Berkembangnya beragam isu seperti hak asasi manusia, sekularisasi, demokrasi, dan kesetaraan gender, di Indonesia, merupakan satu hal yang perlu mendapat perhatian lebih. Dalam tataran ideal-normatif, menjadi seorang muslim, dalam merespon hal tersebut tentu dintutut untuk senantiasa mengikuti tradisi dan norma-norma agama, terutama Alquran.
Namun demikian, tidak banyak umat muslim yang mampu untuk sepenuhnya mengikuti tradisi dan norma-norma agama. Ini terjadi bukan saja karena kepergian satu persatu ulama besar, akan tetapi juga karena kualifikasi ulama tidak sesederhana yang telah dimunculkan dalam beberapa waktu terakhir (baca: ustaz-ustaz medsos) dan pola lembaga-lembaga pendidikan agama yang dinilai kurang dalam kualitas, intesitas, dan efektivitas.
Kebutuhan umat Islam akan hadirnya sosok ulama pada masa kini dan yang akan mendatang, tentu tidak bisa dipandang sama dengan ulama yang telah dilahirkan pada zaman sebelumnya. Seorang ulama dituntut untuk dapat memahami gerak perkembangan zaman yang dihadapi masyarkatnya.
Dalam kehidupan modern seperti saat ini, tentu kehadiran ulama tidak dapat hanya sebatas memahami kemampuan agama saja. Lebih jauh, ulama harus mampu menguasi bidang keilmuan lain sebagai media pemahaman mengenai ajaran Islam.
Setidaknya apabila kita melihat secara cermat, ada empat tugas pokok yang harus dilakukan oleh ulama sebagai pewaris Nabi, antara lain:
Pertama, menyampaikan (tabligh) ajaran-ajarannya sesuai dengan perintah-Nya; Kedua, menjelaskan ajaran-ajarannya berdasarkan ayat-ayat Alquran; Ketiga, memutuskan perkara atau problem yang dihadapi masyarakat sesuai dengan kaidah-kaidah dalam Alquran; Keempat, memberikan contoh baik sesuai dengan tuntunan Nabi yang didasarkan pada Alquran.
Secara ringkas, sungguh tidak ringan tugas yang diemban oleh para ulama. Ia harus senantiasa menyampaikan pesan moral yang tersurat maupun tersirat dalam Alquran, di samping kewajiban untuk memecahkan problematika dalam masyarakat sekaligus.
Oleh karena itu seorang ulama tidak dapat hanya berpegang pada satu pola penafsiran Alquran saja, melainkan harus dapat mengembangkan prinsip-prinsip yang ada dalam memberikan jawaban atas masyarakat yang bersifat dinamis.
Dalam kehidupan bernegara, ulama mempunyai peran penting dalam menjelaskan dan mengisi ketahanan nasional dalam berbagai aspek.
Pertama, ketahanan dalam bidang ideologi. Tentunya hal ini menjadi penting sebab ketahanan ideologi berakar pada kepribadian bangsa yang telah secara utuh tercemin dalam sila kelima yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang secara keseluruhan sejalan dengan prinsip ajaran agama.
Adapun langkahnya adalah dengan membuat semacam filter bagi keluar masuknya berbagai macam budaya yang dapat mengembangkan kepribadian bangsan atau bahkan melemahkannya.
Kedua, ketahanan di bidang politik. Pada hakikatnya, ketahanan politik merupakan tumpuan ajaran agama dalam kehidupan agama untuk menanggulangi problem-problem yang dapat mengeruhkan stabilitas bangsa.
Ketiga, ketahanan di bidang ekonomi. Hal ini tentu sesuai dengan anjuran dalam QS. Surat Al-Hasyr ayat 7 yang menyatakan bahwa pembangunan ekonomi yang adil dan merata, dan bahwa keadilan akan pemerataan harus menyentuh semua pihak.
Adapun langkah yang dapat ditempuh adalah dengan merumuskan pola yang cermat dan praktis dalam pemanfaatan zakat, infaq, sadaqah, dan waqaf sebagai upaya ketahanan ekonomi.
Keempat, ketahanan di bidang sosial kebudayaan. Tentu dalam rangka menciptakan bidang ini, ulama harus menumbuhkan di kalangan umat Islam nilai-nilai kemanusiaan serta mengakui eksistensi dan identitas pihak lain dalam terciptanya harmoni sosial. Perbedaan budaya dan agama harus dimanfaatkan dalam mewujudkan kerja sama dalam bidang kabajikan dan bukan sebaliknya.
Kelima, ketahanan di bidang pertahanan dan keamanan. Tentunya dalam kehidupan bermasyarakat, ulama hadir sebagai unsur kontrol sosial (al-amr bi al-ma’ruf wa al-nahiy ‘an al-munkar). Hal tersebut akan tercapai apabila ulama memperhatikan beberapa usaha sebagai berikut:
Pertama, mempertebal dimensi keimanan umat Islam, sehingga tidak tergoyahkan oleh pengaruh negatif akan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan paham yang mengancam bangsa. Ulama juga perlu menanamkan kesadaran untuk terus meningkatkan pemahaman, penghayatan akan pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Kedua, meningkatkan tata kehidupan yang seluas-luasnya dengan memberi kesadaran bahwa dalam agama mewajibkan untuk terus berusaha menjadikan hari esok lebih baik dibandingkan hari ini. Hal ini tentunya tidak akan dicapai jikalau tidak ada keseimbangan hidup antara yang duniawi dengan yang ukhrawi.
Ketiga, meningkatkan kualitas akhlak umat Islam dengan membinanya sehingga dapat menciptakan sikap dan prilaku baik dalam kehidupan beragama, bermasyarakat, dan bernegara. Lebih lanjut, dengan meningkatnya kualitas akhlak umat Islam, maka akan terwujud etos kerja serta ukhuwah Islamiyah dalam menciptakan kerukunan beragama.
Dengan begitu, apabila para ulama sadar akan tugas dan peran yang sedang diembannya, tanpa terpengaruh oleh hawa nafsu, dan tetap berpedoman pada Alquran yang membumi, bukan tidak mungkin, akan menjadikan bangsa Indonesia yang penuh dengan suku, budaya, dan agama, terhindar dari disintegrasi bangsa yang berujung pada konflik antar saudara.
_ _ _ _ _ _ _ _ _
Catatan: Tulisan ini murni opini penulis, redaksi tidak bertanggung jawab terhadap konten dan gagasan. Saran dan kritik silakan hubungi [email protected]
Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! Selain apresiasi kepada penulis, komentar dan reaksi Anda juga menjadi semangat bagi Tim Redaksi 🙂
Silakan bagi (share) ke media sosial Anda, jika Anda setuju artikel ini bermanfaat!
Jika Anda ingin menerbitkan tulisan di Artikula.id, silakan kirim naskah Anda dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannya di sini!
Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!
One Comment