Apa itu tasawuf? Masih banyak perdebatan tentang dasar dari kata tasawuf dan juga masih diperdebatkan apakah tasawuf memang berasal dari Islam atau dari agama lain, bahkan ada yang mengatakan tasawuf itu ajaran sesat, benarkah seperti itu? Nah, melalui tulisan ini saya akan menjawab pertanyaan itu berdasarkan perspektif saya dengan menggunakan berbagai referensi dan mengulas tentang relasi tasawuf dengan dua sumber pokok ajaran islam yaitu Al-Qur’an dan Hadits.
Secara bahasa kata tasawwuf berasal dari bahasa arab, yaitu تصوّف – يتصوّف – تصوّفا, namun ada juga yang mengatakan kata tasawuf berasal dari kata “صوف” artinya bulu domba atau wol. Wol di sini menggambarkan kesederhanaan, karena kain wol di Arab pada zaman dulu hanya dipakai oleh orang-orang bawah, dan orang-orang atas memakai sutra yang melambangkan kemewahan. Jadi kaum Sufi itu berjiwa sederhana tidak memiliki sifat mengejar duniawi karena yang dikejar hanya jalan menuju Allah. Ada juga yang mengatakan kata tasawuf berasal dari kata “صاف” artinya jernih, di sini diartikan bahwa jalan untuk menuju Allah itu harus melalui jiwa yang suci atau jernih, terbebas dari hal-hal lainnya.
Sedangkan secara terminologi ada beberapa pendapat dari beberapa ulama besar. Menurut Imam Ghazali tentang tasawuf: “Saya tahu dengan benar bahwa para Sufi adalah para pencari jalan Allah, dan bahwa mereka melakukan yang terbaik, dan jalan mereka adalah jalan terbaik, dan akhlak mereka paling suci. Mereka membersihkan hati mereka dari selain Allah dan menjadikan mereka sebagai jalan bagi sungai untuk mengalirnya kehadiran Ilahi. Ini yang berarti tasawuf adalah suatu ajaran untuk mencapai kehadirat Ilahi dengan cara menjernihkan hati dan akhlak.
DR. Yusuf Al-Qardhawi, seorang ketua Ulama Islam International dan juga guru besar dari Universitas Al-Azhar mengemukakan fatwanya tentang tasawuf. Menurutnya, arti tasawuf dalam agama ialah memperdalam ke arah bagian ruhaniah, ubudiyyah, dan perhatiannya tercurah seputar permasalahan itu.
Seorang penyair berkata tentang tasawwuf:
Tasawwuf adalah jika engkau jernih tanpa noda
Dengan mengikuti kebenaran, al-Qur’an dan agama
Dan engkau menjadi khusyuk dihadapan Sang Maha kuasa
Berduka dan menangis atas dosa-dosamu sepanjang masa
Sedangkan menurut saya, tasawuf adalah suatu cabang ilmu dalam Islam yang memfokuskan kepada ruhaniah untuk menempuh jalan menuju Allah, atau lebih mudah lagi jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan cara memurnikan jiwa dari hal-hal yang bisa menghalangi ataupun bisa menjauhkan dari Allah. Karena Allah itu Maha Suci maka seharusnya untuk menghadapnya harus suci juga, baik lahir maupun batin. Seperti firman Allah dalam surat Al-Fajr ayat 27-30:
Hai jiwa yang tenang (27), Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya (28), Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku (29), masuklah ke dalam surga-Ku (30).
Dalam tafsir Ibnu Katsir mengenai ayat ini menceritakan bahwa: Dari Said bin Jubair berkata: “aku membaca di samping Nabi shollallohu alaihi wasallam ayat: “Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai; lalu masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku”, kemudian Abu Bakar berkata: “sesungguhnya ayat ini indah”, kemudian Nabi shollallohu alaihi wasallam berkata kepadanya: “sesungguhnya malaikat akan mengatakan ayat ini kepadamu ketika kematian” (HR Ibnu abi Hatim dan Ibnu Jarir, mursal jayyid).
Memang konteks ayat ini berhubungan dengan kematian, namun ayat ini menceritakan tentang kembalinya makhluk kepada sang Kholiq, atau perjalanan makhluk kepada sang Kholiq, dan ini sungguh berkaitan dengan perjalan hamba kepada Allah dalam tasawuf, dan siapa sajakah yang akan selamat dalam perjalanan itu? Dalam ayat itu disebutkan “jiwa-jiwa yang tenang”, yang dimaksud jiwa-jiwa yang tenang di sini seperti sabda Rasulullah dalam hadits di atas salah satunya seperti jiwanya Abu Bakar r.a.
Kita tentunya mengenal sosok Abu Bakar r.a melalui hikayat maupun riwayat-riwayat, beliau seseorang yang dermawan, seoranga yang kasih sayang, seorang yang zuhud, seorang yang jujur, seorang yang rendah hati, seorang yang berjiwa tenang dan seorang yang setia. Dan semua sifat-sifat tersebut adalah sifat seorang sufi.
Namun, bagaimana mereka yang menganggap tasawuf itu sesat? Saya membaca sebuah artikel di salah satu situs, alasan mereka menganggap sesat ialah karena di zaman nabi tidak ada. Memang di zaman nabi istilah tasawuf tidak ada karena menurut Abdul Qosim Abdul Karim bin Hawazin bin Abdul Malik bin Talha bin Muhammad Al Qusyairi seorang tokoh sufi dari Iran, ia mengatakan istilah tasawuf baru ada pada abad ke-2 H, namun ajaran lengkapnya baru muncul pada abad ke-3 H. Meskipun begitu, menurut saya ajaran tasawuf sudah ada pada zaman Nabi, salah satu buktinya ialah dalam hadits arba’in yang menceritakan ketika Jibril datang menemui Nabi dan beliau menanyakan tentang Islam, Iman dan Ihsan, berikut haditsnya:
Dari Umar radhiallahuanhu juga dia berkata: Ketika kami duduk-duduk di sisi Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk di hadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada lututnya (Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam) seraya berkata: “Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam”, maka bersabdalah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam: “Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Illah (Tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu”, kemudian dia berkata: “anda benar”. Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “Beritahukan aku tentang Iman”. Lalu beliau bersabda: “Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk”, kemudian dia berkata: “anda benar“. Kemudian dia berkata lagi: “Beritahukan aku tentang Ihsan“. Lalu beliau bersabda: “Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau”. Kemudian dia berkata: “Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda: “Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya“. Dia berkata: “Beritahukan aku tentang tanda-tandanya“, beliau bersabda: “Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya“, kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya: “Tahukah engkau siapa yang bertanya?” aku berkata: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui“. Beliau bersabda: “Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian“. ( H.R Muslim).
Kalau kita teliti dengan saksama lagi, kata Islam yang dijelaskan oleh Rasulullah mengacu kepada syariat dan amaliyah, hal ini mewakili ilmu fiqh. Dan kata iman mengacu kepada theologis dan kepercayaan, hal ini mewakili ilmu tauhid. Dan yang terakhir kata ihsan yang memiliki arti yang sangat dalam, mengacu kepada jiwa spiritual untuk mencapai kekhusyukan dalam menjalankan syariat, hal ini mengacu kepada ilmu tasawuf. Dan semua itu adalah ajaran pokok dalam islam.
Dengan hadits di atas terbantahkan pendapat mereka pada zaman Nabi dan sahabat tidak ada ajaran tasawuf. Dan mereka menganggap tasawuf ini bukan budaya Islam, tasawuf disamakan dengan filsafat dan dianggap budaya orang orang non Islam. Memang tasawuf memiliki unsur falsafi, tetapi tidak semua, karena tasawuf dibagi menjadi beberapa bagian.
Pertama tasawuf akhlaqi, berupa ajaran mengenai akhlaq/moral yang akan diterapkan pada kehidupan sehari-hari, ajaran ini meliputi tahalli, yaitu mensucikan diri dari sifat-sifat tercela untuk mencapai keridhoan Allah.
Kedua, tasawuf amali, berupa ajaran tentang bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah, seperti berzikir, puasa, dll.
Ketiga, tasawuf falsafi, berupa suatu kajian tasawuf yang dikaji secara mendalam dengan tinjauan filosofis, yang di dalamnya melibatkan intuitif dan rasionalitas, yang tujuannya untuk mencapai kekhusyukan dalam beribadah.
Apakah itu semua tidak diajarkan Nabi? Saya akan memberikan beberapa hadits yang berkaitan dengan hal di atas.
Dari Abu hurairah r.a berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan keshalihan akhlak.” (HR. Ahmad dalam Musnad-nya (no. 8952), Al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad (no. 273), al-Bayhaqi dalam Syu’ab al-Îmân (no. 7609), al-Khara’ith dalam Makârim al-Akhlâq (no. 1), dan lainnya)
Hadits ini menunjukan bahwa Rasulullah diutus di muka bumi ini untuk menyempurnakan akhlaq.
Hadits kedua: dalam hadits qudsy Rasulullah saw bersabda, Allah tabaraka wa ta’ala yang belipat-lipat kebajikan-Nya dan tersucikan dari segala yang tidak layak disandang-Nya berfirman: “Hamba-hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan melaksanakan apa yang Aku wajibkan atas diri mereka. Seorang hamba senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan amalan sunnah hingga Aku mencintainya, apabila Aku telah mencintainya, Aku akan menjadi telinga dengannya ia mendengar; Aku akan menjadi lisannya yang dengannya ia bicara, Aku akan menjadi tangannya yang dengannya ia memegang, dan menjadi kaki yang dengannya ia berjalan.” Hadits ini termuat dalam kitab shahih al-Bukhari.
Maksud dari hadits di atas ialah barangsiapa yang berusaha untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan-amalan fardhu maupun sunnah, niscaya Allah akan mendekatkan kepada orang tersebut kehadirat-Nya.
Mungkin dengan hadits-hadits di atas sudah membantah anggapan bahwa tasawuf itu sesat, mereka hanya melihat tasawuf dari luarnya saja, tidak menjelajah ke dalamnya. Pepatah mengatakan tak kenal maka tak sayang. Dan belum tentu hal yang kelihatan buruk itu salah, seperti halnya durian yang memiliki fisik yang berduri dan aroma yang kurang enak tapi di dalamnya ada buah yang manis dan sedap.
Sebenarnya masih banyak lagi pembahasan tasawuf yang berkaitan dengan Qur’an dan Hadits, dan bantahan tentang kesesatan tasawuf, namun karena kemampuan saya sudah mencapai batasnya, saya akhiri tulisan saya sampai di sini dulu.
0 Comments