Polemik Seputar Bid’ah Hasanah dan Implementasinya

Tidak dapat dinafikkan lagi bahwasannya sepeninggal Rasulullah, agama Islam telah menjadi agama yang sempurna sebagaimana yang tercantum dalam QS. Al-Ma’idah: 3.3 min


Tidak dapat dinafikkan lagi bahwasanya sepeninggal Rasulullah, agama Islam telah menjadi agama yang sempurna sebagaimana yang tercantum dalam QS. Al-Ma’idah: 3. Namun seiring perkembangan zaman, di mana hukum Islam senantiasa berinteraksi dengan kebudayaan masyarakat setempat, sehingga muncul isu-isu baru baik dalam aspek adat, ibadah, dan muamalah yang tidak pernah dijelaskan sebelumnya oleh Rasulullah dan generasi para sahabat terdahulu.

Dari situlah muncul persoalan mengenai berbagai amalan yang dilakukan oleh masyarakat pada hari ini yang tidak dilakukan oleh golongan orang-orang terdahulu, dan kemudian memunculkan pertanyaan apakah amalan  tersebut termasuk dalam kategori bid’ah ataukah tidak.

Pembahasan mengenai bid’ah ini seolah menjadi problematika yang tiada habisnya, karena apa yang dihasilkan nanti akan sangat memengaruhi amalan yang dilakukan masyarakat.
Secara umum, ada dua pandangan dalam membicarakan seputar isu bid’ah. Golongan pertama adalah mereka yang menolak secara keseluruhan terhadap segala perkara baru yang berlaku dalam ibadah selepas zaman Rasulullah dan Khulafaurrasyidin. Sedangkan golongan kedua adalah mereka yang mengklasifikasikan bid’ah ke dalam dua kategori, yakni bid’ah dhalalah dan bid’ah hasanah, adapula sebagian lain yang menafsirkan pembagian bid’ah kepada hukum yang lima.

Kata bid’ah sendiri secara bahasa terdiri dari dua asal kata, al-bad’u dan al-Ibda’. Keduanya bermakna sama yaitu kata atau ibarat yang memiliki makna tumbuhnya sesuatu tanpa adanya contoh sebelumnya, yang diada-adakan, dan merupakan kreasi yang sebelumnya tidak ada. Hal tersebut selaras dengan firman Allah:
بَدِيْعُ السَّمَوَاتِ وَالْاَرْضِ
“(Allah) Pencipta langit dan bumi”. Menciptakannya tanpa ada contoh sebelumnya. Sedangkan secara terminologis, para ulama memberikan definisi yang sangat beragam. Seperti Syeikh al-Imam an-Nawawi dalam kitab al-Arba’in an-Nawawiyah, Juz 3 halaman 22, sebagai berikut: “Bid’ah adalah melakukan atau melaksanakan sesuatu yang belum pernah dilakukan di zaman Rasulullah”. Hal yang senada juga diungkapkan oleh Syeikh al-Imam al-Hafidz ‘Izzuddin bin Abdussalam dalam kitab Qawaid al-Ahkam fi Mashalih al-Anam, Juz 2, halaman 72 dinyatakan bahwa , “Bid’ah adalah mengerjakan sesuatu yang tidak pernah dikenal (terjadi) pada masa Rasulullah”.
Definisi-definisi tersebut memang terkesan sama dan hanya berbeda dalam permainan katanya. Namun sejatinya juga memberi pemahaman bahwa bid’ah adalah segala perbuatan atau amalan yang dilakukan tanpa ada contoh sebelumnya atau amalan yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah.

Dengan demikian munculnya amalan bid’ah, di satu pihak berasal dari kreatifitas pemikiran para sahabat ataupun umat Islam dan di pihak lain amalan bid’ah dapat terjadi baik semasa Nabi Muhammad masih hidup maupun setelah beliau wafat.

Dilihat dari berbagai kesimpulan tentang pendefinisian bid’ah di atas, bahwasanya ada dua kemungkinan yang melatarbelakangi munculnya bid’ah. Pertama, terdorong oleh adanya semangat penghayatan keagamaan Islam agar mendapat berkah yang lebih besar dari Allah. Kedua, eksistensi berkah dalam ajaran agama Islam tersebut agar dapat diterima oleh masyarakat luas, maka penghayatannya memerlukan obyektifikasi Islam yang sesuai dengan budaya ataupun dunia kehidupan di masanya.

Adapun sumber pengistilahan bid’ah hasanah sendiri telah banyak dijelaskan di beberapa riwayat yang secara gamblang menyebutkan bahwasanya tidak semua bid’ah itu sesat. Seperti yang diungkapkan oleh Hujjatul Islam Imam al-Ghazali ketika mengulas pembahasan terkait dengan penambahan titik pada huruf ayat-ayat al-Quran:
“… berapa banyak perkara baru yang diadakan namun ianya baik (bid’ah khasanah), seperti shalat tarawih dengan berjamaah yang merupakan bid’ahnya Sayyidina Umar. Bid’ah yang keji ialah yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah atau yang dapat membawa perubahan pada sunnah itu. “
Pada dasarnya, antara pendukung bid’ah khasanah dengan penentangnya sama-sama mendasarkan pendapatnya pada hadis. Hanya saja, pemahaman keberlakuan hukum dalam hadisnya yang berbeda. Misalnya hadis yang cukup sering dijadikan sandaran oleh masing-masing pihak dengan pemahamannya masing-masing yakni mengenai perdebatan pemahaman dalam kalimat “man sanna sunnatan hasanatan”. Penolak bid’ah hasanah menerjemahkan kata “man sanna sunnatan”dalam hadis ini dengan “barangsiapa mengerjakan perbuatan hasanah (baik), bukan “barangsiapa mengadakan perbuatan hasanah”, sebagaimana pemahaman pendukung bid’ah hasanah.

Alasan mereka bahwa ketika hadis tersebut diartikan dengan “barangsiapa mengadakan cara baru yang baik”,  tidak mungkin Nabi mengatakan dua hadis yang bertentangan karena di hadis lain pun beliau bersabda “kullu bid’atin dhalalah”. Oleh karena itu, penolak bid’ah hasanah memahaminya dengan “barangsiapa yang melakukan suatu amalan sebagai penerapan dari ajaran syariat yang ada, bukan yang baru”. Maka yang mereka maksud adalah beramal sesuai dengan ajaran sunnah nabawiyah yang ada. Sedangkan pendukung adanya bid’ah hasanah mengartikannya dengan makna ibtada’a yang berarti “barangsiapa membuat atau menciptakan sunnah yang baik, maka yang demikian itu baik”.

Konsep bid’ah yang tertanam di alam pikiran umat Islam sudah selayaknya diperbarui. Oleh karenanya, diperlukan penerapan cara berpikir filosofis, di mana hal tersebut akan berfungsi untuk mengetahui tujuan dasar dari risalah kewahyuan Nabi Muhammad  serta membungkus perspektif umat Islam terhadap konsep bid’ah dengan balutan cara berpikir positif. Sehingga kemudian tidak akan ditemukan lagi paradoks antara satu ajaran (ayat) dengan ajaran lain. Karena memang dewasa ini, sejatinya yang dibutuhkan umat Islam adalah kemaslahatan. Menurut Ibn al-Qayyim al-Jawziyyah, syariat yang menjadi simbol hukum harus diarahkan dan difokuskan menuju kemaslahatan.


Like it? Share with your friends!

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
0
Sedih
Cakep Cakep
0
Cakep
Kesal Kesal
0
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
0
Tidak Suka
Suka Suka
2
Suka
Ngakak Ngakak
0
Ngakak
Wooow Wooow
0
Wooow
Keren Keren
0
Keren
Terkejut Terkejut
0
Terkejut
Musaadaturrohmah
Mahasiswa aktif STAISPA jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals