Beragam(a) Perspektif Jalaludin Rumi

Ketunggalan agama di dunia itu mustahil.2 min


“Ketunggalan agama di dunia itu mustahil. Ini hanya akan terjadi di hari kebangkitan, hari ketika umat manusia menjadi satu dan semuanya melihat ke satu tempat, dan mereka hanya memiliki satu telinga dan satu lisan.”

(Maulana Jalaludin Rumi)

Berbicara terkait perbedaan terutama dalam agama memang bisa dikatakan sebagai permasalahan yang terus hangat untuk diperbincangkan. Bertolak dari peristiwa belakangan ini, perpindahan keyakinan (agama) tokoh publik Deddy Corbuzier dan Salmafina memang mampu menarik beragam perhatian dan komentar dari khalayak. Ironisnya, di media sosial khususnya, mereka yang menyanjung dan memuji salah satu tokoh dikarenakan pindah ke agama yang sama dengannya, namun sebaliknya justru mencaci-maki tokoh yang keluar dari agamanya ke agama yang berbeda darinya.

Peristiwa tersebut sedikit menggambarkan keadaan masyarakat di Indonesia yang tidak memilki kedewasaan dalam beragama, khususnya masyarakat muslim. Terkesan mencintai persamaan dan membenci perbedaan agama. Padahal sejatinya persamaan atau ketunggalan agama itu mustahil di dunia ini. Seharusnya masyarakat Indonesia bisa mencontoh dan mengambil hikmah dari pemikiran seorang sufi Jalaludin Rumi dalam hal beragama.

Maulana Jalaludin Rumi, seorang sufi, hidup di abad 6 H, lahir di kota Balkh pada 6 Rabi’ul Awal 604 H dengan ayah bernama Bahuddin Muhammad yang nasabnya bersambung kepada khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq. Karya-karyanya berupa kitab berbentuk dua redaksi, yakni berbentuk prosa dan nazam. Kitab Fihi ma Fihi sendiri merupakan karya masterpiece sepanjang hidupnya.

Menurut Rumi dalam kitabnya, agama tidak akan pernah menjadi satu. Selalu saja ada dua atau tiga agama, bahkan bisa lebih dari itu. Bahkan menurutnya, akan selalu ada perang dan saling bunuh di antara mereka para pemeluk agama. Sehingga Rumi menyebutkan bahwa ketunggalan agama di dunia itu mustahil adanya.

Hal tersebut karena menurut Rumi, di dunia setiap orang memilki tujuan dan keinginan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Di dunia ini setiap manusia memilki kesibukan dan tujuan masing-masing. Beberapa di antaranya sibuk mencintai perempuan, mengurusi harta, mencari nafkah, dan lain sebagainya. Manusia tersebut yakin bahwa kebahagiaan, obat, kesenangan dan kenyamanan ada pada sesuatu yang mereka sibukkan tersebut.

Ketunggalan agama menurut Rumi hanya akan terjadi di hari kebangkitan, hari ketika umat manusia menjadi satu dan semuanya melihat ke satu tempat, dan mereka hanya memilki satu telinga dan satu lisan. Dalam hal ini, Rumi menganalogikan orang beragama sebagai seseorang yang sedang mencari sesuatu karena kehilangan, ia menengok kanan kiri, atas bawah, depan belakang untuk mencari sesuatu yang hilang. Ketika ia sudah menemukan apa yang dicarinya, ia tidak lagi menengok kanan kiri, atas bawah, depan belakang dan seketika itu pula ia menjadi tenang dan tentram.

Demikian pula di hari kebangkitan nanti, karena kepentingan semua umat manusia sama yaitu berkepentingan dengan Tuhan maka mereka akan menjadi satu. Secara singkatnya, dalam beragama tujuan utamanya adalah untuk mendekati diri kepada Tuhan. Namun, cara dan metode yang dilalui dalam proses pendekatan tersebut berbeda-beda. Baru di hari kebangkitan kelaklah semua manusia bertemu dan satu pandangan.

Dari paparan penulis di atas, tidak seharusnya khalayak yang mengaku ‘beragama’ menghakimi pilihan keyakinan Deddy Corbuzier dan Salmafina sampai mencaci maki. Karena sejatinya agama di dunia ini hanyalah salah satu jalan untuk menuju Tuhan dan kedamaian. Salam peace. 

 

 


Like it? Share with your friends!

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
0
Sedih
Cakep Cakep
0
Cakep
Kesal Kesal
0
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
0
Tidak Suka
Suka Suka
0
Suka
Ngakak Ngakak
0
Ngakak
Wooow Wooow
0
Wooow
Keren Keren
0
Keren
Terkejut Terkejut
0
Terkejut
Siti Muliana

Warrior

Mahasiswi STAI Sunan Pandanaran

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals