yang terungkap dalam Pasal 32 UUD 1945 yang berbunyi “Kebudayaan bangsa (Indonesia) adalah puncak-puncak kebudayaan di daerah”.

Banyak undang-undang dan konstitusi di Indonesia yang mengatur tentang multikulturalisme dan pluralisme di Indonesia, misalnya pasal 18 yang berbunyi “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang”.

Ada juga pasal 32 ayat 1 yang berbunyi “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budaya.

Untuk mencegah situasi berkembang ke arah konflik dan kekerasan, pemerintah juga diberi kewajiban oleh undang-undang, yaitu UU No.39/1999 pasal 71 mengenai HAM, yang menyebutkan: “Pemerintah wajib dan bertanggungjawab menghormati, melindungi, menegakkan dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam undang-undang ini, peraturan perundang-undangan lain dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia”.

Sebenarnya, landasan negara yang telah disusun mempunyai potensi besar dalam mewujudkan multikulturalisme dalam masyarakat. Hanya saja dalam prakteknya, pemerintah masih sering menyeleweng dengan undang-undang yang telah dibuat.

Hal ini mengakibatkan munculnya ketimpangan dan permasalahan dalam negara, seperti ketidakadilan. Dalam hal ini tentu saja masyarakat yang menjadi korban. Akhirnya, ketika keadilan tak kunjung tercapai, masyarakat tidak akan percaya bahkan menaruh curiga kepada pemerintah.

Perwujudan Nilai Pluralisme dan Multikulturalisme

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa perwujudan nilai pluralisme dan multikulturalisme di Indonesia sangat penting. Dengan keberagaman dan potensinya, nilai pluralisme dan multikulturalisme menjadi syarat utama untuk menjaga keutuhan Indonesia. Menyadari, menerima dan menghormati keberagaman perlu ditingkatkan lagi. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan kerjasama, kesederajatan dan mengapresiasi kultur yang kompleks.

Berbagai konsep yang relevan dengan pluralisme dan multikulturalisme di antaranya adalah demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat, menghormati kebudayaan suku bangsa, keyakinan keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM (Hak Asasi Manusia), hak budaya komunitas dan berbagai konsep lainnya.

Ulasan mengenai pluralisme dan multikulturalisme mau tidak mau tentu akan mengulas berbagai masalah yang mendukung ideologi ini, yaitu politik dan demokrasi, keadilan dan penegakan hukum, kesempatan kerja dan berusaha, HAM (Hak Asasi Manusia), hak budaya komunitas dan golongan minoritas, prinsip-prinsip etika dan moral, serta tingkat dan mutu produktivitas (Risga Lutfi Cahyanita, dalam blog.ugm.ac.id).

Dalam hal ini, perwujudan nilai pluralisme dan multikulturalisme menjadi tanggung jawab bersama antara negara dan masyarakat. Negara berkewajiban melindungi, memelihara dan menjamin kesejahteraan warga negaranya. Kesejahteraan dalam hal ini tidak hanya mencakup sejahtera sosial dan ekonomi. Lebih dari itu, negara dituntut untuk hadir merawat kekhasan yang dimiliki, pelayanan yang setara dan keadilan di mata hukum.

Pemerintah sebagai lembaga pembuat kebijakan dan mengatur jalannya kehidupan bernegara harus mampu mengakomodasi kepentingan seluruh lapisan masyarakat, tanpa pandang ras, warna kulit, strata ekonomi dan status sosial. Kedudukan warga negara sama di mata hukum dan berhak memperoleh hak-hak lainnya dari negara.

Praktik Pluralisme dan Multikulturalisme Dalam masyarakat

Masyarakat adalah realitas objektif, entitas yang hidup dan bergerak dinamis. Dalam pergerakan tersebut, terdapat tujuan-tujuan tertentu yang hendak dicapai, di antaranya mewujudkan masyarakat yang ideal.

Indikator dari “ideal” ini pun sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh masyarakat itu sendiri. Namun, setidaknya secara universal dapat dimaknai sebagai segala hal atau kondisi yang jauh dari penyimpangan dan ketidakteraturan.

Masyarakat adalah produk dari dialektika individu-individu di dalamnya. Oleh karena itu, sebagai individu dalam masyarakat, penulis mengajukan langkah alternatif untuk membumikan nilai-nilai pluralisme dan multikulturalisme di Indonesia. Sekali lagi, ini hanya sekadar pendapat pribadi penulis yang lahir berdasarkan pengamatan dan pengalaman penulis saja.

1. Mulailah Membuka Ruang Dialog

Dialog adalah proses interaksi dua arah di antara pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Dalam hal ini, dialog dilakukan tidak untuk menghujat atau menghakimi satu sama lain. Berdialog justru bertujuan untuk memperkaya wawasan masing-masing dan berlatih untuk menerima dan menghormati pendapat yang berbeda.

Kegiatan dialog dibutuhkan untuk mengurai primordialisme, eksklusivitas dan fanatisme. Sikap-sikap kaku ini jika dibiarkan (tanpa dialog) tentu saja mengganggu keharmonisan masyarakat multikultural. Dengan adanya dialog, diharapkan kesadaran untuk menghargai dan menerima perbedaan menjadi semakin meningkat.

Baca Juga: Integritas Terbuka: Kritik atas Eksklusivisme, Inklusivisme, dan Pluralisme

Dari dialog ini pula diharapkan tejadi komunikasi berkelanjutan yaitu saling menyayangi, membangun solidaritas dan hidup berdampingan secara damai. Inilah yang disebut pemahaman pluralisme dan multikulturalisme.

Sebenarnya ruang-ruang dialog ini sudah banyak diciptakan, mulai dari komunitas, organisasi, LSM dan berbagai forum yang memfasilitasi dialog antar agama khususnya. Sejauh ini forum-forum dialog tersebut memberikan kontribusi yang cukup besar bagi masyarakat, meskipun forum-forum ini belum menjangkau seluruh lapisan masyarakat (khusus menjangkau golongan tertentu, akademisi misalnya). Oleh karena itu, kita dapat memperluas ruang-ruang dialog tersebut.

2. Pendidikan Pluralisme dan Multikulturalisme Sejak Dini

Keluarga adalah lembaga pendidikan paling mendasar bagi anak. Sangat disayangkan ketika pendidikan keluarga memperkenalkan kepada anak mengenai truth claim agamanya dengan menghakimi agama lain. Padahal, hal semacam ini akan menjadi pondasi dasar yang membentuk karakter anak.

Anak akan mulai menutup diri untuk berdialog atau sekadar berkenalan dengan hal-hal di luar dirinya. Setelah ia menduduki bangku sekolah, benteng diri tersebut “bisa jadi” justru semakin dipertebal dengan pelajaran agama yang eksklusif terhadap agama lain.

Maka, ke depannya diperlukan rekonstruksi pendidikan anak yang inklusif, terkhusus dalam keluarga. Pendidikan agama yang inklusif tentunya akan melahirkan generasi yang kritis, menghormati, menghargai dan tetap berpegang teguh pada agamanya.

3. Memperkenalkan Nilai-nilai Pluralisme dan Multikulturalisme

Agar nilai-nilai pluralisme dan multikulturalisme dapat dipahami dan diterima oleh masyarakat luas, tentu saja ia harus diperkenalkan terlebih dahulu. Proses perkenalan ini menjadi sangat penting karena akan menjadi penentu respons masyarakat mengenai pluralisme dan multikulturalisme ke depannya.

Oleh karena itu, tahap perkenalan ini harus dilakukan sesederhana mungkin sehingga dapat dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat. Jika dituangkan dalam bentuk tulisan, tulisannya menggunakan diksi yang tidak njlimet dan terlalu ngilmiah. Tidak lupa juga, pesan yang disampaikan juga inklusif, sehingga dapat diterima secara universal.

Upaya di atas merupakan beberapa cara untuk menciptakan masyarakat pluralis dan multikulturalis (menurut penulis). Kuncinya adalah tekad dan kemauan yang kuat, aktif dalam penyebaran pesan-pesan inklusif tanpa saling menyalahkan satu sama lain. Wallaahua’lam.

*Sebagian isi artikel ini disarikan dari makalah Potensi Multikulturalisme dan Pluralisme di Negara-Negara Muslim yang ditulis oleh Sukma Wahyuni, Nida Ul Hasanah, Wafa Qotrunnada, Rika Rizky Ramadhani. Makalah ini untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Agama dan Masyarakat Multikultural yang diampu oleh Prof. Amin Abdullah, semester 5 Sosiologi Agama, FUPI, UIN Sunan Kallijaga.

Editor: Hadi Wiryawan

_ _ _ _ _ _ _ _ _
Catatan: Tulisan ini murni opini penulis, redaksi tidak bertanggung jawab terhadap konten dan gagasan. Saran dan kritik silakan hubungi [email protected]

Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! Selain apresiasi kepada penulis, komentar dan reaksi Anda juga menjadi semangat bagi Tim Redaksi 🙂

Silakan bagi (share) ke media sosial Anda, jika Anda setuju artikel ini bermanfaat!

Jika Anda ingin menerbitkan tulisan di Artikula.id, silakan kirim naskah Anda dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannya di sini! 

Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!


Like it? Share with your friends!

-1
-1 points

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
0
Sedih
Cakep Cakep
0
Cakep
Kesal Kesal
0
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
0
Tidak Suka
Suka Suka
0
Suka
Ngakak Ngakak
0
Ngakak
Wooow Wooow
1
Wooow
Keren Keren
2
Keren
Terkejut Terkejut
0
Terkejut
Sukma Wahyuni

Master

Tim Redaksi Artikula.id

One Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals