Fanatik Mazhab, Perlukah?

Fikih adalah sebuah produk hukum yang lahir dari pemikiran manusia, perlukan dibela mati-matian.3 min


Sumber Gambar: pexels.com

Beberapa waktu lalu, kita dihebohkan dengan video viral yang memperlihatkan sekelompok santri sedang menutup telinga ketika mendengar musik di salah satu tempat vaksinasi. Kabarnya, anak-anak ini adalah para penghafal Al-Qur’an, yang memiliki keyakinan bahwa musik dapat melemahkan hafalan mereka. Lalu ada sebagian dari kita yang menganggap para santri tersebut radikal hanya karena berbeda pendapat mengenai musik. Ini tuduhan yang sangat berlebihan. Padahal sebenarnya hukum musik itu masuk dalam ranah khilafiyah, yang mana ulama berbeda pendapat mengenai boleh dan tidaknya seseorang mendangarkan atau bermain musik.

Tidak hanya musik yang membuat sebagian masyarakat kita sering menyalahkan orang lain. Sebelumnya pernah ada perempuan yang merawat anjing, sehingga menimbulkan perdebatan yang mengarah pada saling menyalahkan satu sama lain. Sekali lagi, ini masuk dalam ranah khilafiyah, mazhab maliki tidak menganggap bahwa anjing najis, sedangkan mazhab syafi’i berpendapat anjing itu najis.

Masyarakat Indonesia, memang secara umum mengikuti mazhab Syafi’i dalam praktek keagamaan. Tapi ada beberapa kelompok/orang yang mengikuti pendapat dari mazhab lainnya, tentu ini tidak bisa disalahkan, karena pada dasarnya pendapat-pendapat di luar mazhab Syafi’i belum tentu salah. Mengingat fikih itu sifatnya relatif, bahwa ia mengandung kemungkinan salah dan benar. Maka kita sebaiknya tidak perlu bersikap berlebihan dengan menganggap pendapat lain salah atau bahkan menuduh yang tidak-tidak.

Baca juga: 4 Cara Menyikapi Perkara Khilafiyah dalam Islam

Lalu bagaimana menyikapi perbedaan pendapat di kalangan para ulama tersebut? Sebelum menjawab pertanyaan itu, alangakah baiknya jika membaca penjelasan singkat tentang mazhab dan fikih di bawah ini.

Mazhab artinya adalah hasil ijtihad seorang imam tentang hukum suatu masalah dan kaidah-kaidah istinbath yang dirumuskan olehnya. Kita mengenal ada empat mazhab yang masih diyakini pendapat-pendapatnya masih orisinil dan dapat diikuti, yakni Maliki, Hanafi, Syafi’i dan Hambali. Dari keempat mazhab tersebut, masing-masing mempunyai pendapat yang berbeda dalam sebuah ketetapan hukum. Dalam sejarahnya, hukum Islam sebenarnya adalah pendapat satu orang terkait pemahaman terhadap Al-Qur’an dan Hadis dalam upaya menemukan sebuah aturan hukum dari suatu permasalahan. Kemudian pendapat itu diikuti oleh orang lain dan dianggap sebagai sebuah pendapat yang benar.

Hukum Islam memiliki dua jenis yang berbeda, pertama hukum Islam yang secara tegas sudah dijelaskan di dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Sedangkan yang kedua adalah hukum Islam yang tidak dijelaskan secara tegas oleh keduanya, yang mana memerlukan penggalian hukum melalui ijtihad. Hukum Islam yang pertama kita kenal dengan sebutan syariah dan hukum yang terkandung di dalamnya bersifat qath’i, sehingga harus diikuti apa adanya. Sedangkan hukum Islam yang kedua kita kenal dengan sebutan fikih, statusnya adalahzhanni. Dengan demikian, hukum Islam yang kedua ini statusnya tidak tetap, karena harus terus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman. Peran dari ijtihad hanya berlaku pada hukum fikih saja dan tidak berlaku pada hukum syariah.

Syariah adalah sebuah hukum yang diatur oleh Tuhan secara langsung. Dengan menerima syariah sebagai ketentuan, seseorang dapat dikatakan sebagai Muslim meskipun tidak dapat menjalankan perintah yang terkandung di dalamnya. Syariah juga merupakan sebuah aturan yang dapat menyatukan semua muslim dalam satu komunitas. Dari arti lain, syariah juga dikatakan sebagai kehendak Tuhan, yang mana apabila menjalankan perintahnya mendapat sebuah jaminan untuk kehidupan yang baik dan kebahagiaan di masa mendatang. Sedangkan tujuan dari syariah sendiri adalah: pemeliharaan agama, keturunan, harta, jiwa, dan akal. Dengan demikian, apapun yang bertentangan dengan tujuan syariah tersebut pasti dilarang oleh agama.

Syariah dianggap sebagai qath’i karena hukum yang ada di dalamnya sudah ditetapkan oleh dalil yang tegas dan konkret. Karena statusnya itulah, syariah tidak membutuhkan penafsiran secara logika dan bersifat universal sehingga tidak dapat diubah. Sedangkan fikih dianggap sebagai zhanni karena ia tidak tetap dan di sinilah berfungsinya lapangan ijtihad. Dengan demikian, terjadinya khilafiyah dikalangan mujtahid sangat banyak di dalam hukum fikih.

Baca juga: Modernisasi dan Implikasinya terhadap Hukum Islam

Selama ini fikih diartikan sebagai sebuah hukum yang secara arti adalah hukum Tuhan yang bersifat mutlak. Pandangan seperti ini sangatlah tidak berdasar, karena dalam arti sesungguhnya fikih adalah hukum yang dihasilkan dari ijtihad seorang mujtahid. Artinya fikih adalah sebuah produk hukum yang lahir dari pemikiran manusia.

Fikih secara bahasa artinya adalah pengertian atau pemahaman. Sedangkan menurut istilah berarti ilmu untuk mengetahui hukum-hukum syara’ yang diambil dari dalil-dalil yang ada dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Fikih sebagai hasil dari ijtihad memiliki kebenaran yang relatif. Artinya ia punya kemungkinan salah dan benar. Akan tetapi di mata Mujtahidnya, ia mengandung kebenaran yang lebih besar daripada salahnya. Ini wajar dikalangan para ulama, yang mana masing-masing mengklaim pendapatnyalah yang paling benar. Oleh karena itu tidak bisa dipungkiri banyaknya pendapat yang berbeda tentang hukum dari sesuatu yang bukan bagian dari syariah.

Dari penjelasan di atas sekaligus menjawab pertanyaan di awal, alangkah baiknya jika kita mau menghargai setiap perbedaan di antara kita. Silahkan ikuti pendapat yang kamu anggap benar dan tidak perlu menyalahkan pendapat mazhab lainnya. Dengan melihat status dari fikih itu sendiri yang memiliki kemungkinan benar dan salah, apakah kita masih perlu gontok-gontokan untuk saling menyalahakan?

Editor: Ahmad Mufarrih
_ _ _ _ _ _ _ _ _
Catatan: Tulisan ini murni opini penulis, redaksi tidak bertanggung jawab terhadap konten dan gagasan. Saran dan kritik silakan hubungi [email protected]

Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! Selain apresiasi kepada penulis, komentar dan reaksi Anda juga menjadi semangat bagi Tim Redaksi 🙂

Silakan bagi (share) ke media sosial Anda, jika Anda setuju artikel ini bermanfaat!

Jika Anda ingin menerbitkan tulisan di Artikula.id, silakan kirim naskah Anda dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannya di sini! 

Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!


Like it? Share with your friends!

What's Your Reaction?

Sedih Sedih
0
Sedih
Cakep Cakep
4
Cakep
Kesal Kesal
0
Kesal
Tidak Suka Tidak Suka
0
Tidak Suka
Suka Suka
1
Suka
Ngakak Ngakak
0
Ngakak
Wooow Wooow
2
Wooow
Keren Keren
4
Keren
Terkejut Terkejut
0
Terkejut
Nafis Purbayadin
Mahasiswa Universitas Islam Indonesia

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals