Moderasi Islam: Wajah Akhir Islam Indonesia?

Dengan begitu Islam Indonesia dapat mengubah model berpikir tradisional, konvensional maupun konservatif menjadi pemikiran yang modern, objektif dan rasional. 3 min


1
1 point
wajah-islam-indonesia
wajah-islam-indonesia (Sumber: hidayatullah.com)

Islam Indonesia mempunyai karakteristik khusus yang berbeda dengan Islam Timur Tengah. Realitas Islam Indonesia yang dilahirkan dari Islam dan budaya Indonesia melahirkan beberapa pendapat yang berbeda.

Sebagian kalangan seperti Wahabi menilai bahwa Islam Indonesi  adalah Islam sinkretisme, yaitu Islam yang bercampur dengan agama lain, Islam yang tidak murni dan sudah ternoda.

Namun di sisi lain, Mohammad Arkoun seorang pemikir dari Aljazair−setelah kunjungannya ke Yogyakarta−mengatakan bahwa Islam yang kaya akan budaya dan asli adalah Islam Indonesia bukan Islam Arab.

Sebenarnya Islam Indonesia dengan pendekatan budayanya (culture approach) dapat menjadikan Islam semakin inklusif dan membentuk masyarakat yang semakin demokratis.

Baca Juga: Dakwah dan Budaya Sebagai Media Transmisi Ajaran Islam di Indonesia

Seperti yang diungkapkan oleh Fazlur Rahman bahwa Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang berwatak demokratis. Karena itulah hanya penfsiran Islam yang betul-betul demokratislah yang berhasil di sana.

Pemikiran Islam Indonesia mempunyai beberapa corak. Dari segi pendekatan dalam memahami, mendakwahkan dan mengamalkan Islam, Islam Indonesia bercorak kultural. Dari segi pandangan dan tindakan terhadap berbagai pemeluk agama, Islam Indonesia bercorak pluralis.

Dari segi hubungan antara tradisi dan modernisasi, Islam Indonesia bercorak neo-modernis. Menurut Bahtiar Efendi, neo-modernisme adalah suatu corak pemikiran yang berusaha menggabungkan antara dua corak yaitu modernisme dan tradisionalisme.

Dari segi kecenderungan dimensi Islam, Islam Indonesia bercorak fiqih sentris. Dari segi komitmen pada agama, Islam Indonesia adalah partisipan atau “ikut-ikutan.” Dari segi taraf berpikir, Islam Indonesia adalah Islam normatif. Dari segi kepartaian, Islam Indonesia adalah Islam Nasional.

Di Indonesia, lahirnya banyak kelompok-kelompok Islam dimulai sejak tumbangnya orde baru dan mulailah era reformasi. Pada era ini, Indonesia diserbu oleh gerakan-gerakan Islam baik Islam kiri maupun Islam kanan.

Baca Juga: 4 Cara Menyikapi Perkara Khilafiyah dalam Islam

Bersamaan dengan kebebasan bersuara, berpendapat bahkan berserikat di era reformasi itulah kelompok-kelompok Islam garis keras bermunculan.

Lantaran munculnya pemikiran, perasaan dan tindakan yang keras serta pemikiran yang keras dan apologis, yang disosialisasikan oleh kelompok garis keras maka muncul pemikiran yang mengambil posisi berhadapan yaitu Islam liberal.

Pemikiran Islam liberal mulai digerakkan oleh Harun Nasution, murid tokoh pembaharu Islam Muhammad Abduh. Gagasan Islam liberal kemudian berkembang dan diikuti oleh pemikir-pemikir lainnya dengan melontarkan gagasan-gagasan baru.

Gagasan-gagasan baru ini memiliki sasaran tertentu terutama memberikan pemahaman yang luas dan mendalam kepada umat Islam Indonesia serta pola berpikir yang berbeda.

Dengan begitu Islam Indonesia dapat mengubah model berpikir tradisional, konvensional maupun konservatif menjadi pemikiran yang modern, objektif dan rasional. Model berpikir ini menjadi modal dan sarana untuk merespon tuntutan kemajuan bangsa dan negara.

Melalui berbagai segmen masyarakat yang telah terpengaruh oleh para pemikir liberal maka pemikiran Islam yang dinamis, progresif dan liberal telah berkembang subur di Indonesia.

Nama Islam liberal menggambarkan prinsip yang dianut yaitu Islam yang menekankan kebebasan pribadi dan pembebasan struktur sosial politik dari dominasi yang tidak sehat dan menindas.

Adanya dua wajah Islam Indonesia yang sangat berbeda ini kemudian muncullah Islam moderat atau moderasi Islam.

Islam moderat yaitu Islam yang berada di tengah di antara dua pemikiran yang sangat berbeda yaitu Islam kiri (liberal) dan Islam kanan (Islam keras). Kedua sisi ini kemudian ditengahi oleh Islam moderat.

Moderat berarti sikap tengah yang mencoba menengahi dua kubu, pemikiran-pemikiran atau tindakan yang saling bertentangan secara ekstrim di dalam kehidupan masyarakat. Sikap ini akan melahirkan sikap yang saling berkaitan seperti sikap adil.

Dalam mewujudkan keadilan, suatu bentuk tindakan yang dihasilkan dari berbagai pertimbangan merupakan salah satu wujud dari sikap adil.

Kemudian sikap tasamuh adalah sikap toleran terhadap wujud perbedaan pendapat, baik menyangkut masalah agama, masalah kemasyarakatan, maupun dalam hal kebudayaan.

Selanjutnya sikap tawazun. Sikap ini berarti adanya keseimbangan dalam berhubungan dengan Allah, berhubungan dengan manusia maupun dengan alam lingkungannya. Terakhir yaitu amar ma’ruf nahi munkar yaitu sikap untuk mendorong amal baik dan mencegah kemungkaran.

Dalam mewujudkan moderasi Islam di Indonesia memang bukan hal yang mudah. Problem keagamaan yang semakin kompleks membutuhkan pemecahan secara terus menerus dan multidimensional.

Apabila problem yang dihadapi umat Islam di Indonesia dapat dipecahkan secara strategis maka umat Islam akan segera menyongsong Indonesia sebagai negera yang memiliki masa depan cerah, unggul dan meneladani negara-negara muslim lainnya.

Baca Juga: Membincang Islamisme dan Keberagamaan Kaum Muda

Apakah moderasi Islam merupakan sebuah kunci akhir Islam Indonesia?, menurut Abdul Mustaqim dalam buku terbarunya “Moderasi Beragama sebagai Paradigma Resolusi Konflik” menyatakan bahwa moderasi adalah sikap paling ideal dan terbaik.

Sikap ini khususnya dalam konteks beragama baik sebagai makhluk individual maupun makhluk sosial. Sikap moderasi mengantarkan sesorang dapat lebih fleksibel dalam mengatasi konflik batin di dalam dirinya dan memudahkan seseorang berinteraksi dengan orang lain atau komunitas yang berbeda.

Sumber: Abdul Mustaqim, Moderasi Beragama sebagai Paradigma Resolusi Konflik, (Sleman:Lintang Books, 2020) dan Mujamil Qomar, Fajar Baru Islam Indonesia?, (Bandung: Mizan, 2012).

Editor: Ainu Rizqi
 _ _ _ _ _ _ _ _ _
Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! Selain apresiasi kepada penulis, komentar dan reaksi Anda juga menjadi semangat bagi Tim Redaksi 🙂

Silakan bagi (share) ke media sosial Anda, jika Anda setuju artikel ini bermanfaat!

Jika Anda ingin menerbitkan tulisan di Artikula.id, silakan kirim naskah Anda dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannya di sini! 

Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!


Like it? Share with your friends!

1
1 point

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
0
Sedih
Cakep Cakep
0
Cakep
Kesal Kesal
0
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
0
Tidak Suka
Suka Suka
2
Suka
Ngakak Ngakak
0
Ngakak
Wooow Wooow
0
Wooow
Keren Keren
0
Keren
Terkejut Terkejut
0
Terkejut
Siti Robikah

Master

Alumni Sekolah Kemanusiaan dan Kebudayaan Ahmad Syafii Maarif III, Mahasiswa, Penggiat Gender.

One Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals