Tak dapat dipungkiri, belakangan ini kita menemui fenomena-fenomena aneh nan unik di sekitar kita. Mulai dari politisasi agama yang bertebaran, korupsi di mana, serta yang lagi hangat-hangatnya lembaga besar DPR katanya tak pro rakyat. Hal ini tentu disebabkan beberapa faktor yang mendasarinya. Salah satunya adalah karena ada kepentingan masing-masing individu. Nyatanya mereka menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kepuasaan duniawi yang muncul dalam dirinya.
Di satu sisi memiliki gelar ustaz, kiai lebih-lebih ulama selain menjadi terpandang dan uswah juga merupakan tanggung jawab dan amanah yang sangat berat, karena ini menyangkut permasalahan yang sensitif antara agama dan umat. Tak jarang banyak kasus di jagat maya seorang yang bergelar ustaz, kiai maupun ulama saat memberikan informasi, ilmu agama yang di pandang keliru oleh khalayak umum, maka reputasi atau kapasitas keilmuannya terkait ilmu agama perlu dipertanyakan dan rentan akan dicemooh, dihujat, dan difitnah.
Oleh karenanya menjadi ulama, kiai, ustaz tidak bisa sembarangan hanya bermodal pengakuan “panggil Saya Ustaz!”, tidak cukup hanya modal belajar agama secara instan, tidak cukup hanya menyanyikan lagu-lagu religi, dan tidak cukup hanya hafal satu atau dua hadis.
Baca Juga: Mengurai Konflik Etno-Religius dengan Pengalaman Keberagamaan Lokal |
Sebelum membaca jauh terkait dengan fenomena yang sering kita temui di sekeliling kita ini, mari membuka pandangan mata kita, untuk lebih melihat lebih dalam terkait dengan definisi ustaz, kiai dan ulama, agar kita bisa mengklasifikasikan siapa yang layak disebut ustaz, kiai ataupun ulama’.
Ustaz, istilah ini sangat masyhur kita jumpai di media-media sosial, Youtube, Instagram dan lain sebagainya. Misal Ustaz Abdul Somad (UAS), Ustaz Adi Hidayat, Ustaz Jefri (Uje). Melacak di KBBI kata ustaz adalah guru agama ata guru besar. Artinya ustaz adalah orang yang mengajarkan agama, baik level sekolah dasar, pengajian di masjid, hingga ranah yang lebih luas.
Pada sebuah literatur dijelaskan bahwa Orang yang disebut ustaz anatara lain: da’i, Muballigh, penceramah, guru ngaji Al-Qur’an, guru madrasah diniyah dan guru ngaji pesantren. Pemahaman ini sudah barang tentu berlaku hanya di Indonesia.
Berselancar ke beberapa Negara, ternyata istilah ustaz memiliki perbedaan. Di Timur Tengah misalnya, di Mesir gelar ustaz hanya diberikan kepada beberapa orang yang kepengajaran standar universitas atau al-Jami’ah, setaraf Profesor, jadi jika ada sesorang bergelar al-ustaz al-duktur Zaid bin Amar, itu sama artinya dengan “Prof. Dr. Zaid bin Amar”.
Dalam arti lain seseorang akan dipanggil ustaz jika menguasai dua belas cabang ilmu termasuk nahwu, shorof, balaghah (bayan, badi’, ma’ani), kalam, ushul fiqh, ilmu akhlak, mantiq, fiqih, tafsir dan hadis. Di Arab pun demikian, nama ustaz hanya diberikan kepada para doktor (S3) di bidang ilmu agama. Pertanyaannya apakah salah dengan penyempitan makna ustaz yang diserap ke dalam Bahasa Indonesia? Tentu tidak, sah-sah saja.
Hanya saja, meskipun penyempitan makna ini terjadi setidaknya gelar ustaz yang ada di Indonesia layaknya disematkan kepada seseorang yang memiliki ilmu agama secara matang dan komprehensif, baik perangainya, menjaga amr ma’ruf dan nahi munkar, serta jelas sanad keilmuannya, bukan seorang yang pandai berkoar-koar mengumbar aib orang lain, apalagi seorang yang pandai berbicara tanpa dilandasi keilmuan agama yang kuat (hanya modal Google). Na’udzubillahimindzalik
Beralih ke istilah kiai, panggilan kiai lebih bersifat kelokalan. Istilah kiai bisa dipecah jadi dua bagian, yaitu ki dan yai. Ki adalah orang yang dihormati (untuk laki-laki) sedangkan Nyi (untuk perempuan). Sementara istiah yai menunjukkan penghormatan pada apapun, termasuk benda. Karena istilah kiai adalah sifatnya kelokalan, konsekuensinya dalam tradisi penyebutan yang sepadan dengan kiai di beberapa daerah memiliki beberapa istilah, di Aceh misalnya dikenal dengan Teungku, sedangkan di Nusa Tenggara dikenal dengan istilah Tuan Guru.
Yang ketiga adalah istilah ‘ulama, dalam KBBI kata ini memiliki arti ‘orang yang ahli dalam hal atau dalam pengetahuan agama Islam. Dengan kata lain, ulama pastilah punya pengetahuan agama yang jauh lebih luas dibandingkan ustaz yang dinilai sebatas guru agama saja. Alhasil, menjadi seorang ‘ulama merupakan tanggung jawab yang sangat besar karena segala sesuatu yang difatwakan harus dijadikan pegangan dan referensi umat, di Indonesia kita kenal dengan MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang memegang peran sentral terkait dengan permasalahan kemaslahatan umat utamanya masalah keagamaan.
Baca Juga: Peran Ulama di Tengah Gejolak Disintegrasi Bangsa |
Dalam Al-Qur’an, Allah menyebut istilah “orang yang memiliki ilmu (agama yang benar)”dengan banyak derivasi, di antaranya ‘ulama atau ulul ‘ilmi dan lain sebagainya. Kita bisa mengaca pada sebuah ayat ke 28 dalam QS. Fathir,
إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمٰٓؤُا۟
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ‘ulama,…
Dari sini kita bisa katakan, bahwa antara ketiga istilah di atas bahwa tingkatan paling tinggi adalah ‘ulama, karena mereka adalah orang-orang yang memegang dan bertanggung jawab perihal urusan kemaslahatan umat.
Bukti yang kedua ‘ulama disebutkan di dalam Al-Qur’an sebagai hamba yang paling takut kepada Allah Swt. tetapi perlu diingat bahwa ‘ulama yang mendapat keutamaan di sisi Allah adalah ‘ulama yang benar-benar takut karena sangat cintanya kepada Allah, dan mengabdi kepada umat dengan tulus, bukan yang mengaku ‘ulama tetapi dibumbui dengan kepentingan. Begitupun dengan ustad dan kiai. Jadilah ustad yang benar-benar ustad dan jadilah kiai yang benar-benar kiai.
Editor: Hadi Wiryawan
_ _ _ _ _ _ _ _ _
Catatan: Tulisan ini murni opini penulis, redaksi tidak bertanggung jawab terhadap konten dan gagasan. Saran dan kritik silakan hubungi [email protected]
Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! Selain apresiasi kepada penulis, komentar dan reaksi Anda juga menjadi semangat bagi Tim Redaksi
Silakan bagi (share) ke media sosial Anda, jika Anda setuju artikel ini bermanfaat!
Jika Anda ingin menerbitkan tulisan di Artikula.id, silakan kirim naskah Anda dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannya di sini!
Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!
0 Comments